Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penggunaan senjata gas air mata oleh aparat kepolisian dalam pengendalian massa suporter di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada Sabtu 1 Oktober 2022, mendapat sorotan luas. Seperti diketahui lebih dari seratus orang tewas dalam tragedi Kanjuruhan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aturan FIFA sebenarnya telah melarang penggunaan senjata jenis itu dalam stadion. Sven-Eric Jordt, seorang dokter anestesi di Duke University, AS, juga pernah mengungkap perhatian yang sama dari penggunaan gas air mata, dikutip dari situs Scientific American yang terbit akhir 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jordt menerangkan, bahan aktif kimia ini jarang yang mematikan. Tapi, efek kematian bisa didapat dalam kasus-kasus di mana gas air mata ini digunakan secara tidak tepat--seperti kalengnya yang ditembakkan mengarah langsung ke tengah kerumunan dan menyebabkan luka di kepala. Atau ditembakkan ke ruangan yang terbatas di mana kerumunan orang-orang tak bisa menghindarinya.
Anak-anak, menurut Jordt, berisiko tinggi terluka karena senjata ini karena ukuran tubuh yang lebih kecil. "Mereka lebih pendek, dan konsentrasi gas air mata ini semakin dekat permukaan semakin tinggi," katanya sambil menambahkan anak-anak juga memiliki bidang tubuh dan paru-paru yang lebih kecil, "sehingga potensi terluka lebih besar."
Apa yang dialami para korban di Kanjuruhan bisa dipahami dari penuturan lebih jauh oleh Jordt di situs tersebut. Menurutnya, sebelum menyebabkan air mata, sesak napas dan lendir mengalir, gas air mata memberikan efek bakar atau panas. Gas itu menyebabkan pedih di mata, kulit, paru-paru dan mulut--atau di manapun yang terkena kontak dengannya.
"Rasanya bisa berlebihan dan melumpuhkan. Anda bisa dipaksa menutup mata dan tidak bisa membukanya," katanya. Baru setelahnya memicu batuk-batuk dan mual dan muntah-muntah.
Gas Air Mata Bukanlah Gas
Apa yang menyebabkan bahan-bahan kimia ini hingga bisa memiliki efek merusak seperti itu pada tubuh manusia? Jordt yang telah meneliti gas air mata selama lebih dari satu dekade saat artikel itu diterbitkan menjelaskan bahwa gas air mata bukanlah nama yang tepat untuk jenis senjata ini.
Secara teknis, dia menuturkan, yang dimaksud dengan gas air mata ini bukanlah gas, melainkan serbuk yang menyebar di udara sebagai butiran yang halus. "Saya pikir gas air mata adalah gas yang menyakitkan," katanya menambahkan. "Karena dia secara langsung mengaktivasi reseptor-reseptor saraf yang membuat kita bisa merasakan sakit."
Secara spesifik, seluruh agen kimia gas air mata mengaktivasi satu dari dua reseptor rasa sakit, TRPA1 atau TRPV1, dan bisa diklasifikasi ke dalam dua kategori besar berdasarkan reseptor mana yang dipicu.
Kategori pertama Gas Air Mata: Lebih keras
Kategori pertama, zat aktifnya yang memicu TRPA1, mencakup bahan kimia yang disebut gas CS atau 2-chlorobenzalmalonitrile. Penegak hukum di Amerika Serikat termasuk yang menggunakan jenis ini.
Bahan kimia yang digunakan adalah senyawa yang mengandung klorin yang disemburkan ke dalam udara sebagai partikulat halus. Mereka, kata Jordt, menyebar dan mengendap di kulit atau pakaian dan bisa bertahan untuk beberapa waktu. "Partikel secara kimiawi bereaksi dengan protein dan biomolekul pada tubuh manusia yang dapat menyebabkan sensasi rasa terbakar yang parah," katanya.
Gas CS adalah yang paling umum dari zat aktif gas air mata pemicu saraf TRPA1 ini. Namun, belakangan, berkembang senyawa kimia yang lebih baru daripada gas CS. "Ada versi yang lebih tinggi konsentrasinya yang disebut CS2 atau ada yang menyebutnya CX," kata Rohini Haar, dokter di organisasi Physicians for Human Rights dan peneliti di University of California, Berkeley, AS.
Dia menerangkan, gas CS2 dibuat mengandung silikon sehingga bisa bertahan lebih lama di udara dan tidak cepat terurai. Hasilnya, gas air mata yang lebih berbahaya yang efeknya di tubuh bisa lebih panjang sampai beberapa hari.
Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam, 1 Oktober 2022. Polda Jatim mencatat jumlah korban jiwa dalam kerusuhan tersebut sementara sebanyak 127 orang. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Ada dua agen kimia pemicu saraf TRPA1 lainnya yang biasa digunakan untuk pengendalian kerusuhan massa: gas CR (dibenzoxazepine) dan gas CN (chloroacetophenone, juga digunakan untuk menyemprot beruang). Keduanya memiliki efek lebih kuat daripada gas CS.
Jordi mengungkapkan adanya laporan penggunaan kedua bahan aktif itu, bersama gas CS, dalam penanganan demo-demo Arab Spring. "Dalam periode Arab Spring dilaporkan banyak kasus kelahiran prematur dari para perempuan hamil yang terpapar gas air mata. Kemungkinan karena syok dan stress dan paparan bahan kimia."
Kategori Kedua Gas Air Mata: Larutan Cabai
Kategori kedua dari agen gas air mata adalah semprotan cabe dan mengaktivasi reseptor rasa sakit TRPV1. Yang ini kebanyakan diturunkan dari capsaicin, senyawa yang membuat cabai pedas. Ada dua senyawa yang biasa digunakan dalam kategori ini: gas OC (larutan pekat dari capsaicin alami) dan PAVA, campuran capsaicin sintetis, juga digunakan petugas hukum di AS.
"Gas air mata kategori ini memiliki reaksi kimia atau alergi lebih sedikit," kata Haar. Dia menambahkan, "Tapi ini bisa menyebabkan kerusakan pada kornea mata jika menembakkannya langsung ke arah mata."
Efek jangka panjang dari paparan jenis-jenis gas air mata itu belum diketahui secara jelas.