Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRESIDEN Direktur BP Tony Hayward semestinya senang sering ditelepon para menteri Presiden Barack Obama. Sebab, itu bisa dinilai sebagai keakraban, yang mencerminkan keberhasilan lobinya sebagai pengusaha. Tapi dering telepon seluler yang terus-menerus itu kini justru membuatnya stres. Sebab, anggota kabinet Obama menelepon bukan untuk ramah menyapa, melainkan meminta pertanggungjawabannya menghentikan gelontoran tumpahan minyak mentah dari anjungan yang hanya berjarak 64 kilometer dari lepas pantai Louisiana, Amerika Serikat.
Kebocoran minyak terjadi setelah anjungan meledak dan terbakar pada 20 April lalu. Sebelas orang awak tambang tewas. Anjungan tenggelam hingga sekitar 1.500 meter di bawah permukaan laut. Minyak mentah menyembur dari tiga titik kebocoran. Titik terkecilnya dapat ditambal. Namun dua lubang yang lain masih liar tak terkendali.
Semburannya mengakibatkan setidaknya 5.000 barel (795 ribu liter) minyak mentah menyebar ke laut setiap hari—hampir setara dengan isi sekitar 66 truk tangki besar yang biasa memasok pompa bensin di Indonesia. Bocoran sebanyak itu baru merupakan perhitungan konservatif yang dipegang BP dan pemerintah Amerika Serikat. Beberapa ahli independen memperkirakan jumlah minyak mentah yang tumpah sampai 16 juta liter per hari. ”Presiden (Obama) sangat frustrasi karena kita belum bisa menyumbat kebocoran itu,” kata juru bicara Gedung Putih, Robert Gibbs.
Anjungan yang meledak itu bernama Deepwater Horizon, milik Transocean yang disewa perusahaan minyak raksasa dunia BP. Sebelum anjungan meledak, para pekerja sedang melakukan pengeboran terakhir dan mulai menyemen dinding sumur. Saat itu semua tampak beres. ”Tidak ada indikasi masalah apa pun,” kata Adrian Rose, Wakil Presiden Transocean.
Sebenarnya setiap tambang minyak, baik lepas pantai maupun daratan, selalu dilengkapi peralatan untuk mematikan aliran minyak atau gas. Peralatan ini dipasang di permukaan tanah atau dasar laut, lazim disebut blowout preventer (BOP). ”BOP menjadi kewajiban setiap pengeboran,” kata Rudi Rubiandini, ahli pertambangan dari Institut Teknologi Bandung.
Sayang sekali, enam robot bawah laut gagal mengaktifkan pencegah semburan itu. BP kemudian memasang kubah seberat 125 ton di atas titik kebocoran terbesar. Kubah itu akan menjadi mulut corong yang bagian kecil di atasnya disambung selang ke kapal tanker. Sistem ini semestinya bisa mengatasi sampai 85 persen kebocoran minyak.
BP memasang sistem kubah pada 7-8 Mei lalu. Tapi sialnya ada gas metana-hidrat dari sumur minyak ikut menyembur. Gas ini, setelah bercampur air, malah membentuk kristal es yang menyumbat leher kubah.
Setelah sempat mempertimbangkan menutup lubang kebocoran dengan kubah lebih kecil—hanya sepersepuluh ukuran sebelumnya—BP akhirnya menggunakan anak pipa yang disambungkan dengan pipa patah. Usaha ini sudah lumayan sukses. Pekan lalu, sistem yang disebut riser insertion tube ini sudah berhasil mengalirkan sekitar 3.000 barel minyak per hari atau 60 persen dari semburan ke kapal tanker. Adapun kubah kecil tetap dipersiapkan jika sistem ini gagal dipakai.
Semua usaha ini hanya pemecahan jangka pendek untuk mengurangi kerusakan lingkungan. Untuk mematikan secara permanen, dibuat sumur sodetan (relief well) berbentuk miring dan memotong sumur asli di bawah tanah. Transocean sudah mulai membuat sumur sodetan yang biayanya mencapai US$ 100 juta atau sekitar Rp 909 miliar, sejak 2 Mei. Butuh dua sampai tiga bulan untuk menyelesaikannya.
Lewat sumur sodetan ini dialirkan lumpur berat—lumpur yang berfungsi untuk menyumbat—ke dalam sumur sehingga aliran terhenti. ”Akhirnya akan diinjeksikan semen yang akan mematikan sumur secara permanen,” kata Rudi.
Untuk memasang peralatan dan memantau situasi di kedalaman sampai 1.500 meter di bawah permukaan laut itu, tidak digunakan para penyelam manusia karena sangat berbahaya. BP mengirim robot-robot ke bawah air. Robot itu lazim disebut ROV (remotely operated underwater vehicle), yang cara kerjanya mirip robot penjinak bom. Bedanya, robot penjinak bom bekerja di daratan kering, ROV bekerja di dasar laut.
ROV ini sudah menjadi standar tambang minyak dan gas lepas pantai di seluruh dunia. ROV biasa digunakan untuk membantu kegiatan offshore, termasuk di Indonesia. ”Pada setiap inspeksi konstruksi anjungan selalu diperlukan ROV, terutama di laut dalam,” kata Rudi.
Adapun untuk membereskan minyak yang sudah bergelimangan di laut, BP menaburkan dispersan—pengurai minyak sehingga tak meracuni laut—hingga 1,6 juta liter dengan empat pesawat Hercules. Zat penetral yang dipakai adalah Corexit EC9500A dan Corexit EC9527A. Ini bukan dispersan yang paling efektif, tapi dipilih karena dianggap paling ramah lingkungan, meski di mata pencinta lingkungan masih dianggap cukup merusak.
Nur Khoiri (Times, bp.com, offshore-mag.com, CSM)
Cara Menjinakkan Semburan
Sebanyak 19 ribu orang dengan sekitar 750 kapal sedang bersusah payah menghentikan semburan minyak dan membersihkan yang sudah tumpah di Teluk Meksiko. BP sudah mendapat 15 ribu lebih klaim kerugian dan membayar 2.700 di antaranya.
Mengalirkan minyak dan gas ke kapal yang di permukaan laut
ANAK PIPA ROBOT BAWAH AIR
ANJUNGAN DEEPWATER HORIZON
Pencegahan Semburan
Di mulut sumur minyak atau gas selalu dipasang pencegah semburan (blowout preventer/BOP). Enam robot bawah laut yang dipakai gagal mengaktifkannya. Semula mereka akan menutup enam katup, satu katup butuh 24-36 jam. Saat ini BP bersiap memompakan lumpur berat langsung ke BOP.
Selanjutnya, lumpur mendorong minyak dan diberi lapisan semen agar menutup sumur.
Sumur Sodetan
Sumur sodetan (relief well) menjadi metode pamungkas membereskan kebocoran minyak ini, tapi waktu pengerjaannya lama, yakni tiga bulan.
Sumur 1
Sumur 2
Pipa akan mengalirkan lumpur berat dan semen untuk mematikan sumur secara permanen.
Sistem yang disebut riser insertion tube ini sudah berhasil mengalirkan sekitar 3.000 barel minyak per hari atau 60 persen dari semburan.
mulai digali 2 Mei
mulai digali 16 Mei
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo