SUARA gemuruh bak raungan sekawanan pesawat jet tempur yang di- ikuti semburan api roket di langit adalah soal biasa bagi 15 ribu penduduk Kourou, kota pesisir di Guyana Perancis, Amerika Selatan. Atraksi itu setiap kali muncul dari Centre Spatial Guyanais, fasilitas peluncuran roket yang dikelola oleh ESA (Eroupean Space Agency), badan kerja sama ruang angkasa Eropa, 15 km dari Kourou. Bunyi gemuruh terdengar kembali 16 Februari lalu. Tapi kali ini tak ada semburan api roket di langit. Rupanya, raungan pagi itu cuma berlangsung di darat, dari uji coba roket generasi baru B- 1 yang tingginya 31 meter, bergaris tengah 3 meter, dan berisi 237 ton bahan bakar padat (propelan). Inilah roket pendorong berbahan bakar padat, solid booster, terbesar yang pernah dibuat orang Eropa. Dibandingkan dengan roket serupa buatan Amerika, yang biasa dipakai untuk mendorong pesawat ulang-alik, ukuran B-1 ini cuma separuhnya. Tapi bagi orang Eropa, roket baru ini amat berarti. Sebab, dengan solid booster tersebut, Eropa mampu meluncurkan pesawat ulang-alik berawak ukuran kecil bernama Hermes, yang kini tengah dirancang. Solid booster B-1 ini dibikin atas pesanan Arianespace Co., perusahaan penjual jasa peluncuran satelit yang bermarkas di Paris. Pejabat-pejabat Arianespace menilai uji coba B-1 mencapai target. ''B-1 telah bekerja sempurna,'' tutur Roger Solari, direktur operasi Arianespace, kepada TEMPO di Kourou. Seluruh propelan B-1 terbakar habis dalam dua menit. ''Setiap 1 detik 2 ton propelan terbakar,'' kata Solari. Daya dorong yang dihasilkan booster itu, kata Solari, 540 ton. ''Kami puas,'' tambahnya. Uji coba booster itu dilakukan di pinggiran kawah buatan, luasnya 2 hektare, dan kedalamannya 60 meter. Di satu sudut ada pelataran beton tebal yang menjorok ke kawah, dilengkapi sebuah menara tinggi. Dalam uji coba, booster B-1 itu ditambatkan di badan menara. Lantas badan roket padat itu dipegang oleh puluhan batang besi agar ia tak melenting ke udara ketika propelan terbakar. Selama uji coba, daerah radius 2 km dari kawah dikosongkan. Beberapa kamera televisi menyorot dari kejauhan, dan gambarnya direlai lewat satelit ke markas Arianespace di Evry, distrik di pinggiran Paris. Siaran dari Kourou itu sempat pula diikuti sekitar 30 wartawan dari pelbagai media cetak di Eropa. Ketika hitungan mundur sampai ke angka nol, B-1 pun menyala. Semburan api muncul dari nozzle roket selama dua menit. ''Suhu di nozzle itu mencapai 3.000 derajat Celsius,'' ujar Solari. Ribuan meter kubik asap tebal tumpah-ruah ke kawah buatan itu, menerpa air, lantas terbang ke langit. Menurut rencana, Arianespace masih akan menguji delapan buah solid booster lain yang sekelas dengan B-1 sampai tahun 1995. Arianespace membuat uji coba booster itu untuk menyiapkan roket pengangkut terbarunya: Ariane V, yang direncanakan akan memulai debutnya pada tahun 1996. Ariane V dirancang bakal mampu mengangkut muatan 6,7 ton dan melontarkannya ke puncak GTO (geotransfer orbit), 36.000 km di atas bumi. Kemampuan itu jauh di atas prestasi sang kakak, Ariane IV, yang kini menjadi andalan Arianespace dengan daya angkut maksimum ke GTO 4,2 ton. Tanpa harus dimodifikasi, Ariane IV itu mampu pula mengangkut pesawat ulang-alik Hermes yang beratnya 23 ton. Tak seperti sa- telit, Hermes tidak harus dilontarkan ke puncak GTO. Pesawat ulang-alik kecil ini cukup dilontarkan ke orbit rendah, 400 km di atas bumi. ''Untuk menempatkan ke orbit lebih rendah, roket yang sama memang mampu membawa muatan yang lebih berat,'' tutur seorang ahli roket Arianespace. Tampaknya Ariane V itu lebih diprioritaskan untuk maksud komersial, yakni meluncurkan satelit. Sekali melesat ia sanggup mengangkut tiga satelit ukuran sedang, atau dua satelit besar, ke GTO. ''Dengan cara ini, ongkos peluncuran satelit dapat ditekan,'' ujar Patrice Larcher, Manajer Pemasaran Arianespace. Misi Hermes sendiri tertunda karena kesulitan biaya. Ariane V terdiri dari tiga roket. Sebuah roket utama ada di tengah, diapit dua solid booster sekelas B-1. Roket utama itu 51 meter tingginya, dengan garis tengah 5 meter. Muatan satelit ditempatkan di atas, dan di bawahnya ada dua tanki, satu berisi 25 ton oksigen cair bersuhu minus 253 derajat Celsius, di bawahnya lagi ada tangki hidrogen cair dengan suhu minus 182 derajat Celsius. Bahan bakar cair diisikan beberapa jam sebelum roket dinyalakan. Di bagian pantat roket utama itu terdapat sebuah mesin Viking buatan SEP, perusahaan Perancis yang berpengalaman dengan mesin roket untuk rudal jarak jauh. Di ruang mesin itu oksigen dan hidrogen dicampur, lalu terbakar, meledak, dan memberikan daya dorong 100120 ton. Roket utama dinyalakan sepersekian detik mendahului kedua solid booster yang mengapitnya. Dengan kekuatan dua solid booster dan roket utama itu, Ariane V kini menjadi roket komersial terkuat. Atlas II, roket yang sedang digarap General Dynamics (AS) hanya bisa mengangkut muatan 3,6 ton. Sedangkan roket lain semacam Longmarch 4 (Cina), Proton KM (Rusia), kemampuannya tak lebih dari 3 ton. Roket Delta buatan McDonnell Douglas, yang melayani seri Palapa A dan B sejak tahun 1976, tak bisa diperbandingkan, karena hanya bisa bermain untuk satelit-satelit di bawah 2 ton. Delta versi terbaru hanya sanggup membawa muatan 1,8 ton. ''Ibarat pesawat sipil, Ariane V itu Boeing 747. Dapat diandalkan dan ekonomis,'' ujar Patrice Larcher dari Arianespace. Arianespace Co. terhitung pendatang baru dalam kegiatan peluncuran satelit. Atlas, Delta, Proton, sudah mulai bermain sejak tahun 1960-an, dan Long March muncul tahun 1970. Arianespace baru dibangun pada tahun 1980 oleh 36 perusahaan Eropa Barat. Saham terbesar dimiliki kelompok perusahaan dari Perancis (56%), Jerman (18%), Italia (7%), yang lain kecil- kecil. Debut Arianespace dimulai dengan roket Ariane I, II, III, yang prestasinya babak- belur. Sejumlah misinya gagal. Penampilan terbaiknya mulai terlihat tahun 1988, sejak roket Ariane IV mengorbit. Kini Ariane IV menjadi wahana pengangkut satelit terlaris. Dua tahun terakhir ini Ariane IV meluncur 15 kali, sukses mengantar 22 satelit ke orbitnya. Dan Arianespace meraup lebih dari 50% pangsa pasar jasa peluncuran satelit komersial. Proyek Arianespace itu juga menunjukkan semangat kebersamaan Eropa Barat. Pada Ariane V misalnya, solid booster-nya melibatkan tak kurang 13 subkontraktor, antara lain Fokker (Belanda), Dassault (Jerman), Matra Marconi (Perancis), dan BPD (Italia). Lantas roket utamanya dipasok bahan baku dari sekitar 60 perusahaan. Roket adalah bisnis yang padat karya. Kecuali bahan baku cairnya, semua dibikin di daratan Eropa dan dikirim ke Guyana untuk diuji coba atau diluncurkan. Arianespace tampaknya serius menyiapkan roket Ariane V. Tinggal siapa yang meminta jasanya untuk mengirim satelit raksasa. Putut Trihusodo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini