Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Sayap Baru Kelompok Teroris Lama

Grup baru dari kelompok teroris lama diduga muncul di Poso. Program deradikalisasi gagal?

22 Oktober 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMBERANTAS terorisme seperti mencukur jenggot. Berkali-kali penangkapan dilakukan, toh kelompok baru bermunculan. Ditemukannya jenazah dua polisi yang ditugasi menyelidiki aktivitas teroris di Dusun Tamanjeka, Poso Pesisir, menjadi bukti kelompok-kelompok baru teroris tidak hanya tumbuh, tapi juga cepat berkembang.

Pengusutan kasus penyiksaan dan pembunuhan Brigadir Sudirman dan Brigadir Satu Andi Sapa wajib dilakukan hingga tuntas, agar penegak hukum mendapat gambaran tentang karakter terorisme terkiwari. Tanpa mengetahui siapa anggota kelompok-kelompok baru itu, juga cara rekrutmen mereka dan cara mereka mencari dana, sulit menangkal kegiatan mereka.

Kepolisian Republik Indonesia menduga pelakunya adalah Jamaah Ansharut Tauhid, kelompok yang didirikan Abu Bakar Ba'asyir pada 2008, pengganti Jamaah Islamiyah. Jamaah Ansharut juga sudah menjadi target penyelidikan kegiatan teroris oleh aparat intelijen dan Detasemen 88. Kawasan Tamanjeka pun sudah lama dicurigai sebagai tempat latihan bersenjata kelompok Islam garis keras.

Sebenarnya sudah cukup banyak bukti sejumlah kelompok garis keras berpotensi membentuk jaringan teroris baru. Terbongkarnya kelompok bersenjata di Aceh pada awal 2010, lalu penangkapan-penangkapan di Jakarta, Depok, Solo, dan Cirebon, membuktikan kematian dua gembong teroris, Dr Azahari dan Noor Din M. Top, tidak serta-merta membunuh sepak terjang kelompok teror ini.

Artinya, pemerintah harus segera menerapkan strategi pemberantasan teroris yang lebih komprehensif, dari hulu sampai hilir. Dunia internasional pernah memuji pemberantasan teroris di Indonesia sejak Bom Bali 2002. Namun pemerintah Indonesia belum berhasil melakukan deradikalisasi paham-paham keras dan kaum fundamentalis agama.

Penjinakan aliran keras memang harus dilakukan secara menyeluruh dan sampai ke akar masalah. Penangkapan dan penerap­an hukuman saja sudah terbukti kurang efektif mencegah reproduksi terorisme. Menurut data Badan Nasional Pemberantasan Terorisme, selama satu dasawarsa, sekitar 300 orang tahanan teroris kembali bebas.

Ternyata, mereka yang kembali bebas ini sebagian menjadi sumber kemunculan kelompok-kelompok baru (regrouping) teroris itu. Penyemaian paham-paham keras—bahkan sampai mengkafirkan kelompok di luar mereka—dilakukan melalui teman atau kerabat dekat. Mereka juga aktif berceramah yang mengumbar kebencian. Akhirnya, kegiatan itu membangkitkan kelompok lama, yang bergerak dengan cara baru.

Pemerintah sebenarnya sudah melaksanakan program-program kemanusiaan, seperti membantu keuangan keluarga tersangka teroris, mendidik ulang para terpidana teroris, dan mendekati kelompok-kelompok Islam garis keras. Namun, karena kerja tersebut kurang terorganisasi, hasilnya minim. Maka rencana program nasional deradikalisasi—yang konsepnya sedang digodok Wakil Presiden Boediono dan tim—perlu segera diselesaikan dan diterapkan.

Program deradikalisasi yang komprehensif semakin mendesak. Tahun lalu, sebuah penelitian menyatakan sebagian besar guru dan siswa mengenal serta menyetujui tindakan organisasi dan tokoh radikal. Sekitar 65 persen guru dan siswa menganggap persoalan bangsa akan teratasi jika syariat Islam diterapkan.

Pemerintah dan kita semua perlu memikirkan cara menghentikan radikalisme dan intoleransi—dua paham yang membenarkan aksi terorisme—yang sudah masuk ke sekolah-sekolah.

berita terkait di halaman 28

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus