Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Mogok Itu Masal

Banyak mahasiswa ITB dan UI diskor atau dipecat dengan tuduhan mengadakan kegiatan tanpa izin. mereka mengadakan mogok kuliah.

13 Desember 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA menyebutnya 'aksi keprihatinan'. Mula-mula datang ke DPR. Lantas mogok kuliah, 3 hari, awal bulan ini. Mereka, mahasiswa Institut Teknologi Bandung, seperti dinyatakan Yayat Nurhayat, Ketua DM ITB yang menandatangani seruan aksi mogok itu, "tidak menghendaki adanya tindakan yang tidak bersifat mendidik yang justru terjadi dalam lembaga pendidikan." Yang dimaksud Yayat adalah skorsing dan pemecatan mahasiswa di beberapa perguruan tinggi negeri. Berapa persisnya mahasiswa yang diskors dan yang dipecat, rupanya tidak menjadi masalah penting bagi mereka. Menurut Menteri P&K sehabis mengadaian rapat kerja dengan DPR, Selasa pekan lalu, sekitar 30 mahasiswa yang dipecat. Jumlah yang diskors tidak disebut. Skorsing terhadap Yayat Nurhayat dan Eddy Susianto dari ITB misalnya dilakukan karena mereka dianggap terlibat satu kegiatan di kampus tanpa izin institut. Begitu juga pemecatan Elbiner Tobing, mahasiswa UI (TEMPO 22 NOvember). Memang merugikan, skorsing itu. Apalagi pemecatan. "Bayangkansatu tahun menganggur. Itu merupakan hambatan bagi hak seseorang," kata Yayat bersemangat. Toh ia yang terkena skors satu tahun--terhitung mulai pertengahan bulan lalu--melihat juga manfaamya. "Saya semakin yakin bahwa tantangan yang dihadapi mahasiswamakin serius. Dan itu tak bisa dihadapi dengan cara emosional, tapi harus dengan sikap dewasa." Kegagalan Komunikasi Kata-kata Yayat bisa dicurigai sebagai hanya membela kepentingan pribadi. Tapi seorang dosen Jurusan Teknik Industri ITB, Wimar Witular, 35 tahun, pernah menjadi ketua DM ITB, pun melihat skorsing sebagai tindakan tak bijaksana. "Dilihat dari segi pendidikan, penjatuhan skorsing akan menutup komunikasi--bahkan bisa terjadi adanya tindakan saling membalas, yang pada gilirannya bisa menimbulkan radikalisme di kalangan mahasiswa," menurut dia. Apalagi kalau skorsing atau pemecatan didasarkan pada kegiatan mahasiswa yang bersifat kemasyarakatan atau politik--Wimar menilai itu sebagai "kegagalan kedua pihak untuk mengadakan komunikasi." Tapi bagaimana dengan mogok kuliah? Apa bermanfaat? Daoed Joesoef menyatakan: "Mereka yang mogok tidak akan diambil tindakan apa pun selama tak melakukan intimidasi mengajak mogok yang lain. Mereka akan rugi sendiri." Wimar sendiri melihat aksi mogok sebagai tak merugikan siapa pun--selamadijalankan mahasiswa dengan kompak. Soal teknis, kuliah yang tertinggal misalnya, "itu bisa dikejar kemudiannya," katanya. "Kadang-kadang kegiatan rutin harus kita tinggalkan untuk suatu hal yang lebih fundamental." Mahasiswa ITB sendiri memang tak satu suara--tentu saja. Terhadap aksi mogok ada bermacam pendapat, meski yang terang-terangan menentang tak ada. Komaruddin, mahasiswa Geologi tingkat terakhir, mengingatkan pada aksi mogok mahasiswa ITB dua tahun lalu. Dulu, aksi itu mengakibatkan pendudukan kampus oleh tentara, dan ini mengakibatkan kerugian besar pihak ITB. Dikhawatirkannya kalau aksi mogok yang terakhir ini berkepanjangan alan terjadi peristiwa serupa. Harga Diri Tapi ada yang lebih dikhawatirkannva. Menurut dia sebagian besar mahasiswa bersikap apatis. "Mereka datang ke kampus semata untuk kuliah," ujar Komar. Karena itu ia khawatir mahasiswa apatis yang jumlahnya memang banyak itu dipergunakan oleh lawan gerakan mahasiswa--agar mereka berseru bahwa mereka dirugikan oleh pemogokan itu. "Secara pribadi saya tak setuju aksi mogok. Tapi kalau itu sudah jadi kesepakatan bersama, ya saya ikut mogok," kata Komaruddin sembari tertawa. Terutama di hari kedua pemogokan, 2 Desember lalu, kampus ITB memang bersuasana lain. Ruang kuliah kosong, poster-poster yang mengecam kebijaksanaan Menteri P & K memenuhi setiap dinding kampus. Mahasiswa berkumpul-kumpul di lapangan basket. Di luar kampus tentara dan polisi siaga. Kendaraan yang hendak masuk diperiksa. Tapi mereka tetap di luar, tak mengganggu mahasiswa. Beberapa mahasiswa menilai aksi mogok sebagai pelajaran di luar kurikulum. "Ini merupakan pelajaran pengamatan kemasyarakatan yang tak ada dalam kurikulum," kata Bernard Napitupulu, mahasiswa Senirupa. "Mogok itu memang mahal," kata John Purba mahasiswa Teknik Industri. "Kita bisa merenung untuk apa sebetulnya kita belajar di ITB ini. Itu untungnya. Ruginya, cuma soal pelajaran. Dan itu cuma soal waktu" lanjutnya. Yusman SD, bekas pejabat ketua DM dua tahun lalu, menilai arti pemogokan karena adanya tindakan skors sebagai terlalu kecil. Meski ia bisa memaklumi bahwa skors memang menyinggung harga diri mahasiswa. Tapi Komaruddin, mahasiswa Geologi yang tadi, melihat satu lagi segi positif aksi ini. Dengan pemogokan ml muncul suasana yang memungkinkan mahasiswa memilih pemimpinnya secara spontan --satu hal yang tidak akan bisa dilahirkan oleh latihan kepemimpinan mana pun. Dengan kata lain, menurut dia, aksi ini pun merupakan satu pendidikan tersendiri--untuk punya rasa tanggung jawab terhadap segala hal yang dilakukan. Paling tidak mereka telah menaati keputusan bersama untuk mogok hanya tiga hari. Perkembangan lebih lanjut? Ada pejabat ketua DM baru -- Iwan Dharma Setiawan, mahasiswa Deparremen Geodesi. Yayat sendiri mengundurkan diri dari jabatan ketua Kamis pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus