Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

'Si Inem' yang Tak Kenal Mudik

Robot tak cuma muncul sebagai mainan anak-anak. Ia juga bisa tampil sebagai ''Si Inem" yang mampu mengerjakan beberapa pekerjaan rumah tangga.

30 Januari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEREPOTAN yang rutin dihadapi para ibu setiap menjelang dan usai Lebaran niscaya bakal terbantu oleh ''pembantu" yang satu ini. Beberapa pekerjaan seperti membuat minuman, mengambil koran, atau mengecek lampu kelak dapat dilakukan oleh ''Si Inem" lain yang antimudik dan tidak pernah minta tunjangan hari raya ini.

''Si Inem" yang tidak mengenal tradisi mudik ini memang bukan manusia, dan karena itu tidak punya kebutuhan untuk pulang kampung. Dialah humanoid alias robot yang diprogram agar mampu mengerjakan tugas-tugas rutin manusia.

Impian untuk mendapatkan ''Si Inem" yang bisa diandalkan ketika musim mudik pembantu itu bakal jadi kenyataan setelah pengembangan humanoid menunjukkan kemajuan pesat. Desember lalu, misalnya, Yaskawa Electric Corp. dan Fujitsu Ltd. mengembangkan humanoid yang bisa membawa nampan makanan ke tempat tidur majikannya. NEC Corp. bahkan tengah berkutat membuat robot serupa yang bisa segera datang begitu namanya dipanggil, menghidupkan televisi, mengakses ke internet, dan sekaligus mengecek e-mail.

Robot pintar itu tentu saja tidak tiba-tiba muncul dari langit. Cikal bakal humanoid telah lahir sejak 1970-an. Tepatnya, ketika era otomatisasi melanda dunia industri di Jepang dan negara-negara Barat. Salah satu perintis humanoid di bidang industri ini adalah produsen otomotif terkenal, Honda, dengan proyek Honda Humanoid Robots, robot yang mampu naik-turun tangga tanpa tersungkur ke lantai.

Pengembangan robot itu tidak melulu berkutat dengan pekerjaan dapur. Para ahli di Universitas Waseda, Jepang, sejak 1970-an telah mengembangkan humanoid yang pintar main musik. Salah satu karya mereka adalah Wabot-2. Robot yang lahir pada 1984 itu bisa memainkan musik dengan keyboard. ''Adiknya", Wasubot, yang lahir setahun kemudian, dari tim pengembang humanoid yang sama, bahkan mampu bermain musik bersama NHK Symphony Orchestra.

Tak kalah menariknya adalah seratus buah humanoid yang saat ini sedang diutak-atik Profesor Taizo Umezaki dari Universitas Chubu, Nagoya. Sang profesor bakan menciptakan robot yang bisa diandalkan sebagai pemandu pameran dan penjaga stand dalam pameran akbar Expo 2005 di Prefektorat Aichi, Jepang, lima tahun mendatang. Mereka didesain untuk mengenali warna pakaian dan dijamin tidak bakal menubruk pengunjung pameran ketika tengah menjalankan tugasnya.

Saat ini, Jepang adalah negara yang paling bersemangat mengembangkan humanoid.. Menurut Nikkei Weekly, masyarakat Negeri Matahari Terbit memang terobsesi untuk mengembangkan robot dalam kehidupan mereka sehari-hari di rumah. Kecenderungan ber-humanoid-ria ini agaknya terinspirasi oleh tokoh kartun Astro Boy dalam komik yang populer di Jepang pada akhir 1950-an. Astro Boy adalah humanoid yang tampil sebagai pahlawan dalam cerita anak-anak tersebut.

Faktor lain yang mendorong perkembangan humanoid di Jepang adalah komposisi umur anggota masyarakatnya. Pemerintah Negeri Sakura ini mencatat, pada 2015 nanti 25 persen dari total populasinya adalah kaum lanjut usia. Nah, berapa biaya yang mesti dikeluarkan pemerintah Jepang untuk mengongkosi tenaga perawat di panti-panti jompo? Buat orang Jepang, mempekerjakan robot untuk mengerjakan tugas rutin perawat agaknya dinilai lebih murah dan efisien.

Jadi, sementara robot menggantikan tugas para perawat, seorang petugas bisa melakukan pengawasan kondisi kesehatan para penghuni panti jompo dari jarak jauh. Hal itu bisa dilakukan melalui teknologi tele-existence. Dengan teknologi ini, seorang pengendali robot dapat berkomunikasi dengan humanoid-nya dari jarak jauh melalui jaringan informasi berkecepatan tinggi. ''Cuma pengembangan teknologi komunikasi untuk robot ini memerlukan pembangunan jaringan serat optik agar transfer data berjalan dengan cepat," ujar Susumu Tachi, profesor robot dari Universitas Tokyo, kepada Nikkei Weekly.

Selain Jepang, Amerika Serikat juga tertarik mengembangkan teknologi robot. Di negara adidaya ini, ada proyek Cog, yang dikembangkan pada 1990-an dan dipimpin Profesor Rodney Brook dari Massachusetts Institute of Technology. Cog adalah sejenis humanoid yang memiliki otak dari komputer. Susunan badannya sengaja menjiplak struktur tubuh manusia, seperti tangan yang ada dua, kepala yang dilengkapi dengan dua mata. ''Semakin dekat ke tubuh manusia, semakin mudah membentuk pikirannya seperti manusia," ujar Brook.

Baguslah. Asal saja semua kemajuan teknologi itu tak menghasilkan sebaliknya: manusia berhati robot.

Widjajanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus