Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Arkeolog dari Balai Arkeologi Papusa Hari Suroto menemukan bukti menarik hunian prasejarah seperti kapak perunggu dan cangkang moluska laut di kawasan Danau Sentani, Kampung Dondai, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Papua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kapak perunggu menjadi komoditas perdagangan, ditemukan di Danau Sentani merupakan produksi di Dongson, tempat yang saat ini merupakan wilayah bagian utara Vietnam, sekitar 2400 hingga 2100 tahun yang lalu,” ujar Hari kepada Tempo melalui pesan pendek, Jumat malam, 6 Desember 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hari merupakan ketua dari penelitian tersebut dengan beranggotakan delapan peneliti, yaitu Gusti Made Sudarmika, Bambang Budi Otomo, Paul Yaam, Elvis Kabey, Eni Lestari, Irmawati, Esau Ohee dan Cory Ohee. Tim menemukan Situs Yomokho di Kampung Dondai, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, yang merupakan kawasan Danau Sentani bagian barat.
Penelitian Hari dan tim dilakukan selama tiga puluh hari, pada 1-30 Oktober 2019. Penelitian tersebut berjudul “Identifikasi Jejak Hunian Awal Prasejarah di Kawasan Danau Sentani Bagian Barat,” dan menjadi salah satu 6 penelitian terbaik dari 118 penelitian dari 10 balai arkeologi dan 1 pusat penelitian arkeologi nasional tahun 2019.
“Kapak perunggu itu adalah suatu hal yang hampir mustahil apabila orang Dongson, utara Vietnam mengadakan hubungan langsung dengan Papua,” tutur Hari. “Asumsi kami masuknya kapak perunggu ke Danau Sentani melalui serangkaian perantara yang termasuk dalam suatu jaringan perdagangan dari Asia ke timur.”
Pada saat itu, Hari melanjutkan, komoditi dagang yang paling dicari para pedagang luar dari orang Papua adalah burung cenderawasih, demikian menurut Bellwood (2000: 402-403).
Cangkang moluska laut ditemukan di kawasan Danau Sentani, Jayapura, Papua. Kredit: Balai Arkeologi Papua
Selain itu ada temuan cangkang moluska laut merupakan sisa makanan manusia prasejarah yang pernah menghuni Situs Yomokho. Jarak Situs Yomokho dengan laut sekitar 35,9 kilometer sebelah timur. “Temuan cangkang moluska laut di danau air tawar sangat spesial, ini mengindikasikan bahwa telah terjadi kontak antara masyarakat Danau Sentani dengan masyarakat pesisir pantai,” tutur Hari.
Berdasarkan konteks temuan berupa pecahan gerabah, mengindikasikan moluska laut ini diolah dengan cara dimasak dalam gerabah. “Temuan cangkang moluska laut juga didukung oleh temuan hasil ekskavasi di Situs Yomokho berupa batu obsidian. Batu obsidian berasal dari Pulau Manus, Britania Baru, sebelah utara Papua Nugini,” lanjut Hari.
Bukti tersebut ditemukan di Situs Yomokho yang merupakan situs hunian Neolitik di tepi Danau Sentani. Dalam penelitian ini juga ditemukan pecahan gerabah, tulang, gigi babi, tulang ikan, arang, kapak batu, obsidian dan alat batu tokok sagu.
Berdasarkan data arkeologi yang ditemukan menunjukkan bahwa pada masa lalu, manusia yang tinggal di Situs Yomokho mengolah dan mengkonsumsi sagu. Kapak batu untuk menebang pohon sagu, alat batu untuk menokok sagu, dan gerabah digunakan sebagai wadah untuk mengolah sagu menjadi papeda. Sebagai sumber protein, mereka hidup berburu babi di hutan dan menangkap ikan di Danau Sentani.
Untuk mengetahui bentuk kehidupan masa lalu di Situs Yomokho, tim peneliti mengaitkan konteks artefak dengan lingkungan. “Situs Yomokho menggambarkan adaptasi manusia terhadap lingkungan. Pemilihan lokasi sebagai hunian berkaitan dengan keberadaan Danau Sentani yang menghasilkan sumber pangan diantaranya siput danau dan ikan, sumber air bersih, serta di tepi Danau Sentani terdapat hutan sagu,” kata Hari.
Dari hasil survei permukaan tanah dan ekskavasi di Situs Yomokho, Hari menemukan artefak gerabah lebih banyak ditemukan di lereng bukit. Hal ini menunjukkan bahwa manusia prasejarah Situs Yomokho memilih lereng bukit sebagai lokasi hunian, karena didasarkan pada banyaknya pecahan gerabah serta cangkang siput danau.