Komputer Menjelang Magrib Setelah Dr. Huang makan dan tidur di laboratorium, ditemukanlah komputer berkecepatan seribu kali lipat komputer elektronik. ERA komputer elektronik sudah mencapai magrib. Dan fajar memasuki era komputer optik. Pekan lalu kelahiran jabang bayi komputer yang berdarah foton -- satuan terkecil paket cahaya -- diumumkan perusahaan raksasa AT&T (American Telephone & Telegraph), yang telah bertahun-tahun melakukan penelitian mengenai teknologi ini. Penelitian yang dilakukan di laboratorium terkemuka Bell ini memang penting bagi AT&T. Sebagai perusahaan terbesar di bidang jaringan telekomunikasi, kebutuhannya mendapatkan komputer yang paling cepat dan canggih sangatlah mendesak. Komputer canggih ini diperlukan untuk mengatur lalu lintas telekomunikasi yang menghubungkan jutaan telepon. Dan untuk setiap detik yang dapat dihemat, berarti tambahan keuntungan bagi perusahaan. Semakin cepat komputer mengatur lalu lintas telekomunikasi, semakin banyak keuntungan yang dapat diraup. Sialnya, kemajuan di bidang komputer elektronik sudah mendekati kecepatan maksimum teoretisnya. Pasalnya, kecepatan elektron bergerak di dalam silikon (bahan dasar transistor dan cip) tak bisa lebih dari seperseratus kecepatan cahaya. Dan upaya miniaturisasi komponen komputer -- alias memperpendek jarak yang perlu ditempuh elektron -- sudah mendekati batas akhir. Dalam titik kejenuhan seperti ini, wajar kalau pakar di AT&T mulai melirik alternatif lain. Bagi Dr. Alan Huang, 42 tahun, direktur komputer optik Bell Lab, alternatif yang paling menjanjikan adalah menggantikan darah komputer konvensional -- ya elektron itu tadi -- dengan pulsa cahaya alias foton. Alasannya sederhana. Foton jelas bergerak lebih dari seratus kali kecepatan elektron. Selain itu, sejumlah foton dapat bergerak dalam satu media tanpa saling mengganggu. Bahkan dengan arah berlawanan pun foton dapat bergerak tanpa bertumbukan. Dan jangan lupa, elektron membutuhkan konduktor, misalnya kawat tembaga, sebagai saluran. Padahal, cahaya tak membutuhkan media untuk berpindah tempat. Ini adalah kelebihan utama foton dibandingkan elektron. Dan kemungkinan dibuatnya komputer yang berdarah foton semakin meyakinkan dengan ditemukannya transphasor, lima tahun silam. Ini adalah transistor yang bekerja bukan dengan listrik (aliran elektron), melainkan dengan cahaya alias aliran foton. Komputer elektronik pada dasarnya adalah jaringan yang berupa kumpulan jutaan transistor. Maka, jaringan transphasor pun segera membentuk komputer optik. Bahwa tim Dr. Alan Huang membutuhkan waktu lima tahun untuk merealisasikan hal ini, tentu itu ada sebabnya. Sebab utama, semua komponen harus dibuat sendiri karena tak tersedia di pasar. Cipnya saja bukan dibuat dari bahan silikon seperti lazimnya, melainkan dari bahan galium arsenide, yang biasa dipakai sebagai solar cell. "Kalau Anda melompat dari mengemudikan dokar ke mobil balap, Anda tak dapat menggunakan jurus yang sama," kata Huang. Dalam kasusnya, semua teknologi komputer yang ada sekarang dibuat berdasarkan keunggulan dan kelemahan sifat elektron. Walhasil, pakar yang sudah 20 tahun mendalami optik ini harus mendefinisikan teknologi komputer yang baru, yang berdasarkan keunggulan dan kelemahan foton. Ini tentu bukan pekerjaan ringan. Tak heran jika tim Dr. Huang boleh dikata tinggal di laboratorium setiap hari untuk merealisasikan impian ini. Makan dan tidur pun sering dilakukan di laboratorium yang dilengkapi dapur, lemari es, kompor, dan kantung tidur itu. Cemooh pakar lain yang meragukan keyakinan mereka tak melemahkan semangat Huang dan ke-12 anggota timnya di New Jersey, AS. Kini kekerasan hati mereka membuahkan hasil. "Ini adalah terobosan baru di bidang teknologi," kata William Ninke, direktur riset bidang sistem informasi Bell Lab. Bagaimana tidak, kendati prosesor komputer optik perdana ini disebut masih "sangat sederhana", kecepatannya ternyata seribu kali lipat superkomputer elektronik yang ada. Dan itu baru permulaan. Sifat khusus transphasor memungkinkan komputer optik tidak cuma bekerja dalam mode biner seperti komputer elektronik. Pasalnya, transistor hanya dapat memberi output "0" atau "1" seperti saklar mekanis, tapi transphasor dapat memberi output 0,1, 2, 3, dan seterusnya. Akibat kemampuan baru ini bagi dunia komputer memang sulit dibayangkan. Sementara ini AT&T baru merencanakannya sebagai komputer yang mengefisiensikan jaringan telekomunikasinya. Tiga sampai lima tahun lagi baru direncanakan membuat superkomputer optik untuk penghitungan ilmiah yang superrumit. "Kami tak merancangnya untuk membukukan pengeluaran dan penerimaan rumah tangga Anda," kata Huang setengah berseloroh. Kalau ada yang berminat, AT&T cukup terbuka. Perusahaan ini menjual prototip komputer optik kepada yang berminat dengan harga hanya sepuluh ribu dolar (sekitar 18 juta rupiah). Tapi jelas bukan untuk dijiplak, karena sudah dilindungi dengan hak paten. Selain itu, AT&T menyatakan tidak berniat menjual lisensi penemuannya ini. Belum jelas benar apakah LIPI berniat membeli karya baru ini, kendati Dr. Yos Luhukay, pakar komputer Universitas Indonesia, menganggapnya layak dibeli. Memang masih harus ditunggu apakah komputer optik akan berdampak revolusioner seperti ketika transistor ditemukan di laboratorium yang sama hampir setengah abad lalu. Tapi Dr. Caulfield, direktur komputer optik Strategic Defence's Initiative -- alias perang bintangnya Reagan -- yakin betul terhadap keampuhan teknologi baru ini. "Komputer elektronik pasti tak akan mampu menandinginya," katanya kepada harian The New York Times. Akhirnya, memang benar pepatah yang mengatakan "di atas langit masih ada langit", atau di atas elektronik masih ada fotonik. Bambang Harymurti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini