Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan Informasi Geospasial (BIG) kini kewalahan menampung jumlah peserta dari utusan kementerian dan lembaga yang menjadi anggota Kelompok Kerja Peta Tematik. "Kami mengundang 150 orang, yang hadir 170," kata Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik BIG Priyadi Kardono dalam acara "Sarasehan Pelaksanaan Instruksi Presiden tentang Moratorium Izin Hutan" yang diadakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Wetlands International di Jakarta kemarin.
Ada 11 kelompok kerja yang berjalan bersamaan, antara lain kelompok tutupan hutan, mangrove, sumber daya kelautan, dan bencana alam. Badan ini memang berhasil mengkoordinasi pembuatan satu peta (one map). Ini memang amanat dari Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru di Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut atau dikenal sebagai Inpres Moratorium.
Sebelumnya, kata Priyadi, peta yang dibuat beberapa kementerian atau lembaga berbeda-beda hasilnya. Padahal lahan atau obyeknya sama. Permintaan agar mereka menyerahkan izin yang telah dikeluarkan juga lambat pengirimannya. Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto (ketika itu), ujar Priyadi, hanya senyum-senyum ketika pihaknya meminta data.
Setelah Inpres Moratorium keluar, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto meminta sejumlah instansi mengirim datanya dan bersama-sama BIG membuat satu peta. Baru setelah itu mereka mengirimkan data dan terbuka. "Pak Kuntoro memang jos, semua kementerian dan lembaga takut," kata Priyadi.
Selama dua tahun ini, peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB) mengalami tiga kali revisi. Mereka sedang menyusun peta dengan skala 1:50.000. Satu peta memang salah satu keberhasilan Inpres Moratorium. Senin lalu, aturan itu diperpanjang melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penundaan dan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.
UKP4 mengklaim sebagian besar pencapaian dari Inpres Moratorium berhasil dilaksanakan (lihat tabel). Namun, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Perkebunan Kelapa Sawit (Gapki) Fadil Hasan menilai inpres itu gagal dalam hal perbaikan tata kelola hutan dan mengidentifikasi lahan-lahan telantar untuk kepentingan ekonomi. "Seharusnya dua hal itu yang menjadi fokus," katanya dalam acara sarasehan.
Menurut Fadil, moratorium atau jeda izin hutan selama ini merugikan dunia usaha. Persepsi banyak pihak, katanya, membenarkan tuduhan bahwa kerusakan hutan selama ini bersumber dari perkebunan kepala sawit. Dia mengklaim pihaknya sudah mengikuti aturan yang ada. Namun sejumlah lembaga swadaya menyodorkan data deforestasi di lahan gambut yang dilakukan perkebunan besar. Termasuk, izin untuk memperluas lahan.
Peserta sarasehan mendukung perpanjangan Inpres Moratorium. Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup, Arief Yuwono, menjelaskan lahan gambut memiliki fungsi ekologis penting. "Termasuk, pengendali iklim global melalui kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan karbon," katanya.
Guru besar IPB Budi Mulyanto menyayangkan bahwa Inpres Moratorium mengecualikan izin pada sektor pertambangan, seperti batu bara. Padahal, katanya, dampak negatif pembukaan tambang batu bara sangat luar biasa, dari kerusakan bentang alam sampai ribuan ton emisi yang dikeluarkan oleh aktivitas itu. Apalagi bupati royal mengeluarkan izin semacam itu di wilayahnya demi mendapatkan biaya politik.
"Apakah UKP4 tidak tahu praktek semacam ini atau pura-pura tidak tahu," katanya.
Menurut Bondan Andriyanu, dari Sawit Watch, selama tiga kali perbaikan PIPIB ternyata dimanfaatkan investor untuk memutihkan kesalahan yang sudah dilakukan. Hal itu terjadi, kata dia, karena tidak ada tindakan tegas atas pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang sudah menanam dan membuka perkebunan atau tambang di area hutan dan gambut. Pada setiap perbaikan, ujarnya, luas lahan yang masuk peta makin berkurang.
Selain itu, katanya, pemberian izin perkebunan sawit tetap berlangsung. Pada sisi lain, lembaga ini menilai tidak ada perlindungan yang jelas terhadap tanah masyarakat. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2009 juga bertolak belakang dengan Inpres Moratorium. Peta HGU perkebunan sawit selama ini terlalu kecil (1:50.000). "Ini berpotensi menimbulkan konflik dengan lahan masyarakat," kata Bondan. Dia mengusulkan peta HGU diperbesar hingga skala 1:10.000, sehingga mereduksi tingkat konflik dengan masyarakat.
Kemarin, 14 lembaga masyarakat sipil mengeluarkan pernyataan terhadap keluarnya Inpres Nomor 6 Tahun 2013. "Agar benar-benar dilaksanakan prinsip-prinsip transparan, akuntabel, partisipatif, jujur, dan adil," tulis mereka. Menurut Bondan, prinsip itu terkait dengan wilayah dan luasan hutan yang telah mendapatkan persetujuan prinsip dan pelepasan serta pinjam-pakai kawasan dari Menteri Kehutanan. Termasuk, definisi dari pelaksanaan pembangunan nasional yang bersifat vital, yaitu geotermal, minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, serta lahan untuk padi dan tebu.
Pemerintah juga diminta mengaudit izin pemanfaatan hutan atau penggunaan kawasan hutan. Selain itu, kata Bondan, menghentikan pemberian perpanjangan izin atas pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. Mereka menuntut restorasi ekosistem tidak menghilangkan hak kelola masyarakat yang tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan.UNTUNG WIDYANTO
Pencapaian Inpres Moratorium [2 tahun]
STATUS SAAT INI (Maret 2013) | TARGET CAPAIAN (pada 20 Mei 2013) | |
KEMENTERIAN KEHUTANAN | ||
Penundaan Izin Baru | Sosialisasi rencana aksi penundaan izin baru kepada gubernur dan mengumumkan aplikasi izin yang ditunda melalui website. | Diumumkannya aplikasi izin yang ditunda melalui website. |
Perbaikan tata kelola perizinan | Revisi Keputusan Menteri mengenai Izin Pinjam Pakai telah disahkan. | Revisi Keputusan Menteri mengenai IUPHHK telah disahkan, disertai insentif untuk pelaksanaan restorasi ekosistem. |
Prosedur Pelayanan Informasi Perizinan telah disahkan (www.lpp.dephut.go.id). | Database pemegang sertifikasi PHPL dan SVLK hingga Maret 2013 telah diperbarui. | |
Revisi Keputusan Menteri telah diimplementasikan. | Pelayanan Informasi Perizinan telah berjalan. | |
Database pemegang sertifikasi PHPL dan SVLK hingga Maret 2013 telah diperbarui. | Sertifikasi izin kehutanan melalui PHPL (Pengelolaan Hutan Produksi Lestari) dan SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu). | |
Tata kelola lahan kritis | Peta digital Kawasan Hutan Open Access (www.kph.dephut.go.id) dipublikasikan. | Izin baru di Kawasan Hutan Open Access sampai Maret 2013 telah diterbitkan. |
Keputusan Menteri untuk mencadangkan area untuk hutan masyarakat dan restorasi ekosistem telah diterbitkan. | Dikeluarkannya izin baru di wilayah Open Access yang rusak dan tidak ada pemiliknya. | |
Pemutakhiran Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB) | Kementerian Kehutanan mengeluarkan PIPIB Revisi ketiga. | Verifikasi lapangan untuk pengembangan PIPIB skala 1:50.000 di kabupaten pilot. |
Verifikasi lapangan untuk pengembangan PIPIB skala 1:50.000 di kabupaten pilot. | PIPIB skala 1:250.000 untuk seluruh Indonesia sebagai acuan. | |
BADAN INFORMASI GEOSPASIAL | ||
Penundaan Izin Baru | Standar nasional untuk lahan gambut telah disusun. | Survei Terpadu untuk PIPIB sedang berlangsung. |
Peta tematis tentang tutupan hutan dan gambut. | Adanya standar nasional untuk lahan gambut. | |
Mekanisme untuk menggunakan geoportal (ina.sdi.go.id) sebagai konsolidator peta antar-kementerian telah dibakukan. | Survei terintegrasi untuk pembaruan PIPIB. | |
Peta tematik untuk izin dan perubahan tutupan lahan. | Peta tematik detail 1:50.000 untuk lokasi terpilih. | |
Mekanisme untuk menggunakan geoportal (ina.sdi.go.id) sebagai konsolidator peta. | ||
Berdasarkan Participatory Governance Assessment 2011-2013 di 10 Provinsi Berhutan UNDP Indonesia (skala 1-5)
Transparansi | 2.67 |
Partisipasi | 2.45 |
Indeks Total | 2.35 |
Ekuitas | 2.34 |
Kapasitas | 2.32 |
Akuntabilitas | 2.26 |
Efektivitas | 1.98 |
Masalah Utama
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo