Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Gen Crystal di Balik Berondong

Dampak lingkungan jagung transgenik masih jadi kontroversi. Populasi serangga yang bukan jadi target bisa membeludak.

22 Oktober 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CHEF Wied Harry punya cara unik memperingati Hari Pangan Sedunia pada Selasa pekan lalu. Ia membagi-bagikan rainbow cakes berbahan tepung singkong kepada warga yang melintas di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.

Ahli gizi yang gemar memasak ini ingin menegaskan bahwa berbagai makanan lezat juga bisa dibuat dari bahan asli lokal, seperti singkong, ubi, sukun, dan sorghum. Pandangan Wied ini sejalan dengan misi aktivis Aliansi Desa Sejahtera.

Mereka berkumpul di depan Hotel Indonesia. Tujuannya tak cuma mengenalkan makanan lokal kepada warga Jakarta, tapi juga menggelar aksi protes terhadap kebijakan pemerintah yang dengan mudah mengimpor benih pangan dari luar negeri.

”Pemerintah semestinya melihat pada apa yang petani dan pemulia benih kita miliki,” kata Tejo Wahyu Jatmiko, Koordinator Nasional Aliansi Desa Sejahtera.

Tejo merujuk pada keputusan Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik pada September lalu. Komisi menyatakan dua varietas jagung RR NK603 dan Bt Mon89034, yang tergolong jenis transgenik, aman sebagai pakan. Rekomendasi itu, menurut Tejo, prematur karena hanya berdasarkan laporan proponen atau pemilik benih dan belum dilakukan pengujian di Indonesia.

Tudingan itu langsung dibantah Ketua Komisi Agus Pakpahan. Menurut dia, semua prosedur ilmiah sudah dijalani. ”Rekomendasi berdasarkan data sekunder. Ini dilakukan pula di banyak negara pada saat mengkaji produk transgenik,” ujarnya. Agus mencontohkan, Filipina dan sejumlah negara lain telah lebih dulu meloloskan jagung varietas RR NK603 dan Bt Mon89034.

Tanaman transgenik adalah tanaman yang disisipi atau memiliki gen asing dari spesies tanaman yang berbeda atau makhluk hidup lainnya. Gen ini menghasilkan racun bagi organisme pengganggu. Racun itu akan terus ada di dalam tanaman tersebut, meski dampaknya bagi mamalia dan manusia masih menjadi perdebatan.

Namun sebuah penelitian di Universitas Caen, Prancis, akhir bulan lalu, menemukan bahwa mencit yang diberi pakan mengandung NK603 mati lebih awal dibanding yang diberi pakan biasa. Hasil penelitian lain yang dilakukan Gilles-Eric Seralini dan rekannya itu menemukan, mencit yang diteliti mengidap tumor mammae serta mengalami kerusakan hati dan ginjal yang berat. Studi ini dipublikasikan dalam jurnal Food and Chemical Toxicology dan dipaparkan dalam konferensi pers di London, Inggris, beberapa waktu lalu.

Rekayasa transgenik pada dasarnya bertujuan mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan. Misalnya tahan suhu tinggi, suhu rendah, dan kekeringan; resisten terhadap organisme pengganggu tanaman; serta kuantitas dan kualitasnya lebih tinggi dibanding tanaman alami.

Pada jagung transgenik, para ahli mengintegrasikan sekuen DNA dari gen yang hendak disisipkan ke dalam genom (chromosome) berondong jagung. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk rekayasa genetika.

”Yang umum dipakai adalah dengan bantuan bakteri agrobakterium,” kata Profesor Bahagiawati, peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen). Bakteri ini banyak terdapat di alam.

Metode lain adalah penembakan dengan tekanan tinggi sehingga DNA dapat langsung menuju inti sel dan terintegrasi dengan kromosom tanaman. Setelah itu, gen yang telah disisipkan harus dikaji apakah dapat berfungsi seperti yang diharapkan.

Lalu apa bedanya dengan jagung hibrida? Jagung hibrida merupakan hasil persilangan yang berasal dari tetua yang berbeda genetika. Hasil persilangan itu jika ditanam bakal memberi hasil yang berbeda dari kedua induknya atau jauh lebih baik daripada kedua induknya. Namun, jika hasil biji jagung hibrida itu kemudian kembali ditanam, hasilnya berbeda dari tanaman induk.

Proses pembuatan jagung hibrida juga tak sama dengan pembuatan jagung transgenik. Kebanyakan jagung transgenik adalah juga jagung hibrida, tapi tak semua jagung hibrida merupakan jagung transgenik. Sebab, jika diinginkan, kita bisa membuat jagung transgenik yang bukan jagung hibrida.

Pada jagung NK603, gen yang disisipkan adalah CP4 EPSPS, yang berasal dari agrobakterium. Gen ini membuat jagung tahan terhadap herbisida glifosat (round-up) yang biasa dipakai untuk mengendalikan gulma. Ketika herbisida disemprotkan, hanya gulma yang mati, sedangkan jagungnya tidak. Andaikata disemprotkan ke tanaman jagung nontransgenik, tanaman ini dan gulmanya akan mati.

Herbisida glifosat telah dipakai di berbagai negara sejak 1972. Di Indonesia, pemakaiannya baru dimulai sejak 1988 sampai sekarang. Herbisida ini diperlukan untuk mengendalikan gulma, terutama di luar Jawa.

Pada jagung Mon89034, gen yang dimasukkan berasal dari bakteri Bacillus thuringiensis atau disebut gen Cry (berasal dari kata Crystal). Bakteri yang biasa disebut Bt ini juga banyak ditemui di alam, semisal di tanah. Bakteri ini sejak 1950-an digunakan sebagai biopestisida. Di Indonesia, biopestisida Bt juga telah banyak dipakai dan dijual. Kelemahan biopestisida adalah ia baru efektif bila dimakan oleh hama yang hendak dibasmi.

Kedua bakteri tersebut banyak dipilih lantaran mudah didapat dan sudah puluhan tahun digunakan. Menurut Bahagiawati, dengan bioteknologi, kegunaan gen CP4 dan gen Bt bisa dimaksimalkan.

Dwi Andreas Santosa, Ketua Program S-2 Bioteknologi Tanah dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor, ragu terhadap klaim semacam itu. Menurut dia, gen Bt mempengaruhi populasi serangga yang bukan jadi target. Bahkan populasi hama lainnya ikut meledak. Kondisi ini bagian dari dinamika ekologi di mana penurunan populasi suatu spesies mempengaruhi yang lain.

Andreas khawatir resistensi hama terhadap jagung transgenik ini bakal menyebabkan petani kembali menggunakan pestisida. Dari 1.000 yang lolos, misalnya, mungkin ada 1-2 hama yang resisten.

Dampak lain dari budi daya jagung transgenik tampak dari perpindahan gen ke tanaman lain. Tumbuhan milkweed, yang tumbuh di sekitar ladang jagung Bt, ternyata juga tercemar serbuk sari jagung meski dalam jumlah yang lebih rendah dari ambang batas toksisitas terhadap larva kupu-kupu monarch.

Dengan demikian, kata Andreas, perlu dianalisis lebih lanjut dampak buruk penyebaran gen tanaman transgenik ke tanaman lain yang mampu kawin silang dengan kerabat liarnya. Penyebaran gen dari tanaman transgenik juga sering dianggap sebagai ancaman terhadap keanekaan hayati, terutama pada tanaman liar yang sudah terancam punah.

Penggagas Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia ini juga khawatir terhadap dampak ekonomi dan sosial. Ia mempertanyakan bagaimana nasib petani jagung nontransgenik jika tanamannya tercemar serbuk sari jagung transgenik. Lalu ada ancaman hilangnya benih-benih lokal lantaran kalah bersaing.

Benih jagung transgenik, yang sudah dianggap sebagai pakan yang aman, pada tingkat berikutnya bisa direkomendasikan untuk ditanam. Ini memiliki konsekuensi pada ketergantungan petani. Untuk jagung RR NK603, misalnya, petani hanya bisa menggunakan produk herbisida merek tertentu.

Bila tanaman transgenik ditanam secara besar-besaran, akan terjadi pergeseran penguasaan benih. Dari mula-mula common property—petani menjadi pemilik benih yang bisa disimpan dan ditanam berulang kali—menjadi milik beberapa perusahaan multinasional saja.

Monsanto, perusahaan transnasional yang mengajukan varietas jagung RR NK603 dan Bt Mon89034, membantah bakal timbulnya dampak lingkungan akibat penanaman bioteknologi di Indonesia. ”Selain keamanan pangan dan keamanan pakan, setiap benih transgenik diuji keamanan lingkungan oleh tim Komisi Keamanan Hayati,” kata Herry Kristanto, Corporate Affairs Lead Monsanto Indonesia.

Menurut Herry, produk bioteknologi sudah ada sejak 16 tahun lalu. Produk ini telah ditanam di 29 negara. Ada 15,4 juta petani menggunakan benih ini dengan 14,4 juta di antaranya petani dengan kepemilikan lahan kecil. Sampai saat ini, kata dia, tak ada satu pun laporan yang menyatakan dampak negatif produk transgenik terhadap lingkungan.

Untung Widyanto


Membuat Jagung Transgenik

  • Gen Bt diambil dan dipotong dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis dengan menggunakan enzim.
  • Gen itu disisipkan ke dalam plasma nuftah jagung dengan prosedur cut and paste.
  • Promoter dan terminator menjadi indikasi akhir proses penyalinan.
  • Untaian gen Bt yang dipotong, disisipkan ke dalam molekul DNA mirip cincin/plasmid.
  • Transgen yang digandakan ini lalu dimasukkan ke genom jagung.
  • Lewat proses seleksi, gen Bt memberi perlindungan bagi jagung.
  • Ulat yang memakan jagung ini akan mati karena protein toksin Bt mengikat dinding ususnya dan darahnya teracuni.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus