Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kisah ikan paus lamalera

Fao melakukan proyek penangkapan ikan paus di desa lamalera, flores timur. minyaknya digunakan untuk mengatasi anak kurang gizi. proyek dilarang, karena bertentangan dengan konvensi international. (ilt)

5 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ANDA mungkin tidak cemas memikirkan nasib ikan paus. Tapi dunia sedang kuatir. Binatang laut yang bernafas dengan paru-paru itu di belahan bumi sebelah utara sudah punah sama sekali. Tinggal yang bergentayangan mengikuti arus laut dingin di belahan bumi selatan. Itupun jenis-jenis tertentu hanya sedikit sekali. Misalnya jenis sperm whale, kabarnya tinggal 100 ekor. Makanya para ahli lingkungan dan pencinta satwa liar lantas bikin gerakan menye]amatkan paus -- yang sesungguhnya bukan ikan itu. Hasilnya, keluarlah satu konvensi internasional yang melarang penangkapan ikan paus dengan cara-cara modern. Namun belum seluruh anggota PBB mau menandatangani atau mematuhi konvensi itu. Masing-masing dengan alasannya sendiri. Jepang misalnya, yang sebagian besar kebutuhan protein rakyatnya berasal dari laut--dan daging ikan paus (Cetaceanus) memberikan andil besar. Juga Rusia menolak konvensi itu. Soalnya, menurut penyelidikan para ahli FAO, minyak dari lemak ikan paus - khususnya jenis sperm whale yang sangat langka itu - dipakai sebagai minyak pelumas dalarn program antariksa Uni Soviet. Sebab minyak hewani itu bisa tetap cair meskipun suhu dalam sputnik atau satelit dingin atau panas sekali. Suatu ironi, mengingat mahalnya cod liver oil alias levertraan alias minyak ikan bagi jutaan anak miskin yang lapar di di Dunia Ketiga. Flores Timur Suara dari Indonesia jarang terdengar dalam perdebatan tentang nasib binatang menyusui (mamalia) yang jutaan tahun lalu turun ke laut itu. Malah sebaliknya, sejak 3 tahun terakhir Indonesia menjadi sorotan negara-negara pelindung ikan paus. Biang perkaranya: sejak 1972 anak organisasi FAO yang bernama Action for Development (AD) alias reedom from Hurer Campaign (FFHC) terlibat dalam proyek modernisasi penangkapan ikan paus di pulau Lomblen. Kabupaten Flores Timur. Kerjasama dengan pemerintah RI itu berakhir tahun lalu dan menghabiskan US$ 125 ribu sumbangan badan swasta Jerman Misereor. Selama 3 tahun, FAO telah menempatkan seorang ahli perikanan Norwegia, Paul Fjelstad di desa nelayan Lamalera, p. Lomblen. Berikut satu kapal motor penangkap ikan paus (FAO 82), lengkap dengan meriam harpunnya. Di samping itu FAO juga memberikan beberapa perangkat alat penangkapan ikan lainnya dan 2 perahu motor tempel. Seperti diketahui, perairan sebelah selatan kepulauan Indonesia secara teratur selalu dilewati berbagai jenis ikan paus. Kendati demikian hanya dua desa nelayan di seluruh Indonesia dikenal sebagai desa penangkap ikan paus. Kedua-duanya terletak di kabupaten Flores Timur, propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Yakni desa Lamalera di pulau Lomblen--lokasi proyek FAO itu -- dan desa Lamalera di pulau Solor. Bulan Mei s/d pertengahan Oktober, itulah musim lefa atau berburu ikan paus bagi nelayan Lamalera. Kawanan ikan paus itu terbawa arus angin dari Kutub Selatan yang menuju Katulistiwa. Terbentur pantai Barat benua Australia, arus dingin itu terpantul "naik" melewati selat-selat antara pulau-pulau Sawu, Rote dan Timor, terus berbelok ke Barat karena "tertumbuk" lagi pada gugusan pulau-pulau di Timur Flores (Solor, Adonara,Lomblen dan Alor). Akhirnya kawanan ikan paus itu kembali lagi ke Kutub Selatan setelan melintasi Samudera Hindia. Semenjak kapal FAO-82 mulai beroperasi di Lamalera (Agustus 1973) sampai Nopember tahun lalu, sudah 20 ekor ikan paus ditembak mati dengan meriaml harpun. Rata-rata berukuran 9 meter lebih. Sembilan ekor di antaranya jantan dan 11 betina. Dua di antaranya sedang bunting--dengan bayi ikan paus sepanjang 2,5 meter dan 3,60 meter dalam kandungannya. Ini sangat disayangkan, sebab dapat mempercepat kepunahannya. Maklumlah, binatang menyusui ini tidak berbiak secepat ikan-ikan yang dapat bertelur ratusan atau ribuan butir. Selain memburuu mangsanya sendiri, FA0-82 juga membantu membunuh ikan-ikan paus yang nyaris lolos dari tempuling (Harpun) para juru tikam (belawaing) Lamalera yang tradisionil. Selama proyek FAO berlangsung, dari 29 peledang (perahu pemburu ikan paus milik masing-masing marga) yang ada di sana, hanya 18 yang aktif beroperasi, dan berhasil menangkap 21 ekor ikan paus. Jadi boleh dikata, daya tangkap sutu kapal motor yan berawak sedikit semula dengan 18 peledang yang masing-masing berawak 15 orang. Atau masing-masing peledang hanya mampu menangkap seekor ikan paus dalam waktu 2 tahun lebih. Kalap Sakaratul Maut "Seandainya amunisi tersedia, kami akan dapat menangkap lebih banyak ikan paus", tulis Paul Fjelstad dalam laporannya pada kantor Program Pembangunan PBB (UNDP) di Jakarta. Amunisi yang dimaksud adalah peluru meriam harpun yang diikat dengan kawat panjang pada kapal. Itulah pengganti tempuling dan talinya yang digunakan oleh belawaing di buritan peledang. Sekaligus menghindarkan risiko nyawa belawaing, yang sigap bagaikan matador harus loncat ke punggung paus, menikamnya berulang-ulang, kemudian buru buru berenang kembali ke peledang supaya tidak remuk terhempas ekor paus yang kalap sakaratul maut. Peluru harpun itu harus khusus di impor dari luar negeri. Sebelumnya harus ada Surat izin Hankam, karena tertolong kaliber besar. Tetapi dengan mklin santernya oposisi terhadap penangkapan ikan paus dengan teknologi modern, perdagangan amunisi itu makin sulit pula. Mungkin itu sebabnya kapa FAO-82 akan segera pensiun. Bahan Bakar Tetapi bakal pensiunnya kapal motor FAO-8Z itu tidak terlalu diratapi penduduk Lamalera - berjumlah 2500 jiwa. Sebab kalau penangkapan ikan paus terlalu banyak, mau dijual ke mana pula daging dan minyak yang berlebihan? Memang, penduduk Lamalera tidak makan sendiri itu daging Sebagian yang berlebihan dikeringkan dan dibikin dendeng, kemudian dibarter dengan hasil ladang penduduk pedalaman Lomblen. Dengan demikian mereka memperoleh jagung dan ubi-ubian sebagai sumber karbohidrat mereka. Tapi begitu hasil tangkapan para nelayan Lamalera melebihi konsumsi mereka sendiri dan desa-desa tetangganya, segera problim pemasaran tampil ke depan. Perdagangan minyak ikan paus ke luar kabupaten, tertumbuk pada problem yang sama. Padahal potensi itu sebenarnya dapat menolong mengatasi penyakit lapar gizi dan kekurangan vitamin B bagi anak-anak Indonesia di daerah lain. Namun selama hal itu masih angan-angan, penduduk Lamalera akan terus memanfaatkan minyak ikan yang amat berharga itu--hanya utuk menerangi gubuk-gubuk mereka di malam hari. Kecuali bila Pertamina--atau siapa saja dapat menyediakan bahan bakar lain bagi mereka. Lampu Hijau Kini, Bappenas telah menyalakan lampu hijau bagi tahap kedua proyek kerjasama FAO dengan pemda Kabupaten Flores Timur, selama 3 tahun mendatang. Lokasinya tidak lagi di Lamalera, tapi di ibukota kabupaten: Larantuka. Radiusnya kini meliputi seluruh Flores Timur, dan diharapkan menjadi embrio bagi suatu Pusdiklat nelayan seluruh NTT. Untuk itu Misereor telah melipatduakan bantuannya menjadi US$ 250 ribu. Titik berat tahap kedua itu bukan lagi modernisasi penangkapan ikan paus, melainkan modernisasi dan motorisasi penangkapan ikan secara umum. Sekurang-kurangnya seperti yang sudah dilaksanakan di Lamalera. Yakni pemanfaatan gin net (jaring insang) untuk menangkap ikan di dekat permukaan, pukat harimau (tawl) untuk menguras ikan dan udang di dasar laut, dan long-line (pancing panjang) untuk menangkap ikan tongkol.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus