POTONGAN logam kabel listrik, dan pipa plastik nampak berserakan
di lantai ruangan laboratorium seluas 5 x 5 m itu. Terasa sesak,
karena di situ 24 siswa berpakaian seragam kerja warna biru tua,
sedang sibuk menyelesaikan 6 kotak penyaji minuman (automatic
drinking machine).
Semangat kerja para pelajar STM Pembangunan di Jalan Leuwigajah,
Cimahi, Bandung, nampak cukup tinggi. Karena di antara peralatan
yang tengah mereka kerjakan itu adalah pesanan Menteri P dan K.
Rupanya Nugroho Notosusanto amat terkesan menyaksikan hasil
kerja murid STM itu pada pameran Harpenas di aula Departemen P
dan K belum lama ini. "Wah, persis seperti yang saya lihat di
luar negeri," kata Nugroho, sesaat setelah mencicipi minuman
dari dalam kotak itu. Nugroho pun memesan tiga kotak penyaji
minuman itu.
Kotak itu memang bukan benda aneh. Di luar negeri, bisa dijumpai
di berbagai ruang tunggu bandar udara sampai rumah sakit. Cukup
dengan memasukkan sebuah koin, kopi atau teh dengan sendirinya
akan mengucur dari dalam kotak, dan berhenti begitu gelas
plastik di bawahnya penuh.
Yang menarik, sekarang kotak itu bisa dibikin oleh para pelajar
STM Pembangunan Cimahi. Menteri P dan K sempat berpesan, agar
kotak itu lebih disempurnakan, sehingga bisa diproduksikan
secara massal. Kekurangannya, misalnya, kotak minuman buatan
Leuwigajah itu belum dilengkapi selektor yang memungkinkan orang
bisa memilih minuman yang dikehendakinya: teh, kopi, atau yang
lain. Tapi menurut Djudju Djumhadi, guru teori dan praktek
instrumentasi sekolah itu, hal itu tak sulit lagi. "Yang penting
prinsip dasar peralatan itu sudah kami ketahui," ujarnya.
Sepintas lalu, kotak berwarna putih berukuran 40 x 140 cm dan
tinggi 140 cm itu, mirip lemari pendingin (kulkas) di rumah.
Cuma di bagian depan sebelah atas, terdapat 5 buah lampu
kontrol, dan persis di bawah lampu-lampu itu terdapat lubang
kecil untuk tempat memasukkan koin -- uang logam Rp 100.
Cara kerjanya cukup sederhana. Begitu dimasukkan, koin akan
menyentuh semacam tombol untuk mengeluarkan gelas, yang tersusun
di dalam tabung dari pipa pralon. Gelas plastik itu akan jatuh
pada posisi pengisian yang sudah ditentukan. Air pun serempak
keluar dari tangki ke dalam gelas. Ketika permukaan air sampai
pada ukuran yang dikehendaki, berat gelas dan isinya akan
menekan penampang pegas dan menekan, semacam tombol di
bawahnya, yang menyebabkan air otomatis berhenti keluar.
Instrumen yang dipergunakan pun cukup sederhana. Untuk tangki
minuman dipakai ember plastik. Kemudian ada berbagai slang
celenoid, pipa pralon, dan gelas plastik. Instrumen lainnya,
dipakai transformator untuk memperkecil tegangan listrik, dan
ada pula yang disebut light dependent resistor (LDR), yang
berperan mengatur pengisian gelas minuman. Sedang kerangka otak
itu terbuat dari pelat baja, dan dindingnya cuma tripleks
berlapis formika. Sebagai tenaga penggerak hanya diperlukan
tenaga listrik 50 watt.
Prinsip kerja alat ini -- pengukuran dan pengontrolan -- menurut
Djudju, bukan hal yang sulit bagi para muridnya. "Itu sudah
dipelajari di kelas 3," katanya. Maka yang dilibatkan dalam
proses penciptaan dan pembuatan alat ini cuma murid kelas tiga
dan empat sekolah itu. Tapi karena sederhananya alat itu, Tatang
Sumpena, 20 tahun, murid jurusan instrumentasi yang memimpin
grup siswa pembuat alat itu jadi khawatir. "Kerja kami ini bisa
mirip cerita telur Columbus," katanya. Maksudnya, orang akan
menganggap remeh kerja ini, tapi kemudian ....menirunya. Karena
itu dia berpikir untuk memperoleh hak paten peralatan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini