LADANG minyak Duri di kawasan operasi PT Caltex Pacific
Indonesia merupakan sumber yang relatif dangkal. Minyaknya
tergolong kental sekali. Letaknya sekitar 90 km sebelah
baratlaut Pekanbaru, Riau, dan di samping ladang minyak Minas,
ia sumber minyak utama bagi CPI --dan Indonesia. Ladang Duri
diperkirakan mengandung 6 milyar barrel, tapi menghasilkan
kurang dari 10%.
Maka CPI mengadakan investasi tambahan untuk menggunakan
suatu teknik baru dalam proses pengambilan minyak yang bisa
meningkatkan hasil ladang Duri 6 - 7 kali. Usaha itu disambut
gembira oleh pemerintah Indonesia, karena tingkat produksi
nasional selama beberapa tahun terakhir agak tersendatsendat.
Puncak produksi minyak Indonesia tercapai di tahun 1977
dengan rata-rata .1,685 juta barrel sehari. Tapi kemudian
merosot menjadi 1,577 juta barrel sehari dalam tahun 1979, dan
bahkan periode 1980-81 1,566 juta barrel sehari sampai September
lalu.
Sasaran produksi untuk tahun terakhir Repelita III adalah
1,824 juta barrel sehari. Menurut Dirjen Migas, Ir. Wiyarso,
target itu mungkin saja bisa dicapai. "Pembatasnya hanya
teknologi pengambilan, modal, pemasaran dan situasi ekonomi
dunia," ujarnya pekan lalu di kampus Bulaksumur, Yogyakarta.
Kini teknik apa yang bisa menghasilkan 6-7 kali tingkat
produksi semula diladang minyak duri? Karena dangkalnya sumber
di Duri itu, tekanan alamiah relatif rendah, demikian juga suhu,
hingga minyaknya sangat kental. Minyak tidaklah keluar dari
suatu telaga di kedalaman bumi. Ia berada dalam celahcelah dan
pori lapisan batuan dan pasir yang mengandung minyak itu. Bila
minyak itu kental, sangat sulit ia mengalir melalui celah-celah
dan pori itu.
Cara yang paling menonjol untuk melancarkan aliran ini ialah
mengencerkan minyak itu melalui pemanasan. Dan ini memang
merupakan salah satu teknik, yaitu membakar sebagian minyak
dalam bumi dan menghembuskan udara ke dalam lubang yang dibor di
samping sumur produksi. Cara ini memang berhasil meningkatkan
produksi tapi untuk itu sebagian minyak juga terbakar.
Cara lain adalah dengan menghembuskan uap panas. Teknik ini
yang dikenal dengan narna Huff-Puff dikembangkan tahun 60-an
oleh Texaco Corp., induk perusahaan CPI di Amerika Serikat.
Teknik itu mulai dicoba di ladang Duri sejak tahun 1967. Ladang
itu tahun 1963 masih menghasilkan 65 ribu barrel sehari. tapi
tiga tahun kemudian merosot sampai 43 ribu barrel dari 315 sumur
produksi. Tahun 1976. malah produksinya hanya 34 ribu barrel
dari 461 sumur.
Dengan teknik Huff-Puff, CPI tampaknya berhasil menghentikan
laju kemerosotan produksi. Penelitian selama lima tahun bahkan
bisa menaikkan kembali tingkat produksi di Duri hingga 39 ribu
barrel sehari, dan CPI optimistis akan bisa meningkatkannya
sampai 270 ribu barrel sehari.
Untuk melaksanakan teknik itu CPI telah membangun sebuah
instalasi yang menyedot air dari Sungai Rokan. Melalui pipa
sepanjang 40 km, instalasi itu mengirim air ke tangki
penyimpanan di ladang minyak Duri. Tangki itu bisa menampung
20.000 barrel air (3 juta liter). Airnya melalui instalasi
khusus diolah lagi menjadi uap yang kemudian disalurkan ke sumur
injeksi. Terdapat sembilan tempat percobaan. Tiap sumur produksi
dikelilingi empat sumur injeksi.
Setiap operasi menginjeksikan uap yang berlangsung 16 hari.
Setelah itu sumur produksi dibuka kembali yang bekerja dengan
pompa. Semua sumur produksi di ladang Duri menggunakan pompa
angguk. Laju aliran minyaknya akan berangsur kurang, tapi pada
waktunya prosedur penguapan dilakukan kembali.
Pori Tersumbat
Salah satu hambatan adalah bahwa akibat penguapan itu celah
dan pori dalam lapisan minyak itu tersumbat karena pasir. Ini
perlu dibersihkan lagi. Peralatan, dan bahan yang dipergunakan
cukup banyak dalam proses penguapan itu. Misalnya, terpakai 90
barrel minyak bakar untuk menghasilkan 70-80% uap dari 1200
barrel air sehari.
Proyek stimulasi itu yang oleh CPI dinamakan enhanced
recovery juga dilakukannya kini di ladang Minas dan Kotabatak.
Ladang Minas, sekitar 30-an km dari Pekanbaru, merupakan sumber
minyak terbesar di Indonesia, bahkan juga menonjol di antara
ladang minyak raksasa di dunia. Saat ini Minas menghasilkan
sekitar 340 ribu barrel setiap hari, seperlima dari seluruh
produksi Indonesia. Di Minas sejak awal tahun 1970 dan di
Kotabatak sejak 1973 program enhanced recovery dilakukan dengan
penyuntikan air ke dalam lapisan batuan yang mengandung minyak.
Bila kondisinya cukup encer setelah ada tekanan air tadi,
minyak mengalir ke atas dengan sendirinya. Tapi setelah minyak
semakin dikuras, perlu dimasukkan kembali air dengan tekanan
keras ke dalam formasi batuan yang mengandung minyak. Air ini
mengisi kembali pori dancelahdalam batuan itu dan mendorong
minyak yang tersisa keluar.
Pemerintah Indonesia tahun 1978 mengurangi kewajiban CPI
membayar $1 atas setiap barrel, hingga perusahaan itu terdorong
menginvestasikan $78 juta (Rp 49 milyar) untuk memantapkan
teknik enhanced recovery. Juga perusahaan minyak Prancis, Total
Indonesia, telah menerapkan program yang sama di ladang minyak
Handil, lepas pantai Kalimantan Timur. Di situ investasinya
sebesar $45 juta (Rp 28 milyar).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini