LEMBAH Silikon, kawasan teknologi tinggi yang dicita-citakan menjadi "potret masa depan post-industri Amerika Serikat", kini terancam malapetaka. Dulu tempat ini dibayangkan sebagai "lambang persaingan bebas" dan "kampung yang menjanjikan peruntungan emas bagi manusia yang memiliki otak cemerlang, gagasan brilyan, dan semangat penemu". Kini, menurut sejumlah psikiater dan penegak hukum, Lembah Silikon nyaris berubah menjadi sarang maksiat dan penderitaan. "Di sini kita sedang menyaksikan 'demam emas' zaman modern," kata Dr. Regina T. Kriss, terapis problem keluarga di Palo Alto. Dahaga akan teknologi tinggi ternyata harus dibayar dengan perceraian, penganiayaan anak-anak, alkoholisme, bahkan pemakaian obat bius. Salah satu siksaan utama ialah perasaan bersaing yang tak putus-putusnya. "Anda melihat tetangga mendapat jutaan dolar dari penemuannya, padahal Anda yakin dia tidak lebih pintar dari Anda," tutur seorang pasien Dr. Kriss, manajer sebuah perusahaan. Istirahat seolah-olah haram karena setiap Senin pagi beredar cerita mengenai penemuan baru. Satu-satunya cara untuk tidak ketinggalan ialah bekerja 80 jam seminggu. Akibatnya, istri merana, rumah tangga berantakan. Kawasan dengan panjang 40 km, dan lebar 10 km, di bagian utara California ini terkenal sejak awal 1960-an. Ketika itu beberapa insinyur wiraswasta mengolah pasir silikon menjadi bahan baku microhips, komponen yang sangat dibutuhkan komputer. Mereka seera kaya raya. Kini, di sana bersaran 600 pabrik elektronik, ribuan subkontraktor, konsultan, dan makelar. Perputaran modal mencapai US$ 4,2 milyar setahun. Tapi, berdasarkan studi Judith K. Larsen dan Carol Gill, dari pusat riset nonprofit Cognos Associates, Los Altos, "mitos Lembah Silikon tak lebih dari sekadar impian". Nasib baik ternyata hanya dicicipi sekelumit orang, sekitar satu di antara sepuluh. "Dampak yang paling kentara ialah rusaknya hubungan antarmanusia", demikian kesimpulan studi itu. Banyak perusahaan sudah menyadari kenyataan ini. Beberapa perusahaan besar, misalnya National Semiconductor dan Hewlett-Packard, mulai membuat fasilitas rekreasi di dekat pabrik. Ada lapangan untuk jogging dan mandi, sehingga para karyawan mendapat kesibukan tambahan di luar jam-jam kerja yang menegangkan. "Di sini, pekerjaan mendominasi segala-galanya," tulis The New York Times. Seorang sekretaris merasa berdosa pulang pada waktunya, sebab orang lain bekerja sampai larut malam. Diana Diamond, editor yang bekerja pada Universitas Stanford, bercerita mengenai makan malam yang dihadirinya di Lembah Silikon, baru-baru ini. "Semua pembicaraan berkisar di sekitar komputer," katanya. Menurut beberapa pengamat, akar masalah ini ialah kebiasaan khusus orang-orang yang terlatih di bidang ilmu dan teknologi. Jean Hollands, terapis problem keluarga yang mengelola Klinik Kehidupan Nyaman di Mountain View, mengatakan, "orang-orang demikian sulit berkomunikasi dengan istri mereka." Metode ilmiah, konon, tidak berjalan baik untuk komunikasi antarpribadi. Di Santa Clara County, bagian terluas Lembah Silikon, angka perceraian tercatat paling tinggi untuk California. Pada 1981, angka itu 7,1 per seribu penduduk. Bandingkan dengan 5,8 untuk California, dan 5,3 untuk seluruh Amerika Serikat. Memang belum ada statistik tentang penganiayaan anak-anak dan penggunaan obat bius. Tapi beberapa penguasa setempat percaya, angka itu lebih tinggi di Lembah Silikon ketimbang di wilayah AS lainnya. Robert G. Masterson, pejabat hukum setempat, juga berbicara tentang "kekasaran seksual" dan "penganiayaan anak-anak". Ia menghubungkan ini dengan ketegangan kerja, dan langkanya kepuasan emosional di dalam keluarga. "Efek samping yang lain," katanya, "Ialah penggunaan cocaine dan ganja dosis tinggi di kalangan anak-anak." Judiht Larsen, yang mewawancarai ratusan wanita yang hidup di lembah ini menyimpulkan, "rumah tangga tak mampu bersaingan dengan pekerjaan teknologi tinggi". Para ilmuwan itu, katanya, terbingung-bingung bila anak-anak di rumah, misalnya mengajak mereka bermain bola. Mereka menganggap kegiatan itu "terlalu rendah". Uang tidak pernah menjadi soal di lembah ini. Seorang insinyur rata-rata berpenghasilan US$ 60 ribu setahun. Tapi, hidup di sini sangat boros. Satu malam bisa habis US$ 500. Banyak mereka yang dibelit utang. Nasib serupa juga melanda para bujangan. Ada kalanya seorang ilmuwan memeras seluruh otaknya bertahun-tahun, hanya untuk dikalahkan ilmuwan lain yang lebih dulu menemukan sesuatu. Akibatnya, "saya bahkan tak berani beristirahat," ujar seorang insinyur wanita yang memegang jabatan penting di sebuah perusahaan besar. Gemuruh detak dan cericit ribuan komputer di Lembah Silikon itu ternyata mengacungkan ancaman - justru untuk para penciptanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini