Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Sekolah Perencanan Indonesia (ASPI) menyerahkan rekomendasi soal strategi perencanaan dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) kepada utusan khusus presiden untuk kerja sama internasional IKN, Bambang Susantono.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum ASPI, Adiwan Fahlan Aritenang, mengatakan usulan ini diperlukan karena IKN memiliki visi, misi, dan landasan filosofis pembangunan berkelanjutan yang perlu semakin dikembangkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi pagi ini kami sudah menyerahkan hasil diskusi kami dari ASPI kepada Pak Bambang Susantono, dan ada 4 skenario yang sudah kami siapkan untuk ke depannya,” ujar Adiwan usai konferensi pers di Kantor Utusan Khusus Presiden, Jakarta Pusat, Jumat, 11 Oktober 2024.
Adiwan menjelaskan, pemindahan IKN ditentukan melalui terbitnya Keputusan Presiden yang saat ini masih belum diputuskan. “Skenario perencanaan merupakan perangkat yang dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi masa transisi pembangunan, khususnya bagi pembangunan IKN di tahap kedua (2025-2029),” tuturnya.
ASPI merumuskan ada 2 variabel strategis, yakni keputusan perpindahan Ibu Kota Negara dari Jakata ke IKN, serta ketersediaan anggaran untuk pembangunan IKN. Dengan kedua variabel strategis ini, ASPI menyusun 4 alternatif skenario pemindahan ibukota.
Pertama adalah skenario ideal, yakni pemindahan ibu kota diputuskan dilaksanakan dengan anggaran yang cukup. Kedua adalah skenario Peluang 1, dengan arti pemindahan ibu kota belum ditetapkan meskipun anggaran cukup. Ketiga adalah skenario Peluang 2, dengan Pemindahan ibu kota dilaksanakan, namun anggaran tidak cukup. Keempat, adalah skenario tantangan, dengan arti pemindahan ibu kota belum dapat dilaksanakan dan anggaran tidak cukup.
Pada skenario dengan Peluang 1 dan Peluang 2, ASPI merekomendasikan diterapkan konsep “Twin Cities”, yaitu adanya dua kota utama yang menjalankan fungsi-fungsi administrasi pemerintahan selama periode tertentu.
Pada situasi Peluang 1, dapat diterapkan skenario Twin Cities dengan Jakarta sebagai ibu kota de jure dan IKN sebagai ibu kota de facto. “Di masa transisi, IKN diposisikan sebagai kota yang mengadopsi fungsi utama non-pemerintahan tertentu, misalnya research and education hub,” kata dia.
Pengadopsian fungsi tersebut disertai dengan pemindahan bertahap dari sebagian fungsi publik pemerintahan nasional dari kementerian dan lembaga yang relevan, misalnya BRIN, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional, dan sebagainya.
Sementara di situasi Peluang 2, dapat diterapkan skenario Twin Cities dengan IKN sebagai ibu kota de jure dan Jakarta sebagai ibu kota de facto. Di masa transisi, kata Iwanda, IKN diposisikan sebagai kota pusat pemerintahan nasional parsial yang mengakomodasi sebagian kementerian pendukung fungsi inti pemerintahan. Misalnya, Kementerian Sekretaris Negara, Sekretariat Kabinet, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Luar Negeri.
“Untuk skenario keempat, kita lihat yaitu kondisi yang belum ideal, dimana Keppres belum ada dan juga anggaran terbatas. Maka di sini kami menyarankan agar IKN fokus pada liveable dan loveable cities yang layak untuk ditinggali sambil ber-progress hingga ke tahun 2045,” kata Iwanda.
Penasehat ASPI Iwan Rudiarto mengatakan, dari keempat skenario perencanaan itu, konsep Twin Cities yang paling mungkin untuk diterapkan. “Kalau menurut kami, twin cities ini decision yang paling realistis,” ujarnya.