Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Berita Tempo Plus

Menanti Inovasi Wolbachia

Bakteri wolbachia dapat melumpuhkan virus dengue pada nyamuk Aedes aegypti. Pemerintah tertarik mengimplementasikan metode ini untuk menekan risiko penularan demam berdarah.

1 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Nyamuk Wolbachia-Aedes jantan. Dok. Singapore Government Agency
Perbesar
Nyamuk Wolbachia-Aedes jantan. Dok. Singapore Government Agency

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

JAKARTA – Demam berdarah dengue masih menjadi momok bagi masyarakat Indonesia hingga sekarang. Penyakit yang ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti tersebut selalu muncul saban tahun, terlebih pada musim hujan, saat populasi nyamuk cenderung meningkat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Merujuk pada data Kementerian Kesehatan, jumlah kasus demam berdarah mencapai puluhan hingga ratusan ribu per tahun. Pada 2019, misalnya, kasus demam berdarah mencapai 138 ribu dan pada 2020 sebanyak 103 ribu kasus. Turun dengan 71 ribu kasus pada tahun lalu, penularan demam berdarah kembali meningkat pada 2022. Hingga pekan ke-27, terdapat 61 ribu kasus dengan 580 kematian di 453 kabupaten/kota di 34 provinsi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ikhtiar menekan risiko penjangkitan demam berdarah terus dilakukan pemerintah saban tahun melalui program tetap penyuluhan hidup bersih dan pencegahan kembang biak nyamuk di lingkungan tempat tinggal. Langkah terobosan pun diupayakan sekelompok peneliti dalam The World Mosquito Program atau WMP Yogyakarta.

Tim yang dipimpin Profesor Adi Utarini ini mencoba memanfaatkan wolbachia, bakteri alami yang ada dalam tubuh sebagian besar serangga tapi tak ditemukan pada nyamuk Aedes aegypti. Bakteri tersebut mampu melumpuhkan virus dengue yang menjadi musabab demam berdarah dengue.

Ember berisi telur nyamuk berbakteri wolbachia di Desa Tlogoadi, Mlati, Sleman, Yogyakarta, 17 Juni 2021. TEMPO/Shinta Maharani

Cara kerjanya, peneliti dari WMP Yogyakarta menyuntikkan bakteri wolbachia ke dalam jutaan telur nyamuk Aedes aegypti. Setelah telur-telur itu ditetaskan, nyamuk-nyamuk hasil laboratorium tersebut disebar ke wilayah yang menjadi sasaran pembasmian demam berdarah.

Nyamuk betina berbakteri wolbachia yang kawin dengan jantan normal akan menghasilkan keturunan yang seluruhnya mengandung wolbachia. Demikian juga perkawinan jantan dan betina yang sama-sama mengandung wolbachia, seluruh generasi berikutnya akan mempunyai wolbachia.

Telur hasil perkawinan nyamuk jantan yang berbakteri wolbachia dengan betina normal tidak akan menetas. Walhasil, apabila seluruh nyamuk Aedes aegypti pada populasi alami mengandung wolbachia, mereka tak akan mampu lagi menularkan virus dengue ke manusia.

Sejak 2020, jutaan nyamuk Aedes aegypti dengan bakteri wolbachia telah disebar di sejumlah lokasi di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Setelah nyamuk tersebut dilepas, selama rentang waktu tertentu, tim peneliti menghitung efektivitas metode ini terhadap penyebaran virus dengue. 

Hasilnya, tim WMP Yogyakarta mencatat penurunan risiko demam berdarah dengue hingga 77 persen. "Intervensi ini jauh lebih efektif dibanding pemberian vaksin dengue dan lebih murah dari segi pembiayaan," kata Profesor Uut—demikian Adi Utarini kerap disapa. 

Perempuan berusia 57 tahun itu mengklaim bakteri wolbachia aman karena tak berdampak bagi kesehatan manusia. Utarini berharap pemerintah akan menggunakan inovasi ini dalam program pemberantasan demam berdarah dengue.

INFO ILMU DAN TEKNOLOGI 4.1.1-Wolbachia dan Strategi Pencegahan Demam Berdarah

 

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tertarik pada uji coba nyamuk Aedes aegypti berbakteri wolbachia itu. Menurut Budi, cara tersebut dapat menurunkan prevalensi virus dengue dengan mengontrol nyamuknya tanpa menghilangkan spesies nyamuk. "Jadi, tidak menghilangkan (nyamuk), melainkan membuat nyamuk tidak menularkan virus lagi," kata Budi, Jumat dua pekan lalu. Kementerian Kesehatan masih menunggu hasil uji coba di Yogyakarta dan Bantul sebelum memastikan implementasinya di daerah lain di Indonesia.

Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, menyebutkan pemanfaatan bakteri wolbachia bisa menjadi solusi untuk menekan ancaman penyakit demam berdarah dengue yang tak berkesudahan. Menurut dia, penggunaan bakteri wolbachia memang lebih efektif dibanding vaksinasi. "Efikasi vaksin demam berdarah baru 50 persen, sementara wolbachia diklaim 77 persen," kata Windhu ketika dihubungi, kemarin.

Ada juga keunggulan dari segi biaya. Harga vaksin demam berdarah sekitar Rp 1 juta per dosis. Padahal setidaknya dibutuhkan tiga kali dosis vaksin dengan jeda enam bulan.

Meski demikian, Windhu ragu metode dengan wolbachia bisa diimplementasikan dengan cepat di Indonesia. Sebab, saat ini metode tersebut masih dalam tahap uji coba. Belum lagi tantangan teknis, seperti perbedaan tingkat efektivitas kerja bakteri wolbachia di satu lokasi dibanding lokasi lain. 

Walhasil, Windhu berharap pemerintah tetap berfokus mengupayakan pencegahan demam berdarah dengan cara lawas, yakni lewat penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan kesehatan diri. Termasuk penyemprotan asap atau fogging serta penggalakan program 3M—menguras tempat penampungan air, menutup wadah air, serta mengubur barang bekas—untuk mengurangi populasi nyamuk Aedes aegypti. "3M adalah cara paling ampuh, mudah, dan murah untuk mencegah demam berdarah. Ya sudah, semakin digiatkan saja," ujarnya.

Petugas puskesmas menyemprotkan asap pembasmi nyamuk demam berdarah dengue (DBD) di Jakarta, 11 Mei 2022. TEMPO/Imam Sukamto

Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada, Riris Andono Ahmad, berharap pemanfaatan bakteri wolbachia ini bisa dipraktikkan meluas di seluruh Indonesia. Sebab, penggunaan metode itu bisa melengkapi strategi pemerintah dalam memberantas demam berdarah. "Harus dikerjakan bersama 3M," kata Riris. 

Meski demikian, Riris pesimistis bakteri wolbachia bisa serta-merta menghapus penyakit demam berdarah dengue. Sebab, diperlukan kerja bersama dan serentak di seluruh Indonesia. Dia mencontohkan upaya dunia untuk melumpuhkan Covid-19. Penggunaan vaksin mempersempit penjangkitan virus. Namun, saat ada cakupan vaksinasi yang kurang, risiko penularan naik lagi. "Sama seperti nyamuk Aedes aegypti, tak akan bisa berhasil kalau tidak dilakukan serentak," kata Riris. 

INDRA WIJAYA | ANT
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Indra Wijaya

Indra Wijaya

Bekarier di Tempo sejak 2011. Alumni Universitas Sebelas Maret, Surakarta, ini menulis isu politik, pertahan dan keamanan, olahraga hingga gaya hidup.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus