DALAM setelan safari lengan panjang berwarna biru gelap, Prof. Dr. Doddy Akhdiat Tisnaamidjaja terdengar mantap mengucapkan sumpahnya di depan Mensesneg, Sudharmono. S.H.. Sabtu pekan lalu. Upacara di gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Widya Graha, Jalan Gatot Subroto, Jakarta itu berjalan singkat. Maka resmilah Doddy, bekas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen P & K, menjadi Ketua LIPI, menggantikan Prof. Dr. Ir. H. Tb. Bachtiar Rifai. "Dalam zaman pembangunan yang terus berubah, sikap rutin merupakan awal kesulitan," ujar Mensesneg dalam sambutannya. "Sikap rutin tidak akan mendorong kita mencapai hal-hal baru. Ini jangan sampai terjadi di lembaga semacam LIPI, yang tugasnya melakukan penelitian." Pergantian ketua ini terjadi ketika lembaga nondepartemen itu hampir genap berusia 17 tahun, dengan Bachtiar lebih dari 10 tahun di tampuk kepemimpinan. Ketika ia menerima jabatan ketua dari Prof. Dr. Sarwono Prawirohardjo (almarhum), 1973, LIPI -- yang dilebur dari Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) dan Lembaga Research Nasional eks Departemen Research Nasional -- didukung 1.301 karyawan, dengan tenaga peneliti 68 orang. Dalam satu dasawarsa, jumlah karyawan meningkat hingga 3.999, dan 280 di antaranya tenaga peneliti. Anggaran belanja mencuat dari Rp 445 juta pada 1973/1974 menjadi Rp 7.133.937.000 pada 1983/1984. Kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi dilancarkan melalui 10 lembaga dan satu pusat dokumentasi, yang dikelompokkan dalam tiga bidang: ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan, ilmu pengetahuan alam, serta teknologi. Bagaimana menilai langkah Bachtiar selama satu dasawarsa terakhir ini? "Baik sekali, beliau dulu dari P & K juga," ujar Dr. Daoed Joesoef, anggota DPA, dan Ketua Dewan Direktur CSIS. Pendapat senada dilontarkan pula oleh Dr. Bambang Bintoro, Direktur Pusat Teknologi Pembangunan (PTP) ITB. Lomba karya ilmiah, misalnya, disebut Bambang sebagai, "hasil positif, karena menarik minat remaja untuk melakukan penelitian." Contoh itu memang masih boleh dipertanyakan. Apalagi mengingat munculnya Lomba Karya Ilmu Pengetahuan bagi Remaja, yang diselenggarakan Departemen P & K, dengan mutu dan kualitas juri tak kalah ampuh. Deputi Ketua LIPI Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan, Dr. Mochtar Buchori, tak berbicara banyak ketika dimintai pendapat. "Yang penting, katanya, "bagaimana melayani pemerintah untuk rakyat, mengabdi masyarakat melalui pemerintah, dan mengabdi kemanusiaan melalui ilmu." Rektor ITB, Dr. Hariadi Supangkat, melihat LIPI selama ini, "Belum melibatkan lembaga penelitian di perguruan tinggi." Sebuah sumber lain menyinggung banyaknya riset terapan dan "kontrak besar" yang dilakukan LIPI, sehingga "strategi dasar riset di LIPI terlupakan". Bachtiar sendiri, dalam pengantar memori serah-tugas yang tercetak rapi, dengan kata berbunga-bunga merendah,"... Sekiranya LIPI dipandang hampa tiada berbakti pada Ibu Pertiwi tercinta, maka hal itu adalah tanggung jawab ketua semata-mata." Kedatangan Doddy, 59, tampaknya disambut hangat. "Dia tulus dan jujur," ujar seorang staf LIPI. Sudharmono menyebut ayah tiga anak yang gemar berkemah dan berjalan kaki itu, "Bukan orang asing di lapangan ilmu dan penelitian." Sedangkan untuk Daoed Joesoef, "Doddy akan lebih dapat menggalang hubungan para peneliti dengan lembaga lain, misalnya universitas." Doddy, tampaknya, memang bisa diharapkan dalam urusan "menggalang hubungan" tadi. Ditemui TEMPO sehari menjelang pelantikan, ia berjanji, "akan meningkatkan kualitas melalui kerja sama." Misalnya, dengan BPPT, perguruan tinggi, dan lembaga penelitian lainnya. Menurut ahli fisiolog pertumbuhan ini, LIPI harus mampu meningkatkan kualitas peneliti. "Selama ini, saya lihat, belum ada yang menonjol," ujar doktor lulusan Friedrich Wilhelm Universitat, Jerman Barat, itu. Mochtar Buchori menilai, "Pak Doddy akan mendukung setiap sikap ilmiah di LIPI." Ia, menurut Hariadi Supangkat, "mempunyai integritas yang tinggi, dan cenderung mengajak semua pihak untuk memajukan ilmu penetahuan." Doddy juga tokoh yang diharapkan lebih mengembangkan ilmu dan teknologi dalam sebuah konsep nasional. Misalnya, melalui kerja sama dengan Menteri Riset dan Teknologi. Dengan konsep nasional itu, LIPI diharapkan bisa bekerja sama untuk tujuan spesifik. Antara lain, kerja sama dan penelitian dengan perguruan tinggi dalam bidang ilmu tertentu. Bachtiar Rifai, sementara itu, tak banyak berkomentar. "Masak kita menilai diri sendiri," katanya kepada TEMPO sehari sebelum serah terima. Ia juga tidak menjawab pertanyaan mengenai jabatan duta besar, yang konon akan diterimanya dalam waktu dekat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini