PADA Teleskop lalu, secara umum dibahas masalah teknis ilmiah yang dihadapi para ahli dalam usahanya menciptakan logam sintetis berupa konduktor super yang ringan. Kini, kita mencoba melihat masalahnya lebih terinci. Pada 1979, para peneliti ilmu bahan-bahan di Eropa membuat bahan konduktif superorganik untuk pertama kalinya. Dalam proses ini, suatu persenyawaan dan donornya berupa molekul yang mengandung selenium disebut tetramethyl tetraselenavul valene (TMTSF) dan sudah akseptor berupa anion yang disebut hexafluorida fosfor. Bahan ini menjadi superkonduktif di bawah suhu -272C dan tekanan 12.000 atm. Tekanan itu cukup tinggi untuk merapatkan kation satu sama lain. Penemuan tersebut banyak menarik perhatian, sekaligus membuat orang tertarik mencari bahan lain yang mempunyai potensi menjadi superkonduktif. Sebagian bahan itu berupa TMTSF, yang dikombinasikan dengan anion-anion lain, tetapi bukan hexafluorida fosfor. Berdasarkan penelitian-penelitian sejenis, suatu tim IBM di San Jose, California, yang diketuai Edward Engler dan Richard Greene, berhasil membuat persenyawaan yang menjadi superkonduktif pada suhu -271C dan tekanan 4.000 atm. Dalam hal ini, donornya berupa molekul yang mengandung belerang, disebut bis (ethylenedithiolo) tetrathioful velene (BEDT-TTF) yang dijuluki dengan nama ET, sedangkan anionnya ialah perrhenate (ReO4). Sasaran selanjutnya ialah mencapai suhu yang lebih tinggi. Para peneliti menjadi lebih optimistis untuk menciptakan logam sintetis di bawah suhu lebih tinggi, malah setinggi -272C. Tetapi, kini, suhu transisi paling tinggi ialah -249C untuk suatu campuran antara nobium dan germanium. Sebaliknya, suatu logam sintetis dengan suhu transisi -232C pasti sudah dapat diterapkan secara praktis, karena hidrogen cair yang bersuhu -242C akan dapat dijadikan alat pendingin. Sekalipun hidrogen cair berbahaya, karena mudah meledak ia lebih murah dan mudah ditangani dibandingkan helium cair dengan suhu -271C. Pendekatan pada hidrogen cair sebagai pendingin ditempuh melalui dua cara. Pertama, mencari variasi baru TMTSF dan ET, dua keluarga logam sintetis yang diketahui dapat memiliki sifat superkonduktif. Kedua, mempelajari logam sintetis yang memiliki kerangka molekular yang sama sekali berlainan, seperti cincin-cincin yang mengandung karbon, dcnan unsur telunum dl dalam strukturnya. Karena dalam hal ini diketahui, ukuran anion mengatur atau menentukan jarak antara kation -- dan dengan demikian menentukan sifat konduktif tersebut -- pendekatan lain ialah menggunakan anion yang lebih kecil, sehingga mengurangi jarak. Kini, penelitian intensif ditujukan pada ET. Sebuah tim yang dipimpin Williamson di Argonne, Prancis, menemukan suatu turunan (derivat) ET yang bermuatan anion tunggal dan mengandung yodium serta bromin (IBr2) memperoleh sifat superkonduktif pada suhu -270C dan di bawah tekanan udara biasa. Baru-baru ini Williamson mengumumkan, ia menemukan lagi turunan ET (berdasarkan emas dan yodium) yang menjadi superkonduktif pada suhu -268C dan di bawah tekanan udara biasa. Di Lembaga Fisika-Kimia Moskow, Shchegelov melaporkan bahwa derivat ET triiodide (I3) menjadi superkonduktif pada suhu transisi -265C, tetapi masih memerlukan tekanan. Berdasarkan penemuan itu, kini peneliti di laboratorium Argonne, laboratorium Sandia (d'Albuquerque, New Mexico, AS), juga di Jepang, mulai mencurahkan perhatian pada derivat I3. Pada umumnya, para ahli mulai yakin bahwa logam sintetis akan diterapkan di dunia industri secara praktis, kendati masih terdapat berbagai rintangan, misalnya biaya tinggi dan kerapuhan. Secara berangsur-angsur, kerapuhan itu sendiri mulai diatasi. Beberapa campuran yang rapuh sudah mulai dibuat menjadi kawat, kumparan, dan komponen lain. Memang belum terpikir untuk merentangkan kawat logam sintetis menggantikan tembaga. Namun, bahan itu pasti dapat digunakan sebagai komponen atau bagian peralatan pesawat dirgantara atau industri penerbangan modern. Akhirnya, jantung komputer, yakni memory chips, semuanya akan terbuat dari logam sintetis. Bahkan, dari situlah "revolusi" akan mulai. Sehubungan dengan itu, bahan-bahan mentah negara berkembang berupa mineral-mineral logam semakin menjadi "kuno": harganya pun bakal jatuh. M.T. Zen
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini