MENJELANG Expo '85 Tsukuba yang akan dibuka 17 Maret nanti, Jepang menciptakan alat antisadap telepon dari jenis yang pertama di dunia. Dibuat oleh perusahaan Japan Instruments Corp. aIC), Tokyo, perangkat ini disebut Portable Wire Tap Prevention Equipment (PWTPE) - alat antisadap telepon ukuran jinjing. Begitu gawatkah keadaan, sehingga pesawat jenis ini dianggap layak menciptakan pasar yang menguntungkan? Di Jepang, "Sekitar 90 dari 100 perusahaan mengalami penyadapan telepon dari para saingannya," kata Michinao Kodama kepada Seiichi Okawa, koresponden TEMPO di Tokyo. Kodama, yang lebih dari 30 tahun bekerja sebagai detektif, kini mengetuai Asosiasi Detektif Jepang. Soalnya, di negeri itu, alat sadap bebas diperjualbelikan. "Kami memasarkan antara 600 dan 1.00C alat sadap setahun," ujar Genichi Ono, 41, presiden direktur Micro Giken Industry Co. Itu baru buatan Giken saja, yang dikenal dengan merk MC10, dengan harga per unit 65 ribu yen (sekitar Rp 276 ribu). Di samping itu, menurut sebuah laporan dinas rahasia AS CIA, Jepang merupakan pangkalan arus informasi teknologi mutakhir yang mengalir ke Eropa Timur, khususnya Uni Soviet. Maka, badan pertahanan Jepang sedang merencanakan perubahan sistem radio milik Pasukan Bela Diri Jepang, Jieitai, dari sistem analog ke sistem digltal. JIC, agaknya, juga "terpanggil" oleh keputusan Dinas Keamanan Nasional AS (NSA), yang tahun lalu menunjuk lima perusahaan Amerika untuk menciptakan alat antisadap telepon. Kabarnya, kelima perusahaan itu belum berhasil secara tuntas. Padahal, JIC sendiri baru berdiri April tahun lalu, dengan hanya 20 karyawan. Untuk mendesain dan mengembangkan alat baru ini, perusahaan tersebut mengeluarkan 50 juta yen (sekitar Rp 212 juta), dan menghabiskan waktu hampir setahun. "Untuk keperluan sipil, penemuan kami adalah yang pertama di dunia,' ujar Michihiro Sato, 35, general manager JIC kepada TEMPO. Di pasaran, harga sepasang alat antisadap ini 160 ribu yen, atau sekitar Rp 680 ribu. Secara teoretis, telepon biasanya memakai frekuensi 300HZ-3,4KHZ. Adapun alat antisadap ini terdiri dari alat modulasi frekuensi yang berturut-turut bisa mengubah spektrum frekuensi tadi. Sebagai akibatnya, penyadap tidak blsa memahami isi percakapan yang sedang terjadi di antara dua sambungan telepon. Yang terdengar hanyalah bunyi-bunyi komplikasi, yang jauh berbeda dengan suara manusia. Alat modulasi itu meliputi belasan sirkuit terpadu (IC), dan sepasang program yang diatur sama. Program ini disebut ROM (read on memory). Artinya, penyadapan hanya bisa dicegah di antara dua sambungan yang memasang alat yang sama. Sepasang alat antisadap berbobot 1,2 kg, termasuk empat baterai kecil yang bisa dicas (diisi) ulang. Cara penggunaannya, tentu saja, sangat praktis. Mula-mula, semacam penampang dipasangkan pada wadah gagang telepon. Penampang ini disambungkan dengan alat yang berisi program ROM tadi. Sementara itu, gagang telepon lain bisa dicadangkan untuk pembicaraan biasa. Begitu sang penelepon menganggap pembicaraannya perlu diamankan, ia tinggal menyetel tombol on pada program, yang secara otomatis juga bekerja di seberang sana. Alat ini tidak mengenal jarak, sehingga bisa dibawa bepergian, bahkan misalnya ke luar negeri. Menurut Michihiro Sato dalam sepuluh hari pertama alat antisadap ini sudah terjual 150 pasang. "Kami mengharapkan bisa menjual 13 ribu pesawat tahun ini, dan sepuluh ribu di antaranya untuk ekspor," katanya. Harapan ini, barangkali, tidak berlebihan. Sejak bulan lalu, JIC sibuk melayani permintaan informasi tentang alat baru ini dari kalangan bank, perusahaan terkemuka, pengacara, bahkan politisi. Juga sejumlah kedutaan besar menyatakan niat ingin membeli, antara lain AS, Prancis, Bulgaria, dan Israel. Di Tokyo saja, kota dengan 15 juta sambungan telepon, sadap-menyadap memang sudah semakin rawan. "Coba saja setel radio Anda pada gelombang FM," kata Michinao Kodama, detektif tadi. "Bila terdengar suara asing yang tidak jelas sumbernya, pasti ruangan itu sudah dipasangi alat sadap." Di negeri itu, tindakan penyadapan dianggap melanggar pasal 21 Undang-Undang Dasar, yang melindungi rahasia komunikasi. Hukumannya maksimal 1 tahun, atau denda paling banyak 300 ribu yen. Tetapi, sulitnya, kejahatan jenis ini sukar dilacak. "Dalam setahun, hanya tercatat dua atau tiga keluhan tentang penyadapan," ujar Tadanobu Kishi, pejabat Kementerian Urusan Pos Jepang yang dihu-bungi TEMPO. Tambahan pula, korban biasanya baru sadar setelah penyadapan berlangsung beberapa lama. Di Toko Tomoka Electric, di pusat perdagangan barang-barang elektronik Tokyo yang terkenal itu, sekitar 40% pembeli alat sadap adalah orang asing. "Terutama dari negeri-negeri Asia Tenggara dan Timur Tengah," kata Shogo Matsumura, pemilik toko. Tomoka menjual rata-rata 50 alat sadap sebulan. Dengan penemuan baru alat penangkal ini, Matsumura berharap tokonya bakal bertambah ramai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini