Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Korban insiden tenggelamnya kapal motor Sinar Bangun di perairan Danau Toba, Senin, 18 Juni 2018, masih banyak yang belum ditemukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti Danau Toba dari GDA Consulting, Purnama Suandhi, mengatakan pencarian korban akan menjadi tantangan sulit. GDA Consulting adalah lembaga geologi swasta yang kerap meneliti di Danau Toba.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jika meng-overlay perkiraan lokasi tenggelam dengan peta batimetri Danau Toba dari Chessner, wilayah tersebut merupakan perairan paling dalam di Danau Toba, yaitu sekitar 500 meter atau lebih," ujar Purnama saat dihubungi melalui pesan pendek, Kamis, 21 Juni 2018. "Jika kapal tersebut terseret hingga ke batimetri yang dalam, sudah tentu akan menjadi tantangan yang sulit."
KM Sinar Bangun tenggelam setelah mengalami kecelakaan di lokasi sekitar 2 kilometer dari Pelabuhan Tigaras, Danau Toba, Sumatera Utara. Kecelakaan diduga terjadi karena angin kencang akibat cuaca buruk. Kapal penumpang tersebut berlayar dari pelabuhan di Kabupaten Simalungun menuju Simanindo, Kabupaten Samosir.
Purnama menyarankan pencarian kapal menggunakan teknologi sonar atau multibeam dengan resolusi detail dan baik agar bisa mendeteksi bentuk kapal yang tenggelam. Sebab, Purnama menjelaskan, metode pencarian kapal secara manual dengan menyelam atau melihat visual akan sangat sulit.
"Jika diasumsikan kapal tenggelam pada kedalaman lebih dari 500 meter, mustahil penyelam bisa melihat obyek secara manual karena tingkat kejernihan danau, vegetasi dasar danau, dan lain sebagainya," tuturnya. "Saat kejadian juga, kejernihan danau buruk, karena sedimen dasar danau yang terpengaruh panjang gelombang akibat badai."
Tenggelamnya kapal, kata Purnama, diperkirakan terjadi dengan cepat. Menurut dia, bisa dihitung jika posisi kapal saat tenggelam berada pada lereng batimetri yang curam, sehingga berlaku hukum gravitas pengendapan.
"Kita harus melihat pola arus permukaan, sifat arus permukaan Danau Toba di bagian utara, tepatnya di sekitar lokasi kapal tenggelam, umumnya membentuk pusaran lokal. Jika overlay dengan batimetri, pusat dari pusaran ada di sekitar zona batimetri dalam," ucap Purnama.
Dengan melihat pola pusaran, ini memungkinkan jika obyek tenggelam di sekitar pusaran tersebut akan terbawa ke pusat pusaran. Tantangannya, ujar Purnama, harus mencari pusaran dengan kecepatan aktual saat kejadian. "Barang kali BMKG punya datanya," tuturnya.
Skala dari pusaran tersebut sudah tentu besar dan luas. Ditambah lagi, saat kejadiannya, terjadi badai, yang tentu berpengaruh pada kecepatan arus danau dan pola arusnya.
Simak artikel menarik lain tentang tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba hanya di kanal Tekno Tempo.co.