Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Krisis Lebanon telah membuat warganya berhemat selama bulan Ramadan dengan memilih menu sederhana untuk buka puasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hala Sheikh memilih fattoush, salad populer Lebanon, untuk menu berbuka keluarganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan fattoush yang sederhana pun harganya naik tiga kali lipat sejak tahun lalu, membuat jutaan orang Lebanon berjuang untuk menyiapkan makanan di atas meja di bulan suci Ramadan.
"Kami tidak ingin menyiapkan hal-hal yang tidak perlu," kata Hala Sheikh saat dia bersiap untuk makan Ramadan pertama minggu ini, dikutip dari Reuters, 15 April 2021.
"Kami menyiapkan makanan dasar seperti fattoush, sup, dan hidangan utama - kami tidak akan menyiapkan makanan besar seperti tahun lalu atau tahun sebelumnya," katanya.
Sebuah studi oleh American University of Beirut (AUB), yang dijuluki "Indeks Fattoush", menemukan bahwa harga bahan-bahan fattoush termasuk selada, tomat, mentimun, peterseli, lobak, dan roti, melonjak 210% dalam 12 bulan terakhir.
Hala Sheikh menyiapkan Fattoush, salad populer Lebanon, di rumahnya untuk menu Ramadan, Beirut, Lebanon, 13 April 2021.[REUTERS/Issam Abdallah]
Setelah beberapa dekade salah urus dan korupsi, para pemimpin Lebanon telah gagal memecahkan kebuntuan politik dan membentuk pemerintahan baru untuk mengatasi krisis, yang semakin memburuk dengan dampak pandemi virus corona dan ledakan dahsyat di pelabuhan Beirut pada Agustus 2020.
"Kami menyaksikan banyak perang, perang saudara dan invasi Israel," kata Hala Sheikh. "Tapi ini Ramadan terburuk yang pernah kami alami."
Bagi Hala Sheikh, mantan ahli gizi berusia 50 tahun yang pindah dari Amerika Serikat ke Lebanon bersama keluarganya, harga selalu menjadi perhatian.
"Selama situasi ekonomi yang buruk ini, Anda harus mengingat biaya membuat fattoush," katanya saat menyiapkan salad di apartemennya di distrik Hamra, Beirut, tempat dia tinggal bersama suami dan empat putranya.
"Selada yang akan saya potong harganya 3.000 pound Lebanon (Rp 29 ribu)," tutur Hala Sheikh.
Setelah mata uang Lebanon merosot 85%, nilainya kini hampir 20 sen AS atau sekitar Rp 2.923. Lebanon mengalami penurunan upah minimum menjadi sekitar US$ 50 (Rp sekitar Rp 730 ribu) sebulan, sementara biaya dengan cepat meningkat.
Profesor AUB, Nasser Yassine, mengatakan bahwa selama sebulan penuh Ramadan, biaya untuk menyediakan makanan buka puasa buka puasa untuk sebuah keluarga yang terdiri dari lima orang telah meningkat menjadi 1,5 juta pound Lebanon (Rp 14,5 juta), lebih dari dua kali lipat upah minimum bulanan.
"Bagi keluarga miskin yang berada di bawah garis kemiskinan akan sulit dan juga akan sulit bagi mereka untuk mendapatkan dan mengupayakan makanan sehari-hari," katanya.
Indeks Fattoush Yassine bahkan mungkin hanya skala kecil dari masalah, dengan data harga konsumen resmi yang menunjukkan biaya makanan dan minuman non-alkohol melonjak 417% dalam setahun hingga Februari.
Melonjaknya inflasi adalah bagian dari keruntuhan ekonomi yang lebih luas selama dua tahun terakhir yang memicu kelaparan dan kerusuhan, dalam krisis Lebanon paling parah sejak perang saudara 1975-1990.
REUTERS