Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Satu Merek, Dua Produsen

Perusahaan biskuit yang berpusat di Amerika berebut merek Ritz dengan perusahaan cokelat di Bandung. Terjadi benturan merek dagang yang harus diselesaikan di pengadilan.

8 Maret 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA perang iklan, lalu ada adu argumentasi di pengadilan. Ketika krisis ekonomi tak juga mereda dan tren perdagangan melemah?termasuk perdagangan barang-barang kosumen?dua produser biskuit, yaitu National Biscuit Company Inc. (Nabisco), yang berkantor pusat di Amerika Serikat, dan PT Perusahaan Dagang dan Industri Ceres, yang berkedudukan di Bandung, justru bersaing dengan sengit. Masalahnya bukan sekadar bersaing di pasar, tapi bersaing memperebutkan merek dagang. Kedua perusahaan itu sama-sama mengklaim sebagai pemegang merek Ritz. Timbul pertanyaan, siapa pemilik yang sah dan siapa yang meniru alias membajaknya. Nabisco menyatakan dirinya sebagai pemilik merk yang asli, dan menggugat Ceres. Perang iklan dimulai oleh Nabisco pada Oktober silam, yang lantas ditantang dengan iklan oleh lawannya. Masing-masing memasang iklan setengah halaman di harian Kompas dan Bisnis Indonesia?biayanya bisa mencapai Rp 45 juta. Dua pekan lalu, keduanya kembali memasang iklan di koran serupa. Iklan Ceres menuntut agar toko-toko segera menarik biskuit Ritz yang diproduksi Nabisco, sebaliknya sang lawan meminta kepada para distributor dan pengecer Ritz agar tetap tenang dan tak terpengaruh oleh ancaman Ceres. Hampir bisa dipastikan, perebutan merek itu tak lepas dari problem kegalauan merek dagang yang merecoki dunia usaha di negeri ini. Meski Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Merek Tahun 1997, bahkan telah meratifikasi konvensi internasional di bidang hak milik intelektual, toh pembajakan berbagai merek terkenal di dunia tak kunjung surut. Mulai dari merek parfum, sepatu, barang-barang kulit, sampai topi, ada tiruannya. Harganya tentu lebih murah daripada harga produk yang asli. Hal serupa juga dirasakan oleh Nabisco, perusahaan biskuit yang pada 3 Februari lalu berusia satu abad. Perusahaan ini telah memasarkan biskuit merek Ritz sejak 1934. Merek itu pun sudah didaftarkan di 105 negara di dunia, termasuk Singapura dan India. Sesuai dengan prosedur, pemegang lisensinya di sini, PT Nabisco Foods?mulai beroperasi pada Oktober 1996?mendaftarkan merk Ritz ke Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek. Pendaftaran itu ternyata ditolak dengan alasan merek Ritz sudah didaftar dan dipegang oleh Ceres. Nabisco terkejut sekaligus berang. ''Cara kerja Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek amat pasif. Mereka hanya melihat ada-tidaknya produk bermerek Ritz pada catatan merek terdaftar. Seharusnya diperiksa juga apakah Ritz sebagai merek terkenal sudah digunakan oleh Nabisco," kata kuasa hukum Nabisco, Lasman Sitorus. Setelah mengajukan permohonan pendaftaran merek pada Agustus silam, akhirnya Nabisco menggugat Ceres dan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menurut Lasman dan Aris Wijayanto selaku Direktur Sumber Daya Manusia PT Nabisco Foods, perkara itu bisa berdampak buruk terhadap arus investasi asing. ''Nabisco, yang semula hendak menambah modalnya, sekarang jadi pikir-pikir," Lasman berucap. Ceres membantah keras tudingan meniru, apalagi membajak merek Ritz. ''Bila merek asing selalu dianggap sebagai merek terkenal, atau merek itu dianggap milik Nabisco karena ia lebih punya modal dan kemampuan berpromosi, itu bisa mematikan pengusaha nasional," ujar kuasa hukum Ceres, Dini C. Tobing Panggabean. Menurut Dini, perusahaan biskuit dan cokelat Ceres berdiri pada 1949 dan merek Ritz sudah didaftarkan sejak 1960. Pendaftaran itu selalu diulang, terakhir pada September 1997. Bila kemudian merek Ritz juga dimiliki Nabisco, ''Itu hanya kebetulan," tambahnya. Lagi pula, kata Dini, nama Ritz bersifat umum alias digunakan di dunia untuk berbagai produk. Katanya lagi, di Jepang, merek Ritz juga dipakai perusahaan lain, bukan hanya Nabisco. Ritz yang diperebutkan itu digunakan Ceres untuk produk wafer, sedangkan Nabisco memakai Ritz untuk produk biskuit. Namun, menurut klasifikasi Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek, baik biskuit, wafer, roti, maupun kue termasuk produk kelas 30, yang tak boleh menggunakan merek serupa. Ternyata, pada 4 Februari lalu, ketua majelis hakim, Abas Somantri, mengabulkan tuntutan Nabisco. ''Berdasarkan bukti-bukti, Nabisco lebih dulu menggunakan merek Ritz. Merek itu juga cukup terkenal karena sudah terdaftar di banyak negara," kata hakim Abas. Karena Ceres dianggap beritikad tidak baik?dengan meniru penggunaan merek Ritz?hakim memerintahkan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek untuk membatalkan merek Ritz atas nama Ceres. Namun Ceres tak menerima vonis itu dan menyatakan kasasi. Walhasil, sampai sekarang Ritz masih punya dua induk. Kalau saja mekanisme kerja Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten, dan Merek efektif, tentu Undang-Undang Merek, bersama dengan Undang-Undang Antimonopoli dan kelak Undang-Undang Perlindungan Konsumen, bisa menjamin terciptanya persaingan bisnis yang fair. Hp.S., Nurur Rokhmah Bintari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus