MEMBUKA satu kawasan baru dengan saluran telepon bukan proyek gampang. Selama ini untuk memasang jalur baru Perumtel menyodorkan persyaratan baku: paling tidak harus ada 256 calon pelanggan. Jika jumlah calon kurang dari angka itu, ya maaf saja, proyek rugi itu tak bakal dilayani. Tantangan itu kini telah diatasi PT Inti, produsen peralatan telekomunikasi dari Bandung yang diasuh Departemen Parpostel. Melalui kerja samanya dengan Siemens,Inti dalam waktu dekat ini akan memproduksi sentral telepon baru yang layak melayani pelanggan dalam jumlah kecil. Produk baru yang ditawarkan oleh PT Inti itu disebut STDI-K (Sentral Telepon Digital Indonesia Kecil). STDI-K cukup efisien. Perangkat baru ini masih bisa memberikan keuntungan yang layak kendati hanya melayani 168 pelanggan. Harga yang ditawarkannya pun jauh lebih murah dibanding saudaranya, STDI yang sudah dioperasikan Perumtel sejak tiga tahun lalu. STDI-K dan STDI itu memang bersaudara. Elemen yang membangun struktur keduanya relatif sama. Ada bagian dalam STDI-K yang berfungsi sebagai switching network (SN)-nya STDI. SN ini berperan dalam mempertemukan pengirim dan penerima telepon. Ada pula komponen line trunk group (LTG) yang mampu menghubungkan sistem ini dengan sinyal dari luar, seperti gelombang radio frekuensi sangat tinggi (VHF) atau gelombang ultratinggi (UHF). Sistem ini dikendalikan oleh komponen CP (Coordinating Processor). Pada STDI-K istilah-istilah itu diubah. SN, misalnya, diganti menjadi DIU (Digital Interface Unit), LTG diganti jadi SLM (Subscriber Line Modut), lantas CP menjadi DLUC (Digital Line Unit Controller. Mengapa, sih, perlu diubah segala? "Karena kemampuannya memang berbeda, dalam hal daya tampung, misalnya," ujar Suratma, Direktur Teknik PT Inti. Baik STDI maupun STDI-K telah diproduksi oleh Inti. "Di luar negeri, peralatan seperti STDI-K ini belum pernah terlihat," kata Suratma. Modifikasi pada elemen sentral telepon itulah yang menjadikan STDI-K tampil lebih ramping. Untuk melayani 1.000 SST (satuan sambungan telepon), misalnya, si abang, STDI, memerlukan 266 modul. Sedangkan si adik hanya memerlukan 161 -nodul. Si adik pun cukup hemat ruang. Setiap satu set hanya memerlukan satu rak, sementara si abang membutuhkan 3 rak. "STDI-K lebih praktis dan lebih murah," tambah Suratma. Dalam soal kapasitas mengalirkan hubungan telepon memang si adik kalah. STDI-K hanya mampu melayani 100 hubungan telepon secara serentak, sedangkan si abang mampu melayani 240 jalur pembicaraan. Jika jumlah pelanggan terus berkembang, STDI-K memang bisa keteter. Perangkat baru ini hanya bisa melayani 936 SST, jauh di bawah kapasitas STDI yang mampu menampung 60.000 SST. Tak mengherankan, kalau PT Inti merekomendasikan pemakaian STDI-K itu pada daerah yang kurang padat dan tak terlalu sibuk. Namun, sampai dengan jumlah pelanggan maksimum itu, STDI-K tak memerlukan seorang operator pun. Pengaturan lalu lintas telepon dikendalikan oleh sebuah komputer yang dihubungkan dengan sistem kontrol otomatis. Komputer itu juga bisa memberikan laporan ke kantor Perumtel terdekat jika terjadi ketidakberesan dalam sentral telepon itu. Jika kawasan pemakai STDI-K itu berkembang pesat dan mendorong melonjaknya permintaan SST baru, sistem sentral ini tak perlu dibongkar. Hanya dengan mengganti beberapa komponen, STDI-K bisa disulap menjadi STDI. "Sistem ini sangat fleksibel terhadap perubahan konfigurasi," kata Suparma. Putut Tri Husodo (Jakarta) dan Gatot Triyanto (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini