Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kota-kota Digugat Lagi

Pendapat Amos Rapoport tentang perencanaan tata kota didukung oleh kelompok Edward Krupart. Faktor perilaku manusia sebagai landasan untuk menentukan terbentuknya kota. Contohnya, New York & Kuala Lumpur.(ilt)

8 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK satu pun kota di dunia sekarang yang lolos dari kesemrawutan. Di negara maju atau di negeri berkembang, tanpa terkecuali, kota telah berantakan akibat urbanisasi. Berduyunnya orang ke kota secara tiba-tiba, terutama sejak era industrialisasi, merupakan penyebab utama yang membuat kota tak siap menghadapi kenyataan. Ikhtiar mengatasinya? Sekalipun berbagai perhitungan planologis pemugaran sejumlah kota maupun pendirian kota-kota baru kini dihitung berulang kali, dan sejumlah faktor arsitektural juga dikaji, toh kesemrawutan itu tak kunjung pecah. Malah yang muncul "rimba beton" lewat bangunan yang menjulang ke atas. Untuk mencari jawabannya, kini sejumlah arsitek mulai berpaling ke permukiman dan arsitektur tradisional. Kesimpulan yang didapat dalam menata bentuk serta susunan fisik bangunan dan kota cukup kontroversial. Ahli tata kota Amos Rapoport menyimpulkan: ruang hidup, baik bangunan maupun lingkungan, harus tcrbentuk dari berbagai kebiasaan sehari-hari, yang dihitung secara matriks. Dengan kata lain, faktor manusia dan kebiasaannya merupakan hal utama dalam menentukan bentuk arsitektur dan susunan suatu lingkungan hidup. Teori Rapoport, yang dikemukakannya pada 1970 itu, dan kemudian diperkuat oleh sejumlah orientalis lain, ternyata tak begitu saja diterima orang. Selama 10 tahun lebih, perhitungan faktor manusia itu timbul tenggelam dalam berbagai diskusi arsitektur dan planologi Banyak yang menganggapnya tidak realistis. "Bagaimana mungkin menggunakan pola tradisional bagi kehidupan masa kini yang kompleks?" tanya para penentang Rapoport. Kini, pendapat Rapoport muncul lagi ke permukaan, dan jauh lebih kuat. Ia disokong oleh Dr. dward Krupart, pengarang People in Cities, yang pendapatnya tak berbeda jauh dengan Rapoport: faktor manusia, kebiasaan dan persepsinya, sangat menentukan dalam terbentuknya kota. Karena iu, dalam planologi, faktor tersebut mutlak diperhitungkan. Sejumlah pengamat bahkan menyebutnya sebagai revolusi dalam ikhtiar mengatasi akibat urbanisasi di bidang planologi. Dalam salah satu pertemuan di New York, awal tahun ini Krupart kembali mengemukakan bahwa realitas subyektif adalah bagian yang sangat penting dalam membentuk suatu lingkungan kehidupan urban. "Kesemuanya, kemudian, merupakan suatu tumpukan kenyataan yang tumpang tindih," kata Krupart. Yang dimaksudkan Krupart dengan "realitas subyektif" adalah imaji dan persepsi seseorang tentang kota yang dihuninya, khususnya lokasi tempat tinggal dan tempat-tempat tertentu. Realitas subyektif itu, kata Krupart, lebih penting daripada realitas obyektif -- realitas yang sebenarnya. Contohnya, bila suatu daerah dianggap tidak aman oleh sebagian besar masyarakat -- berdasar imaji subyektif -- akibat suasananya yang menyeramkam, atau karena suatu peristiwa kejahatan yang mendapat publikasi luas, maka kawasan itu pasti mati. Sebaliknya, suatu daerah yang sudah dikenal atau memiliki identitas yang jelas misalnya, pertokoan -- akan dikunjungi hampir secara otomatis. Dalam salah satu penelitian persepsi jarak, yang dilakukan kelompok Krupart di Inggris, terungkap bahwa banyak ibu rumah tangga yang menyatakan sebuah pusat perbelanjaan yang populer lebih dekat daripada pasar kecil yang tak jauh dari rumah mereka. Prinsip identitas suatu kawasan ini secara naluriah diikuti masyarakat dalam membentuk suatu kawasan. Di luar perencanaan kota, banyak kawasan perbelanjaan, pasar, kawasan permukiman, dan lokasi perkantoran, terjadi hampir dcngan sendirinya. Dan, biasanya membingungkan pcrencana kota, karena ketika sebuah kawasan pertokoan yang sesungguhnya dibangun, tak ada pengunjung yang datang. Walau, bentuk arsitekturnya, lalu lintas, dan efisiensinya dari sisi planologi diperhitungkan secara akurat. Mengapa? "Perhitungan arsitektur dan planologi, bahkan sejarah arsitcktur, telah mcngabaikan faktor manusia dan kebiasaannya," kata Rapoport, beberapa tahun silam. Sebab, tinjauan arsitektur selama ini, menurut Rapoport, tak lain pengamatan pada sebagian kecil kota saja. Misalnya, monumen, bangunan-bangunan penting, plaza (semacam alun-alun), dan lingkungan di sekitarnya. Cara mengamat seperti ini, yang pada pendapat Rapoport tidak tepat, sudah dimulai sejak kritik arsitektur dikenal. Dengan kata lain, pembangunan kota sudah salah sejak awalnya. Tak aneh bila kacau menghadapi arus urbanisasi. Kota, menurut pandangan Rapoport, dibedakan dari permukiman masyarakat tradisional, seperti kampung, desa, dan sejenisnya. Kendati berbagai kota tua, yang dibangun di masa Gothik, seperti Paris, London, dan berbagai kota di Eropa lainnya,.patut diakui keindahannya, kata Rapoport, tak bisa disangkal faktor manusia tak ada di sana. "Sebuah kota sesungguhnya tak pernah ada," kata Krupart. Ia mengambil amsal, percuma saja seorang wali kota membicarakan pembangunan kota dengan Dewan Kota atau forum penduduk, karena imaji Wali Kota sudah pasti berbeda dengan warganya. "Tak bisa dibayangkan kesepakatan seperti apa yang kemudian dicapai," ujar ahli psikologi sosial itu. Tentang perihal ini, kelompok Krupart pernah nengadakan penelitian di Paris. Dari 200 responden yang diminta menggambar kota yang mereka tinggali, tak satu pun ditemukan gambar yang sama, dan tak satu pun yang tepat. Yang lebih menarik, terdapat sejumlah besar "daerah terlupakan" (blind spot). Ini menunjukkan, kota yang ritmis -- dalam arsitektur, menghadirkan bentuk-bentuk senada -- ternyata memiliki faktor menyesatkan. Hal berbeda ditemukan di New York. Kota ini dinilai Krupart mudah diingat, dan dengan sendirinya mudah akrab dengan penduduknya. Hal ini terlihat nyata pada penelitian Kevin Lynch, perencana kawasan urban dari kelompok Krupart. "Peta mental" yang digambar penduduk menunjukkan, pengenalan terhadap kota banyak ditolong sejumlah tanda kawasan (land mark), seperti Empire State Building, Central Park, dan Fifth Avcnue. Faktor lain yang ditemukan Lynch, yang bisa mengakrabkan penduduk dengan kotanya, adalah terbaginya kota ke dalam distrik lebih kecil, hingga bisa dicapai dengan berjalan kaki -- dalam planologi, dikenal sebagai kota berskala manusia. Contoh pola ini adalah Kuala Lumpur, ibu kota Malaysia. Pusat kota yang tak berubah selama berabad-abad sangat kecil, sementara kawasan urban berkembang di luar daerah pusat itu. Pada gilirannya, buruknya lingkungan hidup akan berpengaruh pada peri laku penduduknya. Gary Moore, ahli psikologi lingkungan dari Universitas Wisconsin, Milwaukee, awal tahun ini, melahirkan buku mengejutkan tentang peri laku. Dalam bukunya, yang berjudul Children's Experience of Place, Moore menemukan bagaimana anak-anak di kota-kota padat dan luas menentukan tanda kawasan. "Kecenderungan anak-anak itu menentukan tanda kawasan, menunjukkan adanya sikap terdesak yang hebat," ujar Moore dalam sebuah pertemuan di Milwaukee. Tanda kawasan yang ditunjuk rata-rata menandakan rasa takut dan cemas, scperti tempat pelacuran, rumah kosong, tangki gas, kawasan rawa-rawa, dan kuburan. Bila keadaan depresif ini tidak berubah, apalagi menekan selama bertahun-tahun, akan lahirlah reaksi bertahan yang keras. Hasil penelitian kelompok Krupart tak cuma berhenti pada diskusi. Arsitek Kenneth Craik, dari Universitas California, sudah mencoba memanfaatkan metode Krupart dengan bantuan simulasi komputer untuk membuat rencana kawasan baru atau membangun kembali suatu daerah. Hasilnya -- dan ini yang menimbulkan kejutan dan diskusi di mana-mana -- diperkirakan bisa mengatasi masalah urbanisasi. Jim Supangkat Bahan Stience Times

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus