AWAL tahun 50-an orang kita masih menyebutnya barang atom'.
Memang barang plastik ketika itu masih aneh. Kini perkembangan
industri plastik--nama kerennya, industri polimer--sangat pesat
di dunia. Bahkan di Indonesia juga bertumbuh- industri polimer
walaupun baru bersifat mengolah bahan baku plastik yang diimpor.
Sadar akan masa depan yang cemerlang bagi industri polimer
Indonesia, para ilmuwan, produsen dan pejabat setahun lalu
menyelenggarakan suatu simposium untuk membahas berbagai
problemnya. Pekan lalu Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT) pimpinan Menteri Negara Ristek B.J. Habibie,
menyelenggarakan lagi simposium semacam itu di Jakarta.
Bahan baku dasar bagi industri polimer, seperti minyak bumi
dan gas alam, dimiliki Indonesia. "Berdasarkan ini saja cukup
beralasan untuk meyakini bah wa industri polimer mempunyai dasar
yang mantap dan kukuh di Indonesia," demikian Habibie.
Bagi BPPT, simposium ini sangat bermanfaat, berhubung ada
instruksi Presiden Soeharto untuk mendirikan suatu Laboratorium
Polimer. Diduga laboratorium ini akan dibangun mulai tahun depan
di Pusat Penelitian llmu dan Teknologi (Puspitek) Serpong.
Dalam simposium ini jelas terungkap tahap perkembangan
industri dan penelitian polimer di Indonesia. Hampir 25 makalah
diajukan oleh para ilmuwan Indonesia--sebagian besar membahas
berbagai cara untuk mengidentifikasi bermacam jenis dan sifat
polimer. Identifikasi dan pengenalan sifatnya sangat penting
bagi produsen maupun untuk pengembangan. "Misalnya apakah bahan
itu murni," jelas Ir. Susilowati Praptowidodo dari ITB. "Jangan
(kita) sampai tertipu oleh bahan bermutu rendah."
Belum Komersial
Para ahli dari BATAN membahas penggunaan radiasi nuklir
dalam peningkatan mutu berbagai polimer. Terutama ditujukan pada
polimer alam seperti karet, serat alam dan kayu. Semuanya itu
punya prospek ekonomis yang cerah.
Pemanfaatan polimer urea-formaldehida untuk pupuk
dikemukakan Ir. Roekmijati dari Institut Teknologi 10 Nopember,
Surabaya. Menurut Roekmijati, kadar nitrogen polimer ini 30%
lebih. Ia merupakan pupuk yang dapat mengendalikan penyediaan
nitrogennya dalam waktu lama, hingga efisiensi pengambilan
nitrogen oleh tanaman akan meningkat.
Ujung daur terakhir dari pemakaian plastik juga tidak
dilupakan. Misalnya beberapa makalah membahas limbah plastik.
Meski volume ini di Indonesia belum merupakan problem yang
serius, mtnurut Soeparwadi dari ITB, cara terbalk adalah
mendaurulangkan limbah itu.
Prof. Ida Bagus Agra dari Fakultas Teknik UGM
memperkenalkan cara pirolisis limbah plastik untuk menghasilkan
cairan yang menyerupai minyak mineral. Peralatan yang ia biayai
sendiri telah bisa menghasilkan minyak mineral secara sinambung.
Namun, menurut Agra, minyak itu sekarang belum bisa dihasilkan
secara komersial.
Dalam simposium ini juga turut sejumlah ilmuwan dari luar
negeri. Antara lain Dr. L. Blom, ahli polimer DSM Dutch State
Mines --Perusahaan dan Laboratorium Polimer di Negeri Belanda).
Ia menggambarkan betapa pentingnya peranan suatu laboratorium
polimer sebagai Pusat Syaraf yang menghimpun sekelompok ilmuwan
berbagai disiplin.
Tugas terpenting suatu laboratorium polimer, menurut Blom,
adalah menganalisa dan mengerti hubungan kompleks yang terjadi
antara struktur molekul,pengolahan, kondisi pengolahan dan mutu
produk. Ini perlu untuk memperbaiki mutu polimer itu sendiri dan
meningkatkan secara maksimal kondisi pengolahan agar tercapai
produk akhir yang unggul.
Plastik terbagi dalam dua golongan umum. Golongan
termoplastik dan golongan termoset. Yang pertama bisa dilunakkan
kembali tanpa bahannya mengalami degradasi. Sebaliknya, plastik
termoset mengalami degradasi bila dipanaskan. Seperti di negara
industri maju, juga di Indonesia hampir 80% dari produksi barang
plastik menggunakan termoplastik seperti PVC
(polivinilkhlorida), polietilena, polipropilen dan polistirena.
Tiga kategori utama dalam golongan termoplastik -- seperti
poliolefin, PVC dan polistirena--lahir di Eropa.. Semula
produksinya didasarkan pada hidrokarbon yang diperoleh dari
batubara-seperti asitelena dan benzena. Antara tahun 1950 dan
1975, bahan dasarnya beralih ke minyak bumi. Tapi karena harga
minyak kini mahal, akan lebih menguntungkan kalau kembali ke
batubara. "Persediaan batubara dunia 3 kali lebih banyak dari
persediaan minyak bumi dan gas alam," ujar M. Camp, ahli polimer
dari CDF Chimie, Prancis.
Sampai hari ini-minyak dan gas alam masih merupakan bahan
dasar yang paling menarik di dunia untuk memproduksi polimer.
Indonesia cenderung tetap memilih bahan dasar ini.
Industri polimer di Indonesia sudah mulai menghasilkan
bahan PVC, polipropilena, nilon, serta poliester, damar alkid
dan damar-damar urea, fenol dan melamina formaldehida. Yang
terakhir ini sangat penting sebagai perekat dalam industri
pengolah kayu, seperti kayu lapis dan fibre/particle-board. Tapi
sebagian besar bahan baku ini juga masih impor.
Sebagian impor ini akan ditiadakan bilamana Indonesia sudah
selesai membangun beberapa proyek petrokimia Yaitu proyek olefin
di Aceh, proyek aromatik di Plaju, proyek metanol di Pulau Bunyu
dan proyek hitam-karbon di Cilegon atau Cilacap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini