Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Karena Ilmuwan Belum Bisa Prediksi Gempa

Ahli seismologi tidak dapat memprediksi gempa bumi, kecuali prakiraan jangka panjang dan peringatan singkat setelah gempa.

16 September 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seismograf di Pos Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Subang, Jawa Barat. Dok. TEMPO/STR/Aditya Herlambang Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ilmu pengetahuan belum menemukan cara untuk memprediksi gempa.

  • Hanya sekitar 1 dari 20 gempa bumi merusak yang mempunyai gempa pendahuluan.

  • Gempa tidak membunuh manusia, melainkan merusak bangunan, sehingga bangunan perlu dibikin tangguh.

Layaknya gempa susulan, pertanyaan seputar prediksi gempa cenderung muncul setelah bencana terjadi. Misalnya pada gempa Maroko, 8 September 2023. Apakah pemberitahuan sebelumnya dapat mencegah beberapa kehancuran? Sayangnya, prediksi tepat dan berguna masih berada dalam ranah fiksi ilmiah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Harold Tobin, Profesor Seismologi dan Geohazard dari Universitas Washington, yang mengepalai Pacific Northwest Seismic Network, menjelaskan perbedaan antara memprediksi dan meramalkan gempa bumi, serta sistem peringatan dini yang saat ini ada di beberapa daerah.

Bisakah Ilmuwan Memprediksi Gempa Bumi Secara Spesifik? 

Singkatnya, tidak. Ilmu pengetahuan belum menemukan cara untuk membuat prediksi gempa bumi yang dapat ditindaklanjuti. Prediksi yang berguna akan menentukan waktu, tempat, serta besaran—dan semua ini harus cukup spesifik—dengan pemberitahuan lebih dulu agar bermanfaat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Misalnya, diperkirakan California mengalami gempa bumi pada 2023. Informasi itu pasti menjadi kenyataan, tapi belum tentu berguna karena California banyak mengalami gempa kecil setiap hari. Atau bayangkan saya memperkirakan gempa bumi berkekuatan 8 skala Richter atau lebih besar akan terjadi di Pacific Northwest. Hal ini hampir pasti benar, tapi tidak ditentukan kapan, sehingga informasi baru ini tidak berguna.

Gempa bumi terjadi karena pergerakan lempeng tektonik yang lambat dan stabil menyebabkan penumpukan tekanan di sepanjang patahan di kerak bumi. Sesar sebenarnya bukanlah garis, melainkan bidang yang memanjang bermil-mil ke dalam tanah. Gesekan akibat tekanan yang sangat besar dari berat seluruh batuan di atasnya menyatukan retakan-retakan ini.

Guncangan dimulai di suatu titik kecil pada patahan, di mana tegangan mengalahkan gesekan. Kedua pihak berpapasan dan retakan menyebar dengan kecepatan 1 atau 2 mil per detik. Gesekan kedua sisi satu sama lain pada bidang patahan mengirim gelombang gerak batuan ke segala arah. Ibarat riak air di kolam setelah kamu menjatuhkan batu, gelombang itulah yang membuat tanah berguncang dan menimbulkan kerusakan.

Kebanyakan gempa bumi terjadi tanpa peringatan karena patahan tersebut tertahan—terkunci dan tidak bergerak meskipun ada tekanan dari lempeng-lempeng yang bergerak di sekitarnya. Dengan demikian, tidak terjadi apa-apa hingga patahan tersebut terjadi. Seismolog belum menemukan sinyal yang dapat diandalkan untuk diukur sebelum jeda awal tersebut.

Petugas seismograf di Pos Pengamatan Gunung Api di dusun Cemara Lawang, desa Ngadisari, Probolinggo,Jawa Timur. Dok. TEMPO/ Fully Syafi

Bagaimana dengan Kemungkinan Terjadinya Gempa di Suatu Wilayah?

Di sisi lain, ilmu pengetahuan tentang gempa bumi saat ini telah mengalami kemajuan pesat dalam hal yang disebut sebagai peramalan (forecasting) dan bukan prediksi.

Ahli seismologi dapat mengukur pergerakan lempeng dengan presisi skala milimeter menggunakan teknologi GPS dan cara lain, serta mendeteksi tempat-tempat di mana tekanan meningkat. Para ilmuwan mengetahui catatan sejarah gempa bumi pada masa lalu, bahkan dapat menyimpulkan lebih jauh ke masa lalu dengan menggunakan metode paleoseismologi: bukti gempa masa lalu yang terpelihara secara geologis.

Dengan menggabungkan semua informasi ini, kita dapat mengenali area yang kondisinya sudah siap untuk dipecahkan. Prakiraan ini dinyatakan sebagai kemungkinan terjadinya gempa bumi dengan ukuran tertentu atau lebih besar di suatu wilayah selama beberapa dekade mendatang. Misalnya, Survei Geologi Amerika Serikat memperkirakan kemungkinan gempa berkekuatan 6,7 skala Richter atau lebih besar di San Francisco Bay Area dalam 30 tahun ke depan adalah 72 persen.

Apakah Ada Tanda Gempa Akan Terjadi?

Hanya sekitar 1 dari 20 gempa bumi merusak yang terjadi dengan gempa pendahuluan—gempa kecil yang mendahului gempa besar di tempat yang sama. Namun, secara definisi, gempa-gempa tersebut bukanlah gempa awal, sampai terjadi gempa yang lebih besar. Ketidakmampuan untuk mengenali apakah sebuah gempa bumi yang terisolasi merupakan sebuah gempa awal adalah alasan utama mengapa prediksi yang berguna masih belum bisa kita lakukan.

Dalam sepuluh tahun terakhir ini, terjadi sejumlah gempa bumi besar berkekuatan 8 skala Richter atau lebih, termasuk gempa bumi Tohoku berkekuatan 9,0 skala Richter pada 2011 dan tsunami di Jepang serta gempa berkekuatan 8,1 skala Richter pada 2014 di Cile. Menariknya, sebagian besar gempa bumi tersebut tampaknya menunjukkan beberapa peristiwa pendahuluan, baik dalam bentuk serangkaian gempa awal yang terdeteksi oleh seismometer maupun percepatan pergerakan kerak bumi di dekatnya yang terdeteksi oleh stasiun GPS, yang disebut “peristiwa slip lambat” (slow slip events) oleh para ilmuwan gempa.

Pengamatan ini menunjukkan mungkin memang ada sinyal awal terjadinya setidaknya beberapa gempa besar. Mungkin besarnya gempa yang terjadi kemudian membuat perubahan yang tidak terlihat di wilayah patahan sebelum kejadian utama menjadi lebih dapat dideteksi. Kita tidak tahu karena sangat sedikit gempa berkekuatan lebih dari 8 skala Richter yang terjadi. Para ilmuwan tidak memiliki banyak contoh yang memungkinkan kita menguji hipotesis dengan metode statistik.

Faktanya, meskipun para ilmuwan gempa bumi sepakat bahwa kita tidak dapat memprediksi gempa saat ini, pada dasarnya ada dua kubu. Di satu sisi, gempa bumi adalah hasil dari rangkaian efek kecil yang kompleks—semacam reaksi berantai yang sensitif yang dimulai dari kepakan sayap kupu-kupu di dalam patahan—sehingga gempa bumi pada dasarnya tidak dapat diprediksi dan akan selalu seperti itu. Di sisi lain, beberapa ahli geofisika percaya bahwa suatu hari nanti kita mungkin akan membuka kunci prediksi jika bisa menemukan sinyal yang tepat.

Bagaimana Sistem Peringatan Dini Bekerja?

Salah satu terobosan nyata saat ini adalah para ilmuwan telah mengembangkan sistem peringatan dini gempa bumi, seperti USGS ShakeAlert yang sekarang beroperasi di negara bagian California, Oregon dan Washington. Sistem ini dapat mengirim peringatan ke perangkat seluler warga dan operator mesin penting, termasuk utilitas, rumah sakit, kereta api, dan sebagainya, untuk memberikan peringatan—dari beberapa detik hingga lebih dari satu menit—sebelum guncangan mulai terjadi.

Petugas seismograf di kantor Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Gunung Tangkuban Parahu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Dok. TEMPO/STR/Aditya Herlambang Putra

Ini terdengar seperti prediksi gempa bumi, tapi sebenarnya tidak. Peringatan dini gempa bergantung pada jaringan seismometer yang mendeteksi permulaan gempa bumi pada suatu patahan dan secara otomatis menghitung lokasi serta besarnya gempa sebelum gelombang yang merusak menyebar jauh. Pengindraan, penghitungan, dan transfer data terjadi mendekati kecepatan cahaya, sedangkan gelombang seismik bergerak lebih lambat. Perbedaan waktu itulah yang memungkinkan dilakukannya peringatan dini.

Misalnya, jika gempa bumi terjadi di lepas pantai negara bagian Washington di bawah lautan, stasiun pesisir dapat mendeteksinya serta kota-kota seperti Portland dan Seattle dapat memperoleh waktu peringatan selama puluhan detik. Orang-orang mungkin mempunyai cukup waktu untuk mengambil tindakan keselamatan jiwa selama mereka berada cukup jauh dari patahan itu.

 

Apa Kesulitan dari Prediksi Itu?

Meskipun prediksi gempa sering disebut sebagai “cawan suci”, sesuatu yang dikejar dengan penuh semangat oleh para seismolog, hal ini sebenarnya akan menimbulkan beberapa dilema nyata jika dikembangkan.

Pertama, gempa bumi sangat jarang terjadi sehingga metode awal apa pun pasti akan memiliki keakuratan yang tidak pasti. Dalam menghadapi ketidakpastian tersebut, siapa yang akan mengambil tindakan besar, seperti mengevakuasi seluruh kota atau wilayah? Berapa lama orang harus menjauh jika gempa tidak terjadi? Berapa kali peringatan terjadi sebelum masyarakat berhenti mengindahkan perintah? Bagaimana para pejabat menyeimbangkan risiko kekacauan evakuasi massal dengan risiko dari guncangan itu sendiri? Gagasan bahwa teknologi prediksi akan muncul sepenuhnya dan dapat diandalkan hanyalah sebuah fatamorgana.

Dalam bidang seismologi sering dikatakan bahwa gempa bumi tidak membunuh manusia, melainkan bangunan. Para ilmuwan saat ini sudah cukup pandai dalam meramalkan bahaya gempa bumi. Dengan demikian, tindakan terbaik adalah melipatgandakan upaya untuk membangun atau memperbaiki bangunan, jembatan, dan infrastruktur lain agar aman serta tangguh jika terjadi guncangan tanah di wilayah mana pun. Tindakan pencegahan ini akan menolong lebih banyak nyawa dibanding cara yang diharapkan dapat memprediksi gempa bumi, setidaknya untuk masa mendatang.

----- 

*Artikel ini adalah tulisan Harold Tobin, Profesor Seismologi dan Geohazards di Universitas Washington. Terbit pertama kali di The Conversation. Penerjemah Ilona Estherina dari Tempo.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus