Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Andiani, mengatakan salah satu fokus lembaganya tahun ini mengawasi gunung api bawah laut di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini sudah kami lakukan sejak tahun 2021 terkait dengan kejadian tsunami (Anak) Krakatau 2018. Dan ini menjadi fokus perhatian kita bukan hanya di 2021, tapi juga di 2022,” kata dia, dalam konferensi pers daring, Rabu, 26 Januari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Andiani mengatakan, sejumlah gunung api di Indonesia memiliki sejarah letusan yang memicu terjadinya tsunami. “Ada beberapa gunung api dalam catatan kami yang dalam sejarahnya memiliki kejadian tsunami,” kata dia.
Sebagian besar gunung api yang memiliki sejarah letusan yang menghasilkan dampak tsunami sudah dipasangi peralatan pemantauan gunung api, yakni Anak Krakatau (erupsi tahun 1883, dan 2018), Hobal-Ile Werung, (1973, 1979, 1983), Tambora (1815), Rokatenda (1928), Ruang (1873), serta Gamkonora (1673).
Andiani mengatakan erupsi gunung api yang berpotensi menghasilkan tsunami di antaranya gunung api bawah laut. Di Indonesia terdapat enam gunung api bawah laut, yakni Hobal (Ile Werung), Yersey, Emperor of China, Nieuwerkerk, Banua Wuhu, serta Sangir.
Empat gunung api bawah laut diyakini kecil kemungkinan menghasilkan tsunami saat erupsi. Empat gunung api tersebut adalah Yersey, Emperor of China, Nieuwerkerk, dan Sangir.
“Kebetulan empat gunung api ini berada pada laut dalam dan kawahnya berada pada kedalaman lebih dari 500 meter di bawah laut sehingga kemungkinan kecil untuk terjadi tsunami apabila gunung api tersebut erupsi,” kata Andiani.
Andiani mengatakan ada dua gunung api bawah laut yang punya potensi menghasilkan tsunami saat erupsi. “Dua gunung api yang berkaitan atau berkorelasi pada kejadian tsunami yang menjadi perhatian kami adalah Gunung Hobal (Ile Werung) dan Banua Wuhu,” kata dia.
Gunung Hobal (Ile Werung) sudah dilengkapi peralatan pemantauan gunung api. “Kami sudah memasang alat-alat pemantauan, alat-alat seismik di sekitar gunung api tersebut,” kata dia.
Sementara Banua Wuhu belum dilengkapi peralatan pemantau gunung api. “Untuk Banua Wuhu kami pasang alat seismiknya pada tahun ini,” kata dia.
Andiani mengatakan kewenangan lembaganya hanya pada pengamatan gunung api. Sementara untuk pemberian peringatan dini tsunami kendati akibat letusan gunung api tetap menjadi tugas BMKG.
“Terkait dengan tsunami sebetulnya early warning bukan menjadi tugas kami. Pemasangan alat dengan early warning system itu tugasnya BMKG. Adapun tugas kami memasang alat-alat untuk memantau gunung api,” kata dia.
Andiani mencontohkan, BMKG sudah memasang peralatan peringatan dini tsunami untuk mengawasi potensi tsunami akibat erupsi Gunung Anak Krakatau. “Setahu kami BMKG sudah memasang beberapa alat terutama di Anak Krakatau untuk memantau kejadian tsunami seperti yang terjadi di tahun 2018,” kata dia.
Baca:
Kompleks Gunung Api Bawah Laut di Lembata, Erupsi dari Kawah Parasit
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.