Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan gempa Lombok terjadi karena kawasan itu merupakan daerah rawan gempa. "Secara tektonik Lombok memang kawasan seismik (kegempaan) aktif," kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, Senin, 30 Juli 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam keterangan tertulis, dia menjelaskan bahwa Lombok berpotensi diguncang gempa karena terletak di antara dua pembangkit gempa dari selatan dan utara.
Dari selatan terdapat zona subduksi lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Pulau Lombok. "Sedangkan dari utara terdapat struktur geologi Sesar Naik Flores (Flores Back Arc Thrusting)," ujarnya.
Jalur Sesar Naik Flores memanjang dari Laut Bali ke timur hingga Laut Flores. Jalur itu berada sangat dekat dengan Pulau Lombok.
Berdasarkan peta aktivitas kegempaan atau seismisitas, seluruh Pulau Lombok banyak memiliki sebaran titik episenter atau sumber gempa. Artinya menurut Daryono, banyak aktivitas gempa di wilayah ini.
Meskipun kedalaman sumber gempa dan magnitudonya bervariasi, tampak jelas wilayah Lombok tergolong kawasan aktif gempa. Selain dari subduksi lempeng dan Sesar Naik Flores ada sesar lokal di Pulau Lombok dan sekitarnya.
Gempa tektonik bermagnitudo 6,4 kembali mengguncang Lombok, juga Bali dan Sumbawa pada Ahad, 29 Juli 2018, sekitar pukul 05.47 WIB. Sumber gempa berlokasi di darat pada jarak 47 kilometer arah timur laut Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat pada kedalaman 24 kilometer.
Sejak terjadi gempa utama Minggu pagi, 29 Juli 2018, hingga Senin malam, 30 Juli 2018, pukul 19.00 WIB, BMKG mencatat sudah terjadi 303 kali gempa susulan.
BMKG menyatakan gempa itu tergolong dangkal. Penyebabnya aktivitas Sesar Naik Flores (Flores Back Arc Thrust). Pembangkitnya deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault).
Beberapa gempa besar yang melanda Lombok berdasarkan riwayatnya, seperti gempa disertai tsunami Labuantereng, Lombok, 25 Juli 1856. Kemudian Gempa Lombok pada 10 April 1978 dengan magnitudo 6,7 merusak banyak rumah. Begitu pula saat gempa 21 Mei 1979 dengan magnitudo 5,7.
Dalam hitungan hari, gempa kembali muncul dengan kekuatan yang naik. Pada 30 Mei 1979 lindu bermagnitudo 6,1 selain banyak merusak rumah, tercatat menewaskan 37 orang.
Gempa Lombok terulang pada 20 Oktober 1979 yang bermagnitudo 6,0. Kemudian pada 1 Januari 2000, lindu bermagnitudo 6,1 tercatat merusak 2.000 rumah. Gempa berikutnya yang bermagnitudo 5,4 pada pada 22 Juni 2013 M=5,4 kembali membuat banyak rumah warga rusak.