Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membentuk Konsorsium Gempa Bumi dan Tsunami Indonesia (KGTI) untuk memperkuat sistem peringatan dini tsunami. Konsorsium tersebut berisi para pakar dan peneliti gempa dan tsunami dari berbagai kementerian atau lembaga, perguruan tinggi, dan praktisi kebencanaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Konsorsium ini sebagai respons BMKG terhadap kecenderungan aktivitas gempa yang terus meningkat dalam kurun beberapa tahun terakhir dan juga adanya fakta bahwa mekanisme pembangkit tsunami semakin kompleks," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam keterangan tertulis usai acara penandatangan Perjanjian Kerja Sama Sistem Processing InaTEWS (Tsunami Early Warning System) Merah Putih dan Peluncuran KGTI di Jakarta, Kamis, 25 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dwikorita mengatakan, kehadiran konsorsium untuk semakin meningkatkan kemandirian bangsa untuk penguatan operasional Sistem Peringatan Dini Tsunami. Strategi ini dilakukan sebagai bagian dari ikhtiar dan komitmen BMKG dalam mewujudkan zero victim.
Konsorsium dibagi dalam tiga kelompok kerja yaitu, pertama, kelompok kerja gempa bumi. Kedua, kelompok kerja tsunami. Ketiga, kelompok kerja evaluasi dan pengembangan atau penguatan sistem monitoring, analisis, dan diseminasi gempa bumi dan tsunami.
Monitor program simulasi tsunami di Gedung Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Jakarta, Selasa (11/11). Presiden SBY meresmikan sistem peringatan dini tsunami atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS). Tempo/Arnold Simanjuntak
Secara umum, lanjut Dwikorita, tugas utama KGTI adalah mendukung pengembangan InaTEWS, memberikan evaluasi, dan rekomendasi terhadap sistem operasional monitoring gempa bumi dan peringatan dini tsunami di BMKG. Dwikorita optimistis, kehadiran KGTI ini mampu memperkuat sistem peringatan dini tsunami yang dibangun oleh BMKG.
"Pelibatan ahli, pakar, dan peneliti dari berbagai institusi dan perguruan tinggi tentunya akan semakin memperkuat BMKG, terutama terkait data dan informasi yang dihasilkan," ujarnya.
Dwikorita menyebutkan mereka yang dilibatkan dalam konsorsium itu datang dari sejumlah perguruan tinggi di antaranya Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Selain itu beberapa pakar kebumian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Sebagai langkah awal, Kelompok Kerja Gempa Bumi disebutkan Dwikorita telah langsung digerakkan untuk relokasi data gempa BMKG 2009-2021 untuk identifikasi sesar aktif di Indonesia. Kelompok ini juga akan membuat Model Bumi Regional dengan progress memodelkan kecepatan gelombang seismik regional untuk meningkatkan akurasi penentuan parameter gempa bumi.
Sedangkan Kelompok Kerja Tsunami disebutkan langsung membangun pemodelan tsunami atipikal Gunung Anak Krakatau (GAK), Gunung Ruang, Gunung Rokatenda, dan Gunung Gamkonora. Menurut Dwikorita, semakin cepat konsorsium ini bergerak maka akan semakin baik, mengingat hingga saat ini bencana gempa dan tsunami tidak dapat diprediksi kapan akan terjadi.
"Ditambah fakta bahwa masih banyak sumber gempa yang belum terpetakan dengan baik, terutama sumber gempa di bawah laut," kata dia.
Alat deteksi dini peringatan Tsunami.(dokumentasi BNPB)
Dwikorita menyatakan bahwa identifikasi sumber bahaya gempa merupakan dasar dari mitigasi bencana, termasuk mengurangi risiko bencana tsunami. Harapannya, KGTI akan membantu mewujudkan informasi peringatan dini yang lebih cepat, lebih tepat, dan lebih akurat.
Menurut mantan Rektor UGM ini, salah satu inovasi yang dihasilkan adalah Sistem Processing Gempabumi dan Tsunami Merah Putih. Sistem karya anak bangsa itu akan dibuatnya menggantikan sistem processing gempa bumi dan tsunami yang dioperasikan saat ini.
"Pembangunan sistem ini adalah wujud kemandirian bangsa dan kepedulian negara terhadap jaminan keselamatan bangsa dari ancaman bahaya gempa dan tsunami," akata Kepala BMKG.