Dengan memantau pancaran sinar gamma, satelit GRO diharapkan bisa mengungkapkan misteri alam semesta. Rahasia lubang hitam juga akan dibongkar. DENGAN bantuan lengan robot sepanjang 15 meter, astronaut Linda Goldwin menggamit tubuh satelit GRO keluar dari perut Atlantis, pesawat ulang-alik AS. "GRO telah berada dalam posisi siap untuk dilepas," kata Linda dari dalam kabin Atlantis kepada petugas stasiun pengontrol bumi, yang memonitor pekerjaan lewat layar televisi. "Ya, kami melihatnya. Bagus, Linda," begitu jawaban dari bumi. Tak berapa lama kemudian, satelit GRO (Gamma Ray Observatory) pun lepas dari Atlantis, Senin pekan silam, pada ketinggian 460 km di atas permukaan bumi. Maka, satelit seberat 17 ton yang berharga US$ 617 juta (sekitar Rp 1,2 trilyun) itu pun menempati orbitnya, untuk tugas selama dua tahun, tapi ada kemungkinan dia bisa bertahan selama enam tahun. Satelit GRO merupakan barang sipil terberat yang pernah dibawa oleh pesawat orbiter Amerika. Dia memiliki empat buah sensor pipih, yang bebas satu sama lain, yang bisa memonitor pancaran sinar gamma alam semesta. Untuk sumber tenaga, dia punya panel-panel solar cell (pengubah energi matahari menjadi tenaga listrik), yang panjangnya mencapai 21 meter kalau direntangkan. NASA meluncurkan satelit GRO ini sebagai mata-mata untuk mengawasi alam semesta. Setahun lalu, Badan Angkasa Luar Amerika itu juga telah meluncurkan teleskop Hubble, yang kini mengorbit pada ketinggian 600 km di atas permukaan bumi. Hubble bertugas membuat foto-foto dan melakukan laporan pandangan mata. Berbeda dengan Hubble, GRO mengkhususkan diri memata-matai radiasi dari spektrum gamma, yang frekuensinya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan cahaya tampak yang dipantau Hubble. Namun, tugas Hubble dan GRO saling melengkapi. Keduanya diharapkan akan menemukan data yang bisa dipakai untuk menganalisa bentuk dan sejarah alam semesta. Sinar gamma yang akan ditangkap oleh GRO itu dipercayai oleh para ahli NASA akan membawa pesan-pesan dari alam semesta. Pancaran sinar ini bisa menceritakan lahirnya bintang baru, atau justru saat kehancuran sebuah planet. Sinar gamma itu juga bisa memberi keterangan proses pembentukan unsur-unsur kimia tertentu. Pendek kata, gamma bisa memberikan keterangan tentang asal-usul dan ukuran alam semesta. Keberadaan lubang hitam (black hole) disebut-sebut pula bakal bisa dipantau lewat aktivitas pancaran radiasi gammanya. Lubang hitam selama ini nyaris tak teraba. Ia merupakan kawasan yang berisi materi-materi yang dimampatkan oleh tenaga yang luar biasa besarnya. Lubang hitam memiliki gaya gravitasi yang sangat besar, sehingga cahaya pun tak bisa keluar lantaran tersekap tarikannya. Lubang hitam itu ada juga pada rasi Bima Sakti, gugusan yang didiami oleh matahari kita. Jadi, radiasi gamma itu diharapkan bisa mengungkapkan pula komposisi dan sifat-sifat Bima Sakti. "Saya seperti tidak sabar menunggu satelit GRO memberikan kejutan," kata Dr. Clifford Will, ahli astrofisika dari Universitas Washington di St. Louis. NASA telah membikin detektor radiasi gamma yang canggih untuk GRO. Sensor ini diracik berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Dr. Robert C. Haymes dan kawan-kawannya dari Universitas Rice, Houston, pada tahun 1960-an. Sinar gamma, menurut teori Haymes, akan memberikan efek khusus bila mengenai permukaan kristal atau cairan tertentu. Maka, ahli-ahli NASA menjadikan kristal-kristal itu sebagai panel-panel sensor. Bila sinar gamma menerpanya, akan terjadi pijaran yang berkilauan. Pijaran tadi bakal tercatat pada komponen yang disebut fotomultiplier. Semakin besar pijaran terjadi, berarti semakin besar pula energi yang termuat pada berkas sinar gamma itu. Panel-panel sensor itu dibuat sangat sensitif. Sepuluh kali lebih peka dibandingkan dengan instrumen sejenis (pengukur intensitas radiasi) yang pernah dibuat sebelumnya, yang digunakan pada wahana ruang angkasa. Kisaran intensitas radiasi gamma yang bisa terekam pada sensor GRO itu besarnya antara 20 ribu dan 30 juta elektron-volt. Para ahli astronomi memperkirakan pancaran sinar gamma dari semesta itu akan berlangsung singkat, 1 detik atau paling lama 100 detik. Namun, jumlah energi yang dikerahkan akan lebih besar dibandingkan dengan pancaran sinar gamma dari matahari selama seribu tahun. "Ini salah satu fenomena yang paling unik dalam dunia astronomi," kata Dr. Robert C. Haymes. Banyak ahli yang menaruh harapan tinggi terhadap GRO itu, terutama dalam hal pengumpulan data astronomis untuk analisa energi. GRO akan bekerja 39 hari setelah tanggal peluncurannya. Misi Atlantis mengantarkan GRO ke orbitnya itu merupakan peluncuran orbiter pertama oleh NASA pada 1991 ini. Pada misi ini, Atlantis membawa 5 orang astronaut, di antaranya seorang wanita, Linda Goldwin. GRO sendiri diluncurkan di hari ketiga misi penerbangan Atlantis yang lima hari panjangnya. Penerbangan kali ini dimanfaatkan pula oleh NASA untuk menguji-coba desain baju astronaut terbarunya, untuk dikenakan di luar tubuh pesawat ulang-alik. Untuk tujuan ini, astronaut Jerry Ross dan Jay Apt sempat berjalan-jalan selama enam jam, di bawah lingkungan yang vakum. Kesempatan itu juga dimanfaatkan oleh Ross dan Apt untuk memperbaiki antena GRO yang sempat ngadat. Atlantis sempat pula terbang di atas Kuwait untuk mengambil foto sumur-sumur minyak yang terbakar akibat Perang Teluk. "Kami memperoleh gambar-gambar yang menarik," kata Komandan Penerbangan Steve Nagel. Putut Trihusodo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini