JIKA Anda berminat melihat kerbau purba berusia hampir dua juta tahun, atau ganggang laut dari Kanada yang berumur sekitar 570 juta tahun, datanglah ke Bandung. Di Jalan Diponegoro 57, tidak jauh dari Kantor Gubernur Jawa Barat yang juga disebut Gedung Sate, tegak sebuah bangunan yang menyimpan sekitar 90.000 koleksi tak tepermanai. "Di sini kami memiliki koleksi pithecanthropus paling lengkap," ujar Soewarno Darsoprajitno, yang "punya rumah". Kebanggaan Soewarno, 51, tak berlebihan. Museum Geologi yang dipimpinnya memang khazanah paling lengkap dan eksklusif dalam jenisnya di Asia Tenggara. Di sini misalnya, bisa disaksikan fosil kuda nil (hippopotamus simplex von koeningswald) yang pernah hidup di tepi Kali Glagah, Bumiayu, Jawa Tengah, sekitar 1,8 juta tahun silam. "Sayang, penelitiannya belum tuntas," kata Soewarno. Rahang atas binatang purba itu, misalnya, belum ditemukan. Namun dengan temuan ini, "Paling tidak bisa dibuktikan bahwa kuda nil pernah hidup di Indonesia," ujar Soewarno menambahkan. Dari Desa Ngandong di lembah Bengawan Solo yang termasuk Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, hadir stegodon trigonocephalus martin, yang hidup pada masa Plestosen Atas, sekitar sejuta tahun lampau. Gajah purba keturunan mastodon ini mencapai tinggi hampir tiga meter. Sang mastodon sendiri, yang berumur sekitar 10 juta tahun dan ditemukan di kawasan Kali Glagah, ikut mangkal di gedung yang sama. Memasuki ulang tahunnya ke-55, Rabu pekan ini, Museum Geologi yang diresmikan pada 16 Mei 1929 itu tak banyak berubah. Direncanakan oleh Ir. Menalda van Schouwenburg, dan mulai dibangun setahun sebelum peresmian, pada Zaman Hindia Belanda gedung yang berdiri di Rembrandt Straat itu dikenal sebagai Geologisch Museum Bandung, atau Geologisch Laboratorium. Peresmian gedung ini dipilih bertepatan dengan Kongres Ilmu Pengetahuan Asia-Pasifik ke-4, di kota yang sama. Menjelang Perang Dunia II, Angkatan Udara Hindia Belanda memerintahkan museum dikosongkan. Koleksi, yang ketika itu sudah memenuhi sekitar 100 lemari dan 15.000 contoh, dipindahkan ke tempat tersebar. Museum sendiri mengalami beberapa kali ganti nama. Mulai Geologiesche Dienst, Kogyoo Zimusho, Cisitsu Cosayo, lalu akhirnya Museum Geologi -- sampai sekarang. Sejak 1946, empat orang bergantian mengepalai museum itu: G.A. de Neve, Sanjoto Soeseno, T. Soeradi, terakhir Soewarno Darsoprajitno. Dengan ruang pameran tetap luas sekitar 1.000 mFD, gedung ini dibagi menjadi ruang palaentologi, ruang peta, ruang batuan mineral/bahan galian, ruang geologi umum/mineral luar negeri, dan ruang gunung api. Sayang, di ruangan terakhir ini belum terdapat batuan Gunung Galunggung. "Padahal, lokasinya dekat, dan materialnya banyak," ujar Prof. de Neve, yang kebetulan datang ke Bandung menjelang ulang tahun itu. De Neve, yang memimpin museum ini 1946-1954, juga mengeluhkan tempat yang terasa semakin sempit. Padahal, masih banyak koleksi yang belum dipajang. Itu sebabnya kini dibangun gedung baru di Jalan Pasteur, Bandung, khusus untuk koleksi temuan baru. Ruang peta, yang berada di tengah, juga akan diubah menjadi ruang Wawasan Nusantara. Ada pula koleksi museum ini yang terdampar ke Museum Arkeologi UGM, Yogya, sampai sekarang. Yaitu fosil pithecanthropus erectus, temuan Dr. Eugene Dubois di Trinil, 1891. Pada Zaman Belanda, fosil ini dipinjam Gelog von Koeningswald untuk enam tahun, dan dibawa ke New York, AS untuk diteliti. Koeninswald kemudian tidak memulangkan fosil itu ke Bandung, melainkan ke Negeri Belanda. Setelah berjuang 20 tahun, barulah pada 1970 pemerintah Indonesia berhasil "merayu" Belanda, yang menugasi von Koeningswald sendiri mengantarkan fosil manusia-kera itu ke . . . UGM, Yogyakarta. Kini, Musem Geologi yang berada di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi, itu rata-rata menerima 6.000 pengunjung setiap bulan. Sebagian besar murid SD. Di ruangan museum dengan suhu dan kelembaban rendah itu, mereka tidak saja berkenalan dengan pelbagai makhluk purba yang sudah tersohor, seperti mastodon dan kuda nil tadi. Melainkan juga dengan binatang baheula yang tidak begitu ngepop. Misalnya, pentamerus subangularis, hewan air yang ditemukan di sekitar perairan Subang, Jawa Barat, dan berusia 375 juta tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini