ADA banyak bintang dalam pameran Technogerma yang berlangsung 1-7 Maret lalu di Jakarta. Ada mobil formula satu dari Mercedes yang mengantarkan Mika Hakkinen menjadi juara dunia tahun lalu. Presiden Habibie pun tampak girang ketika mencoba duduk di belakang kemudi mobil tersebut. Namun bintang yang paling bersinar dalam pameran yang melibatkan lebih dari 200 perusahaan Jerman dan dikunjungi 20 ribu pengunjung per hari itu, tampaknya, produk-produk teknologi ramah lingkungan.
Lihat saja, produk ramah lingkungan itu tampil mendominasi. Hampir semua stan menampilkan produk seperti ini, dari teknologi pengolahan limbah, penyimpanan sampel zat organik, pemanfaatan energi alternatif, hingga mobil yang memakai bahan bakar metanol (lihat Ini Dia, Mobil Masa Depan). Bertebarannya produk ramah lingkungan ini bukannya tak disengaja. "Kami memang ingin menunjukkan bahwa Jerman adalah pionir yang memperkenalkan teknologi ramah lingkungan," ujar Jan H. Ronnfeld, manajer area lingkungan dari Perkumpulan Ekonomi Indonesia-Jerman.
Dengan mempertontonkan produk dan teknologi perawat lingkungan, rupanya Jerman ingin sekali dayung dua-tiga pulau terlampaui. Selain mencoba menggedor kesadaran semua pihak terhadap pentingnya proyek yang ramah lingkungan, Jerman ingin membuka pasar baru untuk produk semacam itu. Mungkin karena belum banyak pengusaha yang peduli lingkungan, Jerman justru melihatnya sebagai peluang pasar. Menurut Ronnfeld, semula para pengusaha Indonesia tidak terlalu menunjukkan minat karena teknologi semacam ini dianggap terlalu mewah dan mahal. Namun, setelah berkampanye sekitar tiga tahun, ia melihat beberapa pengusaha sudah mulai menunjukkan ketertarikannya.
Teknologi dari Jerman yang dipamerkan ini memang memikat. Misalnya bubuk pengikat limbah minyak yang dihasilkan dari bahan bekas. Penggunaannya praktis. Sebab, setelah bubuk ditaburkan ke limbah minyak di permukaan air, limbah akan terkumpul dan tinggal diangkut. "Dengan cara ini, efek minyak terhadap lingkungan tak ada lagi," kata Zainal Arifin dari PT Friska Mulia Indonesia, perusahaan Indonesia yang memasarkan produk ini di Tanah Air. Menurut Zainal, cara lama yang menggunakan bahan kimia dan pemompaan tidak begitu aman bagi lingkungan karena tidak semua limbah dapat dibersihkan.
Beragamnya teknologi pengelolaan air dan limbah yang ditawarkan peserta pameran seperti menunjukkan bahwa pasar untuk produk ramah lingkungan sudah mulai menggeliat. "Ada permintaan besar di Indonesia untuk produk pengelolaan air," ujar Tilo Kahl, Presiden Direktur PT Stockhausen Indonesia. Cuma, seberapa besar permintaan itu, Kahl tidak merincinya. Menurut Kahl, perusahaannya memproduksi alat dan bahan kimia yang bisa menyingkirkan kotoran dari air. Untuk pengelolaan air di kota, Stockhausen memasarkan produk yang bisa mengubah air kotor menjadi air segar yang bisa diminum. Sedangkan untuk industri kertas, gula, dan pertambangan, produk yang diandalkan adalah pembersih air sungai. "Indonesia sangat cantik. Sayang kalau terkena polusi," ujar Kahl.
Selain menawarkan teknologi untuk mengatasi pencemaran lingkungan, pameran ini mempertontonkan produk-produk untuk memantau kualitas lingkungan. Misalnya teknologi penyimpanan spesimen dari satu tempat yang dikembangkan Research Center Juelich. Cara yang dilakukan adalah mengambil sampel tanah, air, serta beberapa unsur alam lainnya, yang lantas diproses hingga sampel ini tahan selama 30 tahun dengan sifat-sifat yang sama. Sampel pertama inilah yang menjadi rujukan bagi sampel-sampel yang diambil berikutnya. Bila ada perubahan yang mengisyaratkan penurunan kualitas lingkungan, tindakan bisa segera diambil.
Yusi Avianto Pareanom dan Purwani Diyah Prabandari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini