Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Penyebab Banjir Sentani, Walhi: Deforestasi, BKSDA: Hujan Lebat

Walhi dan BKSDA berbeda pendapat tentang penyebab banjir Sentani.

19 Maret 2019 | 05.54 WIB

Warga berada di dekat pesawat udara yang terdampak banjir bandang di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Ahad, 17 Maret 2019. Adapun korban luka-luka sebanyak 74 orang dan sudah dirujuk ke PKM Sentani, RS Bhayangkari, dan RS Yowari. ANTARA/Gusti Tanati
Perbesar
Warga berada di dekat pesawat udara yang terdampak banjir bandang di Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Ahad, 17 Maret 2019. Adapun korban luka-luka sebanyak 74 orang dan sudah dirujuk ke PKM Sentani, RS Bhayangkari, dan RS Yowari. ANTARA/Gusti Tanati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Papua menyatakan, banjir Sentani, Jayapura yang menyebabkan 709 orang meninggal dan 43 orang hilang, disebabkan alih fungsi lahan dan pembalakan liar atau deforestasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami memandang peristiwa banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Jayapura pada Sabtu (16/3) malam bukan peristiwa alam biasa, melainkan dan diduga adanya para pihak yang tanpa sadar bahkan sengaja mengabaikan lingkungan dengan alih fungsi lahan dan pembalakan untuk berbagai kepentingan," kata Direktur Walhi Papua, Ais Rumbekwan, Senin, 18 Maret 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ais mengatakan, dugaan ini ditandai dengan jumlah dan jenis kayu yang terbawa banjir serta dugaan lain adalah 17 tahun hilangnya tutupan pohon di wilayah Cagar Alam Cyclops.

Banjir Bandang yang terjadi saat ini adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari karena dugaan ulah manusia dan kebijakan negara, katanya. Hilangnya tutupan pohon, memiliki hubungan dengan kurangnya perhatian para pihak terhadap lingkungan hidup.

Ais menambahkan, Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura harus segera meninjau dan mengkaji perencanaan pembangunan dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan melibatkan seluas-luasnya masyarakat yang potensial terkena dampak langsung.

Ia juga mengatakan, bencana banjir bandang ini menjadi pembelajaran penting untuk semua instansi, baik pemerintah di Papua maupun Pemerintah Pusat, agar tidak mengeluarkan izin-izin konsesi kepada korporasi atas nama negara.

Akibat Curah Hujan Tinggi

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua mengklaim penyebab banjir bandang serta longsor di Sentani karena hujan sejak Sabtu (16/3) hingga Minggu (17/3) dinihari serta gempa bumi.

Kepala BBKSDA Papua, Edward Sembiring, di Jayapura, Senin, juga mengatakan, penyebab area terbuka di cagar alam pegunungan Cycloop karena pertanian tradisional, pemukiman dan area yang tidak berhutan.

BNPB Sebut Banjir Sentani Akibat Hutan Cycloop Gundul

Dia menyatakan, seminggu sebelum kejadian banjir bandang, tim resort Sentani BKSDA Papua telah melakukan pengecekan lokasi kedua hulu sungai di Sereh dan Kemiri itu karena indikasi sungainya yang keruh.

"Di lokasi ditemukan beberapa titik longsor sebagai akibat air keruh, dengan titik longsor E 140 31'2,541" - S 2 31'45,758 (lokasi Sereh) dan E 140 29'317" - S 2 30'55, 519 (Kemiri). Penyebab banjir sampai saat ini disebabkan oleh debit puncak air yang melebihi pengaliran daerah tangkapan air, curah hujan yang sangat ekstrem serta intensitas hujan yang sangat tinggi mencapai 114mm/hari," kata Edward.

Dia mengatakan, banyaknya pemukiman di sepanjang Sungai Kemiri yang merupakan sungai utama penyebab banjir tersebut, juga jenis tanah memiliki tingkat saturasi yang cukup rendah sehingga berpotensi mengakibatkan aliran permukaan yang tinggi dibuktikan dengan banyaknya pohon yang tercabut dari akarnya.

"Hasil survei tim patroli BBKSDA Papua pada 8 - 13 Maret 2019  menunjukkan bahwa besar kemungkinan material longsoran menutup aliran sungai Kemiri dan menjadi tanggul hulu. Tanggul alam dari material longsor ini kemungkinan besar runtuh dengan membawa volume air yang cukup besar dalam waktu singkat," katanya.

Secara geologis wilayah Sentani dilintasi patahan, kata dia, sehingga patut diduga longsor diakibatkan pergerakan patahan. Dengan terjadinya tiga gempa magnitudo 3,3 pada 15 Maret 2019, M 5,4 pada 16 Maret 2019 dan M 4,1 pada 11 Februari 2019 dengan dipicu adanya curah hujan tinggi menyebabkan kejadian longsor.

Menurut dia, di sekitar kejadian banjir bandang tidak ditemukan adanya pembalakan liar.

"Hal tersebut dapat dipastikan karena material kayu yang hanyut terbawa banjir tidak ditemukan pohon bekas tebangan namun pohon yang tercabut dengan akarnya," katanya.

Edward menyatakan bahwa, cagar alam Cycloop adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas tertentu dan mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa, serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.

Ia mengemukakan, luas kawasan cagar alam pegunungan Cycloop mencapai 31. 479,89 hektare dan area terbukanya seluas 2. 612 hektare atau 8,2 persen yang mencakupi wilayah Kabupaten Jayapura seluas 1. 624,77 atau 5,1 persen dan Kota Jayapura seluas 987,23 atau 3,1 persen, sementara area terbukanya di lokasi longsor mencapai 6,7 hektare.

Balai Besar Meteorologi Kimatologi dan Geofisika wilayah V Jayapura menyatakan curah hujan yang mengguyur wilayah Kabupaten Jayapura dan sekitanya mencapai 114 mm/hari. Akibatnya, Sungai Sere, Tahara dan Sungai Kemiri yang berhulu di cagar alam  Pegunungan Cycloop, meluap.

Berita lain tentang banjir Sentani bisa Anda simak di Tempo.co.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus