Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

sains

BRIN Gunakan Data Citra Satelit untuk Sistem Pemetaan Permukiman Kumuh Perkotaan

Permukiman kumuh adalah suatu area yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian dan tidak layak huni.

25 November 2024 | 11.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Organisasi Riset Elektronika dan Telekomunikasi (OREI) tengah mengembangkan sistem pendukung keputusan berbasis citra satelit untuk memetakan permukiman kumuh di perkotaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Riset itu berjudul “Pengembangan Sistem Pendukung Keputusan Pemetaan Daerah Kumuh di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra Data Satelit.” Riset ini diklaim dapat mendukung program dan rencana strategis pemerintah dalam peningkatan permukiman yang berkualitas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Satrio Adi Priyambada, peneliti di Pusat Riset Sains Data dan Informasi selaku koordinator tim riset, mengatakan bahwa permukiman kumuh adalah suatu area yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian dan tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.

“Rendahnya kualitas permukiman muncul sebagai dampak dari pertumbuhan penduduk yang tinggi, salah satunya laju urbanisasi. Oleh karena itu, pemetaan terhadap daerah kumuh agar pemerintah dapat menentukan rencana tata ruang daerah perkotaan khususnya di Kota Jakarta dan Medan yang dijadikan sebagai lokasi kegiatan. Diharapkan penelitian ini membantu program pemerintah untuk mengurangi daerah kumuh dan meningkatkan kualitas masyarakat,” kata Satrio melalui keterangan tertulis, Senin, 25 November 2024.

Lokasi kegiatan yang dipilih adalah Jakarta untuk mewakili Jawa dan Medan mewakili Sumatera. “Pemilihannya sendiri berdasarkan perwakilan kota besar di pulau besar di Indonesia dengan pertimbangan jumlah populasi dan kepadatan penduduk berdasarkan data dari BPS,” kata Satrio.

Lebih lanjut Satrio menjelaskan bahwa riset ini menggunakan referensi data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Badan Pusat Statistik, dan juga Direktorat Pengembangan Kawasan Permukiman mengenai Kriteria, Indikator dan Kategori Kumuh.

Peneliti menentukan definisi permukiman kumuh sebagai acuan dalam melakukan anotasi, yaitu keteraturan bangunan, SHP kumuh per kota, area bantaran sungai dan rel kereta, kerapatan bangunan, kondisi jalanan, perbedaan nilai spectral secara visual, material bangunan, dan ketersediaan drainase dan pembuangan sampah.

Model development yang diterapkan dalam riset ini adalah Data Acquisition, Data Pre-Procesing, CNN Data Preparation, Model Training dan Analysis and Evaluation. “GEOMIMO atau Geo Informatika Multi Input Multi Output merupakan sebuah platform digital inovatif yang mengintegrasikan data citra satelit untuk mendukung pengambilan keputusan di berbagai bidang strategis. Platform SPK GEOMIMO adalah wadah di mana ke depannya akan digunakan untuk menampung aplikasi/model terkait DSS based on remote sensing,” kata Satrio.

Menurut Satrio, pengembangan dari riset ini adalah perlu adanya perbaikan model dan penambahan model atau pemetaan lain. “Untuk slum area (daerah kumuh) sendiri, ke depannya akan dilakukan perbaikan model kembali dengan menggunakan data yang baru dan juga menambah klasifikasi area. Untuk tahap awal, yang dimasukkan ke dalam platform, yaitu terkait area kumuh di perkotaan. Dan juga terdapat dua model lain, yaitu crop monitoring (padi) dan hot spots,” ucap Satrio.

 

 

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus