Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah untuk memulai pembelajaran tatap muka pada Juli mendatang harus berdasarkan pertimbangan yang matang. Berbagai faktor di lapangan harus diperhatikan sebelum pembelajaran tatap muka benar-benar dijalankan. Sekolah dan orang tua harus mau berbagi tanggung jawab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terlebih kasus covid-19 kembali melonjak dengan temuan varian baru virus covid-19 yang lebih berbahaya. Ada berbagai faktor yang harus diperhitungkan sebelum pembelajaran tatap muka dijalankan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah melalui keputusan bersama Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Kesehatan menerbitkan panduan penyelenggaraan sekolah tatap muka di masa pandemi Covid-19. Pada sekolah yang telah memberikan vaksinasi terhadap tenaga kependidikan diberikan kesempatan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka atau PTM secara terbatas.
Kegiatan pembelajaran tatap muka pada tahun ajaran baru 2021/2022 ini tentunya akan dilaksanakan dengan sangat berhati-hati mengingat lonjakan kasus Covid-19 yang melanda sejumlah daerah belakangan ini terus meningkat.
Pakar kebijakan publik Universitas Gadjah Mada, Agustinus Subarsono, berpendapat kondisi semakin meningkatnya kasus penularan Covid-19 di beberapa daerah sebaiknya menjadi bahan pertimbangan beberapa daerah untuk membuka sekolah tatap muka.
Sekolah yang ingin menjalankan pembelajaran tatap muka harus menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, tidak saja 3M tapi harus 5M, selain mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak, juga harus menerapkan menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas.
“Pertanyaannya yang harus dijawab kan apakah sekolah mampu mengontrol perilaku 5 M yang harus dilakukan siswa. Kalau sekolah mampu saya kira bisa berjalan dengan baik," katanya, pada Kamis 10 Juni 2021.
Agustinus menjelaskan mengingat beberapa daerah masih terjadi lonjakan kasus Covid 19, maka sebaiknya kebijakan sekolah tatap muka dikembalikan pada masing-masing daerah. Sebab pada kenyataannya masih terdapat daerah-daerah yang masih rawan penularan atau berstatus zona merah. Untuk itu, sebaiknya dilakukan penundaan terlebih dahulu untuk kegiatan-kegiatan pembelajaran tatap muka.
“Sementara daerah-daerah dengan zona hijau berpeluang bisa mengadakan sekolah tatap muka dan zona kuning bisa tatap muka dengan durasi waktu yang lebih sedikit," ujarnya.
Menurut pandangan Agustinus hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran tatap muka tetap dilaksanakan pada Juli 2021, yakni tersedianya cukup ruangan untuk pembelajaran. Dikarenakan dalam satu ruang jumlahnya tentu akan lebih sedikit dibanding suasana kelas di saat sebelum pandemi. Terlebih lagi jika siswa masuk pada jam yang sama. Selain itu, sekolah perlu menyediakan fasilitas protokol kesehatan, misalnya tempat cuci tangan, hand sanitizer, sabun dan lain-lain.
“Ini harus ada rasio yang baik antara wastafel dan jumlah siswa, jangan sampai dalam satu sekolah hanya ada 4 wastafel, paling tidak setiap depan ruang kelas harus ada wastafel dan sabun, itu yang perlu diperhatikan," jelasnya.
Perlu diketahui,sebelumnya Presiden Joko Widodo menghimbau jika pembelajran tatap muka, dalam satu kelas hanya diisi 25 persen dari total murid, kegiatan belajar mengajar hanya boleh dilakukan selama dua jam, dan hanya boleh mengadakan kelas dua kali dalam seminggu.
Agustinus sangat setuju jika di awal penerapan pembelajaran tatap muka di bulan Juli 2021 nanti dilakukan dua kali seminggu. Menurutnya, dengan tatap muka dua kali seminggu adalah sebagai proses antara menuju pembelajaran normal seperti di saat sebelum masa pandemi.
“Sehingga biarkan seminggu dua kali tatap muka dan dari situ bisa dilihat dampaknya, jika aman akan dilanjutkan bisa 3 kali dalam seminggu, 4 kali dan seterusnya atau bahkan bisa lima kali dalam seminggu. Saya pikir itu saat paling bagus, ideal," paparnya.
Terkait sikap orang tua dalam menghadapi pembelajran tatap muka, Agustinus berpendapat sebaiknya orang tua harus mengontrol anaknya, sebelum anak berangkat sekolah, untuk dipastikan terlebih dahulu apakah sudah melengkapi diri dengan instrumen yang diperlukan di masa pandemi. Anak harus dipastikan sudah membawa masker, handsatizer, minuman dan bekal agar tidak jajan di kantin.
Ia menilai wajib bagi orang tua untuk mengisi form kesanggupan izin orang tua agar anaknya dapat mengikuti sekolah tatap muka Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya hal yang tidak diharapkan, maka akan menjadi tanggungjawab bersama antara sekolah dan orang tua.
Sehingga, kata dia, bukan hanya menyalahkan, tetapi orang tua juga ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka. Karena itu, sebelum anak ke sekolah orang tua harus mengontrol, dan sebaiknya di dalam surat kesanggupan itu, salah satu poinnya harus berisi orang tua harus memfasilitasi anak sebelum masuk sekolah," terang dosen Fisipol UGM ini.
WILDA HASANAH