Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Gerombolan Monyet Keluar dari Bukit Pasca Gempa Lombok, Normal?

Ada kejadian menarik pasca gempa Lombok, yakni berkeliarannya monyet di ruas jalan utama timur Pulau Lombok dan perkebunan milik warga setempat.

27 Agustus 2018 | 06.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kendaraan melintas di dekat tebing yang longsor akibat gempa di Desa Sambi Bangkol, Kecamatan Gangga, Tanjung, Lombok Utara, NTB, Jumat, 10 Agustus 2018. Lebih dari 300 kali gempa susulan terjadi sejak gempa bumi berkekuatan 7,0 skala Richter pada Minggu, 5 Agustus lalu. ANTARA/Ahmad Subaidi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ada kejadian menarik pasca gempa Lombok, yakni berkeliarannya monyet di ruas jalan utama timur Pulau Lombok dan perkebunan milik warga setempat. Menurut Hendra, warga setempat, seperti dilansir kantor berita Antara, Kamis, 23 Agustus 2018, puluhan kera berkumpul di tepi jalan yang diapit pantai dan bukit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Monyet-monyet tersebut memang tidak mengganggu para pengguna jalan. Namun, keluarnya mereka dari hutan dan perbukitan di Lombok membuat warga kaget. Satwa-satwa itu juga memakan buah jambu mete milik warga.

Banyaknya hewan primata itu sudah terasa sejak di ruas jalan dari Belanting sampai Obel-Obel, Kecamatan Sambalia hingga ke arah Sembalun atau kaki Gunung Rinjani. “Heran saja jadi banyak monyet yang turun ke jalan,” kata Hendra, warga Sambalia, Lombok Timur.

Aisyah, pedagang di Sembalun, juga kerap melihat beberapa monyet naik ke kubah masjid yang roboh di dekat tempat tinggalnya. “Mereka naik ke kubah masjid, ekornya panjang sekali. Saya sempat kaget,” ujarnya.

Menurut Aisyah, fenomena tersebut pertama kali terjadi selama hidupnya. Biasanya monyet itu ada di jalan raya di kaki gunung Rinjani menuju Kecamatan Sambalia, karena melewati hutan. Tapi ini berani ke tengah desa,” kata dia.

Meski bikin kaget warga, tapi ternyata keluarnya hewan sebelum atau setelah bencana--dalam konteks Lombok bencana gempa--merupakan hal alami. Keluarnya para satwa dari habitatnya adalah fenomena migrasi menyelamatkan diri.

“Mereka punya insting alami untuk menghindar dari bencana. Biasanya terjadi sebelum bencana. Pernah terjadi waktu tsunami Aceh, gajah banyak yang menyelamatkan diri,” kata Ibnu Maryanto, pakar biosistematika vertebrata dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, saat dihubungi, Jumat, 24 Agustus 2018.

Nah, kalau monyet kra ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan tipe yang suka tinggal di kawasan yang ekosistemnya rusak. Satwa ini, dia menjelaskan, akan berkembang biak di kawasan tersebut, sekaligus berfungsi menghijaukan dan mereboisasi.

Jika kawasan tersebut telah hijau kembali, Ibnu menjelaskan, maka M. fascicularis akan mengatur reproduksinya. “Bisa dibilang ‘KB’ alami,” ujarnya.

Menurut Ibnu, monyet kra ekor panjang bukan penghuni kawasan hijau dengan pohon-pohon tinggi. “Wilayah tersebut habitat alami lutung budeng (Trachypithecus auratus),” kata dia.

Simak kabar terbaru tentang gempa Lombok hanya di kanal Tekno Tempo.co.

ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus