Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko kembali menyinggung ihwal keberadaan bandara antariksa untuk peluncuran roket di Indonesia. Pembahasan terkait bandara antariksa ini sudah barang lama. Sebelum Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) melebur menjadi BRIN, program tersebut juga telah dibahas, namun tidak kunjung direalisasikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rencana peluncuran roket dan keberadaan bandara antariksa di Indonesia menjadi pembicaraan di agenda Nasional Grand Design Keantariksaan Menuju Indonesia Emas 2024 yang digelar BRIN. Handoko secara terbuka mengumumkan saat ini pihaknya sudah memiliki lahan sekitar 100 hektare yang sudah dirancang untuk cocok menjadi lokasi peluncuran roket, berada di Pulau Biak, Papua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Master plan yang dirancang BRIN di bandara antariksa ini, menurut Handoko, terdiri dari landasan peluncuran RPS (Roket Peluncur Satelit), kantor laboratorium dan workshop, infrastruktur jalan dan penghubung, kebun raya nasional, hingga dermaga armada kapal riset untuk Indonesia timur.
Handoko mengakui sendiri bahwa pembahasan bandara antariksa bukan hal yang baru lagi. "Sejak zaman LAPAN sebenarnya sudah dibahas untuk peluncuran roket di Biak, Papua. Di sana kami sudah secure lahan 100 hektare," kata Handoko saat ditemui Tempo di Auditorium BRIN, Jakarta Pusat, Rabu, 5 Juni 2024.
Pulau Biak bukanlah lokasi satu-satunya dari rancangan pembangunan bandara antariksa. Handoko menyebut ada lokasi lain yang mirip dengan Pulau Biak, yaitu di Morotai, Maluku. "Untuk bisa dibangun bandara antariksa ini, tentu butuh izin dan perintah presiden juga. Kita akan mendorong untuk segera ditetapkan," ucap Handoko.
Handoko menegaskan ihwal biaya membangun bandara antariksa bukanlah persoalan utama, sebab menurutnya, bandara antariksa sangat potensial untuk dibiayai dari investor dan tidak perlu memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Terlebih lokasi Pulau Biak, Papua, berada di bawah ekuator atau garis khatulistiwa dan menjadi lokasi strategis untuk menerbangkan roket. "Karena di sana persis berada di bawah ekuator, tentunya akan ada efisiensi bahan bakar sekitar 10-12 persen lebih hemat karena adanya tambahan daya dorong dari gaya rotasi bumi," ujar Handoko.
Pilihan Editor: Blackout Sumatera, Dosen Elektro Itera: SUTET Lubuklinggau-Lahat Proyek Besar Diresmikan 2019