Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

'Big Bang' Sebelum semesta

Para peneliti di Amerika merekonstruksi Teori Dentuman Besar untuk membuktikan kelahiran jagat raya. Tapi simulasi berbiaya mahabesar itu dianggap bisa membahayakan bumi.

16 Juli 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESKI alam semesta muncul jauh lebih dulu dari manusia, misteri kelahirannya tak kunjung memupuskan rasa penasaran. Salah satu teori terpopuler tentang asal-usul jagat raya adalah Teori Big Bang (Dentuman Besar). Menurut teori ini, alam lahir pada waktu tertentu dalam keadaan panas dan kondisi mampat setelah terjadinya dentuman mahadahsyat.

Tapi, bagaimana proses dentuman besar yang memunculkan semesta? Itulah yang pada Juni lalu diuji oleh para ahli fisika yang tergabung dalam Relativistic Heavy Ion Collider (RHIC) di New York, Amerika Serikat. Mereka menduga, ledakan itu terjadi akibat tumbukan dua ion berlainan jenis. Untuk menciptakan tumbukan itu, harga mesin yang digunakan tak tanggung-tanggung, senilai US$ 600 juta atau sekitar Rp 5 triliun.

Dengan proses penumbukan itu, mereka berharap bisa merekonstruksi kemungkinan terjadinya alam. Sesuai dengan teori fisika nuklir, bila dua atom berlainan jenis bertabrakan, gerusan kedua atom itu akan membentuk plasma. Dalam sepersekian triliun detik, diperkirakan plasma tersebut akan berubah bentuk menjadi atom-atom. Sekumpulan atom itulah yang diprediksi sebagai himpunan awal alam semesta.

Dalam percobaan perdana pada 10 Juni 2000, proton dan neutron dari inti atom logam emas ditumbukkan pada 99,95 persen kecepatan cahaya. Akibatnya, tercipta suhu yang lebih besar dari satu triliun derajat Celsius atau 10 ribu kali lebih panas ketimbang suhu matahari. "Dengan kondisi itu, proton dan neutron diperkirakan akan meleleh membentuk plasma," kata Tom Ludlam, Associate Project Director RHIC.

Sebagaimana pula dalil pada teori fisika, proses meleleh merupakan fase transisi termodinamis seperti halnya perubahan air dari beku menjadi cair atau dari cair menjadi gas saat dididihkan. Fase transisi itulah yang diamati secara serius pada percobaan di atas. Sebab, proses itu dianggap akan memberikan sumbangan luar biasa bagi dunia fisika nuklir.

Masalahnya, mungkin saja plasma yang terbentuk pada percobaan tersebut berbeda dengan ekspektasinya, atau malah plasma yang diasumsikan itu tak terbentuk sama sekali. Sampai saat ini, para ilmuwan yang melakukan percobaan tadi masih pada tahap mencatat bentuk dan perilaku partikel hasil tumbukan.

Ditaksir, hasil akhir percobaan itu baru bisa diketahui pada tahun 2001. Meskipun demikian, hasil itu tetap diharapkan bisa menjadi model konkret sekaligus menjawab misteri kelahiran alam semesta. Selain itu, hasil percobaan ini pun diharapkan bisa digunakan untuk memproyeksikan kemungkinan keadaan jagat raya di masa depan.

Toh, percobaan spektakuler itu tak luput dari kecaman keras. Sebelum percobaan itu berlangsung saja sudah terjadi polemik panas. Sebagian pemrotes percobaan itu merasa khawatir bahwa eksperimen itu bisa menghasilkan partikel "strangelets" (pencekik) yang bisa melahap bumi ini.

Maksudnya, partikel itu diduga bisa menjadi pemantik munculnya lubang hitam (black hole) di bumi. Lubang hitam adalah bintang yang runtuh ke dalam dirinya sendiri karena gravitasinya tiba-tiba mendahsyat sehingga seluruh permukaannya terserap ke dalam intinya. Akibatnya, selain bumi menjadi gelap total, hubungannya dengan semesta pun terputus total.

Kecemasan kalau-kalau bumi akan kiamat gara-gara percobaan itu juga terungkap di antaranya pada headline koran The Sunday Times of London tahun 1999, dengan judul "Big Bang Machine Could Destroy Earth". Sementara itu, Zay N. Smith, kolomnis Chicago Sun-Times, secara berkala memperingatkan publik akan status RHIC. Bahkan, Walter Wagner, seorang fisikawan terkemuka Amerika Serikat, meminta pengadilan untuk menghentikan percobaan RHIC.

Berbagai kritik itu lantas ditanggapi RHIC. Pada September silam, mereka membentuk panel untuk membahas kemungkinan terbentuknya strangelets. Hasilnya, mereka bersepakat bahwa kalaupun partikel membahayakan itu muncul, umurnya hanya sekejap sehingga tak sampai membahayakan. Itu sebabnya percobaan ke masa awal kelahiran semesta tadi bisa berlangsung.

Yusi A. Pareanom,'Big Bang' P> (Bengkulu)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus