Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Obat Nyamuk Daun Liligundi |
TINGGINYA 1-4 meter. Daun bagian atasnya berwarna hijau dan yang bawah berwarna putih. Batangnya berwarna cokelat dan berbau menyengat. Tumbuhan berbiji majemuk ini biasa ditemukan di pematang sawah. Itulah liligundi (Vitextrivolia), yang di Jawa dikenal sebagai pohon ligundi saja.
Menurut I Nyoman Sutarsa, siswa SMUN 4 Denpasar, tumbuhan ini bisa dibuat sebagai obat nyamuk bakar alternatif. Ia berhasil membuktikannya melalui sebuah penelitian sederhana selama enam minggu pada awal 1999. Berkat penelitian itu, Sutarsa menyabet gelar juara pertama Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 1999. Pada 13 Agustus lalu, ia mempresentasikan hasil riset itu, dalam acara Temu Ilmuwan Muda Asia Pasifik, di Singapura.
Obat nyamuk ala Sutarsa itu dibuat dengan cara berikut ini. Mula-mula, daun liligundi yang sudah tua dikeringkan di bawah sinar matahari. Daun yang sudah kering ditumbuk halus, lalu diayak untuk memisahkan yang halus dan yang kasar. Hasil tumbukan yang halus kemudian dicampur serbuk gergaji kayu, lalu direbus dengan air sampai mendidih. Sebagai perekat, ditambahkan tepung kanji. Komposisi campuran itu harus sebanding satu dengan yang lain.
Bahan campuran tadi lantas dimasukkan ke sebuah pipa paralon kecil yang dibelah dua. Setelah bahan dimasukkan, pipa dilekatkan kembali dengan selotip, lalu dikeringkan selama dua hari. Bila sudah kering, selotip dibuka dan pipa paralon dilepas, sehingga terciptalah obat nyamuk bakar alternatif. "Obat ini ramah lingkungan karena sama sekali tidak menggunakan campuran bahan kimia," kata Sutarsa kepada Rofiqi Hasan dari TEMPO.
Obat dari Polimer |
DALAM industri farma-si, polimer selama ini dipakai sebagai molekul pembawa obat atau pembungkus obat. Dua pekan silam, untuk pertama kalinya dikabarkan para ilmuwan berhasil menjadikan polimer sebagai bahan pembuat obat itu sendiri. Polimer adalah salah satu senyawa yang antara lain digunakan sebagai bahan baku plastik.
"Kedengarannya sederhana, tapi belum pernah ada yang melakukannya sebelum ini," kata Kathryn Uhrich, kepala penelitian dan profesor kimia di Rutgers University, Piscataway, New Jersey, Amerika Serikat, seperti dikutip situs ilmiah Science Daily.
Obat yang berasal dari polimer ini disebut PolyAspirin. Isinya sekitar seratus rantai molekul aspirin yang terbentuk dari bahan elastis atau polimer. Obat ini dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, dari radang sampai tuberkulosis. Ia juga bisa mengurangi iritasi lambung dan pelbagai efek samping yang diakibatkan oleh pemakaian aspirin.
Seperti diketahui, aspirinselain bagus buat jantungmemang punya efek samping. Di dalam lambung, aspirin pecah menjadi bahan aktif, asam salisilik. Karena lambung sangat sensitif terhadap asam ini, pemakaian aspirin dalam jangka panjang membuat lambung berdarah dan perut kram. PolyAspirin, sebaliknya, tidak menghasilkan asam salisilik sehingga aman buat lambung.
Uhrich dan koleganya juga telah berhasil membuat versi polimer untuk asam para-aminosalisilikobat yang biasa digunakan untuk TBC tapi punya efek samping, yakni menyebabkan iritasi lambung. Versi polimer ini kelak diharapkan menjadi alternatif pengganti para-aminosalisilik.
Reparasi Otak Lewat Cangkok Sel |
Dalam sebuah percobaan operasi yang gemilang, para ilmuwan di University of Pittsburgh Medical Center, Pennsylvania, untuk pertama kalinya sukses melakukan operasi perbaikan sel otak yang rusak akibat sengatan stroke. Mereka memakai teknik transplantasi baru sel saraf yang ditumbuhkan di dalam laboratorium ke otak para penderita stroke.
Dalam eksperimen, transplantasi dilakukan terhadap 12 orang penderita stroke yang baru enam bulan sampai enam tahun mengalami serangan dan lumpuh. Setelah enam bulan, ternyata tidak ada satu pun penderita yang mengalami komplikasi atau masalah lain akibat operasi cangkok tersebut.
Operasi cangkok dilakukan dengan menjejalkan 2-6 juta sel ke tiga area di sekitar sel otak yang rusak akibat stroke. Sel-sel tersebut, disebut LBS-neurons, asli dari jaringan saraf manusia yang kemudian dikembangkan di dalam laboratorium.
"Namun, kami belum dapat mengambil kesimpulan apa pun mengenai keefektifan terapi ini, mengingat jumlah pasien yang terlibat dalam percobaan sangat sedikit," tutur Douglas Kondziolka, M.D., salah satu anggota tim yang melakukan operasi itu, seperti dimuat dalam jurnal ilmiah Neurology terbitan American Academy of Neurology edisi 22 Agustus.
Wicaksono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo