Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Jejak dari Plak di Geraham

Plak gigi menunjukkan jejak pola makanan Neanderthal. Mereka juga ternyata berciuman.

13 Maret 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jejak dari Plak di Geraham

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Petunjuk itu berupa plak. Pada plak atau lapisan tipis dan licin yang terbentuk di gigi akibat aktivitas bakteri yang bereaksi dengan sisa makanan, pola makan Neanderthal-yang hidup 50 ribu tahun silam-mulai terungkap.

Dalam laporan studi yang dimuat di jurnal Nature, Rabu pekan lalu, para peneliti yang dipimpin Laura Weyrich-ahli paleomikrobiologi dari University of Adelaide, Australia-melalui ekstrak asam deoksiribonukleat (DNA) menemukan, berdasarkan lokasinya, kerabat terdekat manusia modern itu memiliki perbedaan jenis makanan yang mereka konsumsi.

Asal mula penelitian ini adalah riset pemetaan DNA dari plak manusia purba yang dikerjakan Alan Cooper dari University of Adelaide dan Keith Dobney dari University of Liverpool, Inggris, lebih dari dua dekade lalu.

Saat itu, mereka ingin mengetahui diet dan penyakit yang menjangkit pada masa lampau. Namun adanya kontaminasi mengganggu usaha untuk mengidentifikasi mikroba dan jenis makanan yang dikonsumsi manusia purba.

Kemajuan riset analisis DNA purba saat ini membuka kembali peluang penelitian itu. Lalu Weyrich dan timnya membandingkan DNA plak pada lima gigi geraham Neanderthal dari El Sidron di Spanyol dengan kerabatnya yang pernah mendiami Gua Spy di Belgia.

Hasilnya, dua kelompok Neanderthal ini sama-sama memakan jamur. Bedanya, penghuni Gua Spy mengkonsumsi daging, diduga berasal dari badak dan domba liar. Sebaliknya, para penghuni El Sidron mengkonsumsi tumbuhan, termasuk lumut, kulit pohon, dan biji pinus.

Dari plak itu teridentifikasi setidaknya ada 200 spesies mikroba. Salah satunya parasit microsporidia yang bisa menyebabkan kerusakan atau abses gigi.

Yang menarik, Neanderthal sendiri telah mengenal pengobatan sederhana. Adanya jejak DNA pohon poplar pada plak itu menunjukkan mereka memakan kulit pohon tersebut yang mengandung asam salisilat alias aspirin alami.

Jejak lainnya adalah cendawan Penicillium yang bisa menghasilkan penisilin, yang merupakan antibiotik. Diduga para Neanderthal menggunakan bahan alami tersebut untuk mengobati abses gigi dan infeksi lambung yang dipicu bakteri Enterocytozoon bienusi.

"Kemampuan mereka untuk memanfaatkan lingkungan sangat fenomenal," kata Weyrich. "Mereka tahu apa yang terjadi dan cara mengatasinya."

Mikroba yang pernah menghuni mulut Neanderthal sangat jarang ditemukan pada manusia modern. "Kita hanya tahu sedikit tentang mikrobioma manusia," kata Christina Warinner, ahli genetika arkeologi dari Max Planck Institute, Jerman, yang ikut dalam penelitian itu.

Namun dari analisis ini ditemukan adanya mikroba Methanobrevibacter oralis yang juga terdapat di dalam mulut manusia saat ini. Hasil komparasi genom mengindikasikan silsilah mikroba modern ini terpisah dari Neanderthal ratusan ribu tahun setelah nenek moyang mereka yang sama hidup. Artinya, ada proses pertukaran bakteri purba di antara keduanya.

Keberadaan DNA mikroba yang memicu penyakit gusi pada manusia modern memberi petunjuk bahwa manusia dan Neanderthal pernah berciuman atau berbagi makanan yang memungkinkan adanya perpindahan liur antarspesies.

"Temuan ini memberikan gambaran yang sangat berbeda tentang kepribadian dan siapa mereka sebenarnya," kata Weyrich.

Dia mengatakan proses perkawinan silang antarspesies tersebut selama ini diduga sebagai interaksi yang kasar dan tidak ada yang sensual atau bisa dinikmati. Namun bukti baru dari studi mikroba mulut menunjukkan hal yang berbeda.

"Kami menduga interaksi mereka kemungkinan lebih bersahabat dan intim, berbeda sama sekali dari yang dibayangkan sebelumnya," ujar Weyrich seperti ditulis laman NPR. NATURE | THE SCIENTIST | NPR | GABRIEL WAHYU TITIYOGA


Saudara Jauh

Manusia modern dan Neanderthal diyakini memiliki nenek moyang yang sama dari Afrika. Munculnya Zaman Es diduga memicu leluhur manusia modern, yang pergi dari Afrika sekitar 100 ribu tahun lalu, menempati daerah yang sama dengan Neanderthal di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah. Pada masa ini, diperkirakan proses kawin silang antarspesies terjadi. Proses evolusi menunjukkan manusia modern berhasil bertahan hidup, sementara Neanderthal punah sekitar 40 ribu tahun lalu.

Neanderthal:
- Bertubuh gempal dan berdahi lebar.
- Lebih pendek 15 sentimeter dibanding tinggi rata-rata manusia modern.
- Tubuh berotot dan lebar, tungkai kaki pendek, membuat langkah lebih cepat.
- Memakai perkakas dari pecahan batu dan tulang.
- Mengkonsumsi menu daging, antara lain rusa dan bison, serta aneka kacang dan tumbuhan.
- Membuat perhiasan dari cangkang kerang dan mengecat tubuh.
- Sudah mengubur kerabatnya yang meninggal.

Rahang atas milik Neanderthal dari Gua El Sidron, Spanyol. Hasil analisis pada tumpukan plak di geraham kecil menunjukkan mereka mengkonsumsi kulit poplar dan cendawan Penicillium yang merupakan sumber obat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus