Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Dewi Sri dari Pesisir

Padi kini bisa tumbuh di air asin, doyan berendam, dan menghasilkan beras lebih banyak

6 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Padi liar itu segera menarik perhatian Arun Lahiri Mazumder. Akarnya mencengkeram tanah yang terendam air asin di hutan mangrove Sunderbans, delta Sungai Gangga, India.

Belum pernah ada padi unggul yang bisa tumbuh di air yang asin seperti Sunderbans. Maka, Mazumder, pemimpin Bose Institute, sebuah pusat riset genetika tanaman di Kolkata, India, memindahkan kesaktian padi liar Porteresia coarcata itu ke padi unggul. Rabu dua pekan lalu, dalam Kongres Padi Internasional 2006 di New Delhi, ia mempublikasikan hasilnya. ”Temuan ini banyak manfaatnya bagi pertanian India dan dunia,” ujarnya dengan bangga.

Bagi India, padi unggul Sunderbans siap mendongkrak produksi beras. Sunderbans siap ditanam di sejuta—dari seluruhnya 42 juta—hektare sawah negeri itu yang berada di wilayah pesisir, yang tersebar di Negara Bagian Bengal Barat, Orissa, Andhra Pradesh, Tamil Nadu, Kerala, hingga Maharastra. Sawah baru pun siap dibuka di mana pun di sepanjang pesisir India.

Sunderbans tak cuma untuk daerah pesisir, karena sawah di pedalaman India yang menggunakan air bawah tanah juga banyak yang terkontaminasi garam. ”Diperkirakan setengah dari lahan irigasi itu terpengaruh air asin,” tulis S. Thirumeni, K. Ezhilmaran, K. Seetharam, dan Issac Sunil dalam presentasi di kongres yang sama, yang berlangsung pada 9–13 Oktober.

Padi ini juga untuk Indonesia. Inilah padi terbaik untuk persawahan di Aceh dan Sumatera Utara yang terkena bencana tsunami pada penghujung 2004. Air laut yang naik ke sawah saat bencana itu terjadi membuat tanah lebih bergaram, hingga padi biasa tak bisa tumbuh.

Jangan lupa, Indonesia adalah negeri dengan sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai sekitar 81 ribu kilometer. Sebagai pemilik garis pantai terpanjang kedua di dunia, 80 persen penduduk hidup dan bercocok tanam, termasuk padi, di pesisir pantai. Padi dengan toleransi pada garam yang setinggi Sunderbans sangat diperlukan di wilayah-wilayah ini.

Keinginan untuk mengembangkan padi yang siap disemai di sawah berair asin atau kerap asin sesungguhnya cerita lawas. Sudah lama riset padi tahan garam dilakukan. International Rice Research Institute, IRRI, misalnya, sudah mempunyai setidaknya 47 varietas padi yang toleran terhadap garam. Indonesia juga punya beberapa varietas padi tahan air asin, di antaranya varietas unggul Banyuasin, Kapuas, Lalau, Lambur, Mendawak, dan Cisadane. Namun, ketahanannya terhadap garam tak ada yang setara Sunderbans.

Varietas Sunderbans adalah berkah dari penelitian sebelumnya, tentang proses-proses biologis pada tanaman di delta Sungai Gangga yang tahan terhadap kadar garam tinggi. Dari penyelidikan itu ditemukan, gen yang membuat tanaman sangat toleran terhadap garam adalah enzim inositol synthetase.

Gen penghasil enzim yang akan mensintesis inositol juga ada dalam padi Porteresia coarcata. Jika gen ini bisa dipindahkan ke padi unggul, padi unggul itu niscaya akan dapat hidup sebaik Porteresia coarcata di air asin. Maka, sebuah atraksi di level molekuler digelar: gen penghasil inositol diambil dari daun Porteresia dan dicangkokkan ke bibit padi unggul yang jadi target. Singkat cerita, bibit unggul itu akhirnya mengandung gen penghasil inositol dan tumbuhlah ia dengan nyaman di paya-paya Sunderbans.

Bose Institute yang sudah mempublikasikan temuan ini di Journal of Biological Chemistry terbitan American Society for Biochemistry and Molecular Biology kini sedang menunggu hak paten gen Sunderbans dari lembaga di Amerika Serikat dan Eropa. Juli lalu, gen ini juga sudah diberikan ke Bank Gen Internasional.

Kisah Dewi Sri dari pesisir bukan satu-satunya cerita di Kongres Padi Internasional 2006. Ada dewi padi yang lain. Alkisah, tim dari IRRI di Filipina bersama Universitas California, Amerika Serikat, berhasil menciptakan sang dewi yang tahan berendam di air berminggu-minggu berkat penambahan gen khusus. Gen itu, yang diberi nama Sub 1A, membuat padi yang ditenggelamkan banjir dapat bertahan tanpa kerusakan berarti selama dua minggu.

Manfaat kemampuan bertahan dalam air ini tak ternilai. Selama ini banyak padi yang gagal dipanen cuma gara-gara terendam banjir selama empat hari. Karena kejadian seperti ini, petani di Asia Selatan dan Asia Tenggara mengalami kerugian triliunan rupiah per musim tanam. Karena itu pula, ”Selama setengah abad ini para peneliti telah menguji coba varietas-varietas padi yang toleran terhadap kondisi banjir,” kata David Mackill, ahli biologi IRRI.

Persis seperti yang dilakukan terhadap gen penghasil inositol, para ahli IRRI menyisipkan gen tahan banjir Sub A1 ke varietas padi unggul. Di lahan percobaan, padi unggul dengan gen sakti itu mampu bertahan dalam air selama dua pekan atau 10 hari lebih lama dari padi tahan banjir lainnya. Berasnya juga tidak rusak.

Mazumder menyambut temuan itu dengan bungah. Ia sadar betul banjir merupakan masalah serius bagi pertanian di India timur. Benaknya sudah penuh khayalan. Ia menginginkan varietas padi yang memiliki gen Sub 1A sekaligus gen inositol. ”Kita pun bakal memiliki padi yang tahan terhadap banjir dan air asin,” ujarnya.

Agaknya, Indonesia tak boleh ketinggalan oleh India dalam hal menciptakan Dewi Sri yang tahan air asin dan doyan berendam, karena banjir kian sering terjadi di wilayah pesisir Indonesia. Pada 1999, sedikitnya 7.000 desa pesisir dilanda bencana banjir. Pada 2003, yang kena musibah membengkak jadi 12 ribu desa—90 persen di antaranya merupakan desa pesisir yang telah kehilangan ekosistem hutan mangrove. Bahkan di Pulau Jawa, jumlah desa pesisir yang terkena banjir meningkat empat kali lipat pada periode 1996 hingga 2003, dengan jumlah total 3.000 desa.

Setelah Dewi Sri siap hidup di pesisir, doyan berendam, adakah yang lainnya? Para ahli padi masih punya banyak keinginan, di antaranya, bodi Dewi Sri harus lenjang, namun buahnya ranum, empuk, harum, dan banyak.

Semua keinginan itu mungkin diwujudkan. Caranya, ”Lakukan riset yang menyeluruh, lalu padukan dengan pemuliaan molekuler dan proses hibridisasi,” ujar Cheng Shihua, Ketua National Rice Research Institute China.

Menurut Shihua, inilah yang dilakukan di Cina sejak 10 tahun lalu, ketika mulai mengembangkan beras hibrida super yang memadukan beras hibrida Indica dan Japonica. Perpaduan itu telah menghasilkan 35 varietas beras hibrida super. ”Masing-masing menghasilkan padi lebih banyak per hektare dan lebih tahan terhadap hama penyakit,” ujarnya kepada Tempo, yang menghadiri perhelatan itu atas undangan Bayer CropScience, perusahaan berbasis riset yang di Indonesia memproduksi bibit padi Arize Hibrindo R-1.

Dengan cara itu produksi padi Cina digdaya. Produktivitas sawah per hektare di Cina paling tinggi di negara-negara Asia, yakni rata-rata 6,2 ton. Bandingkan dengan Indonesia yang 4,4 ton atau Vietnam yang 4,5 ton.

Untung Widyanto (New Delhi)

Varietas padi toleran garam Indonesia

VarietasTetua
LalanBarito/IR54/IR9575/IR54
LamburCisadane/IR9884-54-3
KapuasPelita I-1/CR94-12/IR20
BanyuasinCisadane/Kelara
CisadanePelita I-1/B2388
MendawakMahsuri/Kelara

Sumber: Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Subang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus