Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Puncak Jaya di Pegunungan Jayawijaya, Papua, menjadi satu-satunya puncak gunung pemilik gletser atau lapisan es di daerah tropis. Di banyak peta dunia puncak setinggi 4.884 meter di atas muka lau tersebut dijuluki Carstensz Top yang tergolong puncak tertinggi di dunia, bersama-sama dengan Puncak Himalaya dan Puncak Andes.
Peneliti dari Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto menceritakan kalau Suku Amungme, Papua, pemilik hak ulayat atas kawasan Puncak Jaya, menamakan puncak bersalju ini Nemangkawi Ninggok. "Artinya, anak panah berwarna putih," katanya Tempo, Minggu, 16 Februari 2020.
Nama Puncak Carstensz sendiri bermula dari 1623, saat pelaut Belanda, Jan Carstensz, dalam pelayarannya melintasi pantai selatan Laut Arafura. Melalui teropongnya, dia melihat adanya puncak yang hampir seluruhnya diselimuti salju.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Danau Larson berada di punggung pegunungan Jayawijaya, hanya petualang sejati yang bisa menikmati keindahan danau terpencil ini. Foto: @yusman_syahar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan perjalanannya jadi bahan cemoohan orang-orang Eropa yang sulit menerima kenyataan bahwa di daerah tropis dekat katulistiwa bisa ditemui adanya salju," kata Hari, "Puncak yang dilihat Cartensz tersebut kemudian diberi nama Puncak Carstensz, yang sekarang dikenal dengan nama Puncak Jaya.”
Nama Puncak Jaya adalah kependekan dari Puncak Jayakesuma, nama resmi yang diberikan pada puncak ini setelah Papua kembali ke Indonesia—sebelumnya dikuasai Belanda.
Kini, pegunungan bersalju di Papua merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Lorentz, yang telah diakui oleh UNESCO. Nama ini berasal dari orang Belanda bernama H. A. Lorentz. Dia yang memimpin ekspedisi pertama ke pedalaman Pegunungan Jayawijaya pada 1907 lalu.
Misi itu didampingi oleh satu detasemen militer bersenjata yang bertujuan untuk melindungi para anggota tim dari kemungkinan adanya serangan dari orang Papua. Tim ini memulai penjelajahan mereka dari pesisir tenggara Papua.
“Mereka menyusuri hulu Sungai Noord atau Sungai Utara dengan perahu yang di kemudian hari dikenal sebagai Sungai Lorentz. Selanjutnya mereka meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki melintasi kawasan hutan hujan tropis,”
Meski tim ekspedisi ini berhasil masuk agak jauh ke pedalaman, mereka akhirnya memutuskan menghentikan perjalanan karena adanya serangan penyakit beri-beri sebagai akibat dari kekurangan vitamin. Selain itu, mereka juga kehabisan bahan makanan dan air. Ekspedisi ini dianggap gagal karena tidak berhasil mencapai pegunungan bersalju yang menjadi target utama.
Pada 1909, Lorentz kembali mengadakan ekspedisi kedua. Dalam perjalanannya, tim ekspedisi ini mengikuti rute yang sama seperti rute yang ditempuh oleh tim ekspedisi sebelumnya. Mereka akhirnya berhasil mencapai gunung bersalju, walau tak sampai di puncaknya.
Puncak Jaya. TEMPO/Rully Kesuma
Namun, pada 1962, Puncak Jaya berhasil ditaklukkan oleh tim ekspedisi yang juga dari Belanda, yang dipimpin Heinrich Harrer. Petualang ini dibantu di antaranya seorang Selandia Baru bernama Philip Temple.
"Dia sebenarnya orang yang paling berjasa dan pantas disebut namanya sebagai kunci prestasi ini," kata Hari soal Temple. "Dia yang sebelumnya melakukan pekerjaan awal yang pada akhirnya sangat membantu memuluskan perjalanan tim ekspedisi pimpinan Harrer.”
Temple disebut telah melakukan berbagai survei terhadap beraneka jalur alternatif menuju puncak bersalju sekaligus membuat peta rute perjalanan tersebut. “Tapi ia kurang beruntung. Karena kehabisan dana dan logistik, Temple tidak berhasil mewujudkan impiannya menaklukkan Puncak Jaya,” kata Hari lagi.