Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - SpaceX memenangkan kontrak pertamanya dengan Angkatan Luar Angkasa Amerika Serikat untuk konstelasi satelit Starshield barunya. Kontrak satu tahun bernilai US$ 70 juta atau sekitar Rp 1,1 triliun telah dikonfirmasi oleh juru bicara Angkatan Luar Angkasa dalam sebuah pernyataan yang diberikan kepada CNBC. Namun, SpaceX belum mengomentari lebih banyak mengenai kontrak tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tentang Starshield, SpaceX menjelaskan bahwa proyek ini akan menggunakan jenis teknologi broadband yang sama dengan konstelasi satelit Starlink milik perusahaan. Namun perbedaannya akan diarahkan untuk penggunaan oleh pemerintah, khususnya oleh militer AS dan lembaga terkaitnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SpaceX juga memiliki situs resmi untuk proyek tersebut. “Starshield memanfaatkan teknologi Starlink SpaceX dan kemampuan peluncurannya untuk mendukung upaya keamanan nasional,” tulis situs tersebut.
Proyek ini akan digunakan untuk observasi Bumi, komunikasi dan hosting “misi muatan pelanggan yang paling menuntut.” Penggunaan ketiga diduga berarti bisa dipakai untuk beragam instrumen dan jenis misi.
Selain itu, Starshield akan menawarkan tingkat keamanan siber yang lebih tinggi dibandingkan satelit Starlink pada umumnya, menurut halaman Starshield SpaceX. Satelit itu disebut memiliki kemampuan kriptografi tambahan dengan jaminan tinggi untuk menampung muatan rahasia dan memproses data dengan aman, memenuhi persyaratan pemerintah yang paling menuntut.
Untuk diketahui, Starlink adalah jaringan satelit komunikasi broadband konsumen milik SpaceX yang digunakan terutama untuk akses internet berkecepatan tinggi di daerah terpencil, di laut, atau di lokasi yang tidak memiliki infrastruktur internet. Namun, Starlink telah digunakan secara luas oleh pemerintah dan militer Ukraina selama invasi Rusia ke Ukraina.
Angkatan Udara AS juga telah menguji Starlink untuk tujuan militer pada awal tahun 2020. Saat itu Angkatan Udara melakukan latihan “tembakan langsung besar-besaran” yang melihat satelit menyediakan hubungan komunikasi antara aset militer yang tersebar di seluruh AS untuk membantu menembak jatuh sebuah drone dan rudal jelajah.
Kepala akuisisi Angkatan Udara William Roper mengatakan kepada wartawan pada saat itu, dirinya sangat bersemangat untuk mempelajari lebih lanjut tentang satelit Starlink melalui demonstrasi tersebut.
Rencananya, satelit Starshield akan dapat berkomunikasi dengan satelit Starlink yang ada melalui sistem komunikasi laser yang sudah ada di konstelasi broadband besar SpaceX. Hal ini berpotensi meningkatkan jangkauan dan kemampuan Starshield seiring perusahaan dan Pentagon mengembangkan konstelasi baru yang berfokus pada militer.
Saat ini, SpaceX telah meluncurkan lebih dari 5.000 satelit Starlink menurut astronom Jonathan McDowell, dan diperhitungkan masih ada 4.000 buah yang aktif beroperasi. Selain itu, SpaceX juga telah mengajukan permohonan untuk meluncurkan hampir 30.000 satelit tambahan.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.