Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Jurus anti-fotokopi

Norman gardner, pengusaha kanada menemukan kertas anti-fotokopi. ia menemukan ramuan tinta merah yang paling cocok. dengan "nocopi", dokumen tak mungkin diperbanyak dengan mesin fotokopi biasa. (ilt)

7 Februari 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DOKUMEN rahasia masa mendatang tampaknya tak akan bisa difotokopi. Sebab, telah ditemukan kertas khusus anti-fotokopi. Kertas yang dijual dengan nama "nocopi" ini sepintas tampak seperti kertas biasa. Hanya saja, permukaannya dilapisi cairan tinta warna merah tua. Lapisan ini menyebabkan seluruh cahaya mesin fotokopi terserap. Akibatnya, hasil fotokopi akan berupa warna hitam saja, sehingga tulisan hitam tenggelam dan tak terbaca. Kertas ajaib ini ditemukan secara tak sengaja. Adalah Norman Gardner, seorang pemilik pabrik kertas di Kanada, yang menumpahkan tinta merah pada dokumen yang hendak difotokopinya. Aneh bin ajaib, bagian dokumen yang terkena tinta merah itu menjadi berwarna hitam pada hasil kopinya, hingga tak bisa dibaca apa isinya. Dasar pengusaha, Gardner lantas mengadakan penelitian bersama seorang profesor di universitas setempat untuk menemukan kertas anti-fotokopi. Usahanya tak sia-sia. Ia berhasil menemukan ramuan tinta merah yang paling cocok. Gardner mengadakan penelitian sejak 1980. "Kami sudah menghabiskan sekitar US$ 300.000 untuk mendapatkan hak ciptanya," kata Gardner, yang kini mengetuai lembaga "nocopi" internasional yang berpusat di Montreal, Kanada. Kertas ini akan memasuki pasaran AS dan Eropa mulai Februari ini. Menurut laporan koresponden TEMPO di Paris, Sapta Adiguna, "nocopi" akan dijual di Prancis dengan harga 160 franc per 250 lembar (sekitar Rp 160/lembar). Belum jelas kapan "nocopi" akan memasuki pasar Indonesia. Tanpa kertas ajaib ini pun sebenarnya terdapat cara lain untuk mempersulit dokumen difotokopi. Misalnya saja cara yang digunakan Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI), Jakarta, untuk melindungi publikasi produksinya dari pembajakan. Perusahaan penjual informasi bisnis ini pernah mencoba teknik "non-repro blue", yaitu menggunakan tinta warna biru muda. Menurut Christianto Wibisono, Direktur PDBI, penggunaan teknik ini menyebabkan produk perusahaannya sulit difotokopi. Bahkan, bila digabungkan dengan warna dasar abu-abu muda, boleh dikata, tak akan dapat difotokopi. Hanya saja, teknik ini mempunyai kelemahan yang sangat mengganggu. "Yaitu huruf pada dokumen asli pun sulit dibaca," kata Christianto. Untuk mempermudah konsumen membaca dokumen asli ini, PDBI terpaksa melapisi plastik transparan warna gelap di atas dokumen tersebut. "Ini merepotkan," tambah Christianto. Tak heran jika PDBI pun meninggalkan teknik "non-repro blue" ini. Buat PDBI, perlindungan terhadap publikasinya sangat penting. Maklum, informasi yang diiualnya eksklusif dan berharga mahal. Misalnya buku Anatomi Piramida Indonesia - yang risetnya memakan waktu satu tahun - yang terdiri dari dua jilid dengan tebal masing-masing sekitar 330 halaman, harganya US$ 2.000 buat anggota, sedang bukan anggota US$ 2.500. Kini, untuk melindungi produk mahalnya dari pembajakan, PDBI menggunakan teknik lain. Publikasi mereka dicetak dengan menggunakan tinta cokelat muda untuk hurufnya, dan menggunakan pita (band) horisontal selebar 3 cm berwarna cokelat kehitaman sebagai latar belakang. Dengan teknik ini, hasil fotokopi dari huruf berwarna cokelat muda itu akan tipis sekali, hingga sulit dibaca. Bahkan, pada tulisan yang terdapat di atas pita cokelat kehitaman tadi, hasilnya akan berupa blok hitam saja. PDBI juga menambahkan teknik lain. Yaitu memberi warna dasar merah pada huruf berwarna hitam yang berisi informasi sangat penting. Tampaknya, seperti juga Gardner, Christianto menyadari bahwa penggunaan warna dasar merah tua memang efektif untuk melawan usaha pemfotokopian. Keampuhan warna merah tua ini diakui oleh para teknisi PT Astra Graphia, yang menangani mesin fotokopi merk Xerox di Indonesia. "Kertas dengan warna darah, merah tua, bila difotokopi, hasilnya semuanya akan berwarna hitam/gelap," kata Ir. Setyo Adioetomo, Direktur Operasional PT Astra Graphia. Alhasil, tulisan warna hitam yang tertera di atasnya tak akan terbaca. Cara ini, menurut Setyo, akan lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan huruf dengan warna muda, seperti biru muda atau kuning muda. Sebab, dengan mesin fotokopi yang bagus, tingkat kepekaan gelap-terangnya hasil fotokopi dapat diatur. "Jadi, tulisan dengan huruf muda ini masih dapat dipaksakan keluar," katanya. Untuk mengetahui mengapa dokumen dapat difotokopi dan dokumen lainnya tidak, perlu diketahui dahulu prinsip dasar bekerjanya mesin fotokopi. Menurut para pakar di PT Astra Graphia, teknik pemfotokopian pada dasarnya menggunakan dua fenomena fisika: elektrostatik dan photoconductivity/photoreceptor.Prinsip ini, menurut Setyo, mempunyai 6 langkah dasar. Langkah pertama adalah pemberian muatan positif (secara elektrostatik) pada drum yang biasanya terbuat dari selenium, atau disebut "charging". Kemudian dokumen yang akan difotokopi disinari, dan hasilnya dipantulkan - melalui lensa serta cermin ke permukaan drum tadi. Bagian yang berwarna terang, seperti kertas dasar putih, akan memantulkan hampir semua cahaya. Sedangkan yang berwarna gelap, seperti huruf berwarna hitam, akan menyerap cahaya hingga sedikit sekali yang dipantulkan. Adapun muatan positif pada drum akan dinetralkan oleh cahaya yang terpantul tadi. Jadi, hanya bagian drum yang tak terkena sinar pantul - akibat diserap bagian warna gelap dokumen asli - yang tetap bermuatan positif. Langkah berikutnya adalah menaburkan bubuk tinta bermuatan negatif pada drum tadi. Karena sifat elektrostatik adalah muatan yang berlawanan akan tarik-menarik, bubuk tinta tadi hanya akan menempel pada bagian drum yang bermuatan positif. Alhasil, akan terbentuk kumpulan bubuk tinta sesuai dengan gambar berwarna gelap, seperti di dokumen aslinya. Gambar dari bubuk tinta ini kemudian ditransfer ke kertas HVS. Dan agar hasil fotokopi itu permanen, kertas lantas dipanaskan. Maka, hasil fotokopi pun terbentuk, dan mesin fotokopi siap menerima pekerjaan berikutnya dengan menetralkan kembali drum seleniumnya tadi. "Dengan mengetahui proses ini, secara logika, mungkin saja suatu jenis kertas tak dapat difotokopi," kata Setyo. "Yaitu dengan menggunakan kertas yang membuyarkan atau menyerap semua cahaya yang datang padanya." Laporan Sapta Adiguna (Paris), Agus Sigit (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus