Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Supaya peminat matematika bergairah

Banyak orang tua murid menganggap pelajaran matematika tak bermanfaat langsung dalam kehidupan sehari-hari. tapi banyak tokoh berpendapat matematika perlu, terutama bagi negara berkembang. (ilt)

22 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MATEMATIKA," ujar Henri Poincare (Prancis) di akhir abad ke-1 "adalah ketrampilan untuk memberi satu nama kepada bermacam persoalan." Memang sulit untuk memberi definisi tepat, namun satu aspek yang menonjol adalah bahwa matematika pada hakekatnya mengklasifikasikan dan mempelajari struktur atau pola yang dapat diamati manusia dalam berbagai gejala alam. Matematika merupakan ilmu yang paling tinggi perkembangannya dan berakar jauh dalam sejarah. Ini diakui juga oleh Menteri P & K, Dr. Daoed Joesoef, ketika membuka Konperensi Nasional Matematika ke-III di Surabaya pekan lalu. Menurut Menteri Daoed, sejarah membuktikan ilmu matematika mampu mengembangkan kebudayaan dengan pesat, bahkan sanggup merevolusikan kebudayaan itu ke arah peradaban. Tak seorang pun, bahkan juga tidak ahli matematika sendiri, mampu menguasai lebih dari satu fragmen saja dari ilmu raksasa ini. Banyak orang pernah menjulukinya sebagai bidan semua ilmu. Amat sedikit orang yang menyadari betapa luas jangkauannya. W.W. Sawyer, seorang ahli dari Inggris dalam bukunya A Prelude to Mathematics mengatakan: "Mungkin lebih mudah menguasai semua bahasa di dunia daripada menguasai seluruh ilmu matematika zaman kini." Bayangkan, setiap tahun hampir 1.000 halaman cetak dibutuhkan untuk memuat sekedar ringkasan dari semua masalah matematika yang baru dipublikasikan dalam bentuk buku dan artikel. Hampir semuanya membahas persoalan baru tanpa mengulangi kaidah lama. Untuk mengikuti seluruh perkembangan matematika, seseorang paling sedikit harus membaca 15 artikel -- penuh persamaan matematika -- dalam sehari. Siapa pula yang sanggup ? Dalam konperensi di Surabaya yang berlangsung selama 3 hari, 84 masalah dibacakan. Dari soal yang seakan-akan tidak ada hubungan dengan matematika seperti "Pemusatan Pasukan Uni Soviet di Pulau Sengketa Sakhalin" (drs. Soehardjo, ITS), melalui "Analisa Uang Pesangon dan Imbangannya dengan Uang Pensiun Pegawai Negeri" (drs. Warsono Usman, UNHAS), sampai ke "Pecahan dalam Sistem Bilangan dengan Basis Sembarang" (Pandu Dewanto, UNPAD). Sebanyak itu? Jawab Ketua Panitia Pengarah, Prof. Slamet Darjono "Yang penting menggugah kegairahan peminat matematika sebanyak-banyaknya dulu. Tahap sekarang baru itu yang dipentingkan." Menurut Prof Slamet, yang juga menjabat rektor IKIP Surabaya, sebagian besar masyarakat masih menganggap matematika tak ada guna langsung dalam kehidupan sehari-hari. Memang keraguan ini sering diungkapkan banyak orang tua masa kini di kala dihadapkan aspek ilmu matematika melalui PR anaknya. "Ada irisan himpunan, ada gabungan himpunan bahkan ada himpunan kosong," keluh seorang ibu. "Untuk apa itu semua?" Sekarang misalnya dipelajari menjumlah 285 dengan 148 menggunakan cara seperti berikut: 285 = 200 + 80 + 5 148 = 100 + 40 + 8 ------------ 300 +120 +13 Ini diselesaikan, sebagai 300 + 120 + 13 = 400 + 30 + 3 = 433. Sepintas lalu cara ini tampak berkelebihan dan bertele-tele. Tapi dengan cara ini setiap tahap dapat dikontrol dan dimengerti dengan jelas strukturnya. Meskipun hasilnya tidak berbeda dengan apa yang dihasilkan orang tua dulu, pengertian akan proses dan struktur menjadi jauh lebih mendalam -- dan ini yang pentmg. Matematika Baru bukan melenyapkan aspek matematika yang lama, melainkan berusaha untuk melalui metode "baru" mengintrodusir topik penting tertentu dari perkembangan mutakhir ilmu matematika. Perkembangan ilmu matematika ternyata dalam 60 tahun terakhir ini demikian pesat sehingga berimbang dengan apa yang dihimpun dalam ilmu ini selama 60 abad sebelumnya. Aljabar Dasar Pertimbangan lain adalah perkembangan komputer, yang mampu membebaskan orang dari urusan perhitungan rumit. Komputer itu menghapuskan keharusan untuk pandai membagi suatu bilangan berangka sepuluh dengan bilangan lain berangka sama. Siapa pun yang kini dihadapi persoalan seperti itu akan segera meminjam kalkulator terdekat. Ini tidak berarti bahwa ketrampilan berhitung tidak lagi penting, tapi tidak lagi menjadi tujuan utama dalam mempelajari matematika elementer. Sebagian waktu yang dulu dipergunakan untuk menghitung, sekarang bisa dimanfaatkan untuk memperdalam topik matematika baru. Dalam ilmu matematika lebih diperhatikan struktur umum daripada perhitungan khusus. Ahli matematika akan selalu berusaha mengabstrakkan yang khusus demi merumuskan ketentuan umum yang dapat diterapkan pada sebanyak mungkin problema. Contoh yang paling mudah adalah aljabar dasar. Sejak zaman abad pertengahan tanda x dipergunakan dan dapat dimanfaatkan tanpa dib~eri nilai tertentu. xÿFD - y~ÿFD tetap sama dengan (x + y) (x-y), terlepas nilai apa yang diberikan pada x dan y. Hukum dalam ilmu fisika dan kimia dirumuskan sebagai persamaan matematika. Bahkan dalam ilmu fisika kwantum -- ilmu mengenai unsur sub-atom, baru bermakna unsur-unsurnya bila dilengkapkan dengan persamaan matematika. Penggambaran populer tentang atom sebagai benda kecil atau cahaya scbagai gelombang sungguh menyesatkan. Ini bermakna seakan-akan terdapat dua unsur yang berbeda, padahal dalam ilmu fisika kwantum keduanya itu terjalin erat satu dengan lain. Werner Heisenberg, ahli fisika dan filsafat Jerman pernah mengingatkan: "Dalam ilmu, bahasa merupakan alat yang sangat berbahaya." Itu sebabnya fisika modern begitu sulit untuk dimengerti oleh orang yang bukan ahli matematika. Persoalan tidak mengerti ini sering timbul dalam laporan atau usul yang didukung argumentasinya dengan angka statistik dan perumusan matematika yang rumit. Selain pembaca awam tidak memahaminya, ulasan matematika itu oleh penyusunnya sering dikerjakan dengan kurang teliti dan jorok. Kejorokan ini sering timbul dalam statistik yang mengungkapkan apakah satu proses kimiawi atau nuklir seharusnya dilarang karena diduga ada bahaya bagi linkungan atau manusia. Pendapat Birokratis Sebuah instansi pemerintah Inggris pernah mempekerjakan seorang ahli matematika untuk membantu memonitor usul-usul departemen lain yang membuat peraturan di bidang ekologi. Usul-usul ini akan diedarkan di parlemen dengan bahasa yang mudah difahami, tapi didukung oleh beberapa halaman penuh persamaan matematika. Kebanyakan anggota parlemen cenderung hanya membaca teks yang mudah saja dan mengabaikan bagian matematikanya. Tapi si ahli matematika melakukan sebaliknya. Hasilnya ia sering bisa menilai dan menolak usul itu sebelum beredar antara anggota parlemen, karena keteledoran dalam persamaan dan perumusan matematika. Dalam hal ini masalah matematika terlihat dari segi kegunaan saja bagi perkembangan ilmu dan teknologi. Tapi menurut sebagian ahli matematika, ilmu mereka bukanlah semata-mata berguna untuk memecahkan problema praktis, tapi justru mempunyai tujuan tersendiri. Bukan kegunaannya yang terpenting, melainkan perumusan keindahannya. Terutama inilah yang menjadi masalah di negara berkembang. Di negeri yang serba kekurangan dan sebagian rakyatya hidup di bawah garis kemiskinan, bagaimana dapat dibenarkan pengeluaran biaya bagi penelitian matematis yang semata-mata mengejar keindahan struktur dan pola saja? Pendapat ini memang bertolak belakang dengan pendapat "birokratis", yang hanya memperhatikan unsur "kegunaan". Kedua pendapat tentu sama tidak benar. Teknologi maupun ilmu matematika tak akan mungkin berkembang dengan penerapan secara mutlak salah satu pendapat itu. Klasifikasi berbagai pola dan struktur punya nilai praktis, sedang akal manusia memperoleh kepuasan mempelajari itu. Ahli Yunani misalnya selama ribuan tahun telah mempelajari bentuk elips, sebelum Keppler menggunakan ide mereka itu untuk menerangkan gerakan planet mengelilingi matahari. Teori matematika yang melandasi teori relativitas telah ada 50-an tahun sebelum Einstein menemukan suatu penerapan fisika untuk itu. Sebaliknya banyak pula teori, yang sangat berarti bagi perkembangan ilmu matematika, bersumber pada hubungannya dengan ilmu alam. Banyak ahli matematika sependapat bahwa masih banyak persoalan yang meskipun dirasakan sangat berguna kelak -- belum menemukan penerapan praktisnya. Mungkin kelak akan ketemu dengan Kepplernya, seperti halnya konsep tentang elips atau menemukan Einsteinnya seperti perhitungan tensor. Tapi yang penting hasil matematika itu slap untuk membantu memecahkan problema dari golongan tertentu yang mungkin akan timbul. Sudah tentu nilai utama dari matematika di negara berkembang terletak pada kenyataan bahwa matematika membantu pengembangan ilmu teknik, sosial dan kesehatan. Seperti dikemukakan Daoed Joesoef dalam konperensi di Surabaya, "Dewasa ini tidak seorang pun akan membantah bahwa matematika itu penting dan langsung ikut menunjang pembangunan nasional." Prof. Slamet menyatakan bahwa perkembangan matematika di Indonesia sekarang sedang ditumbuhkan. "Dibanding ilmu lain, pertumbuhan matematika masih kurang diperhatikan," katanya. "Kalau pertumbuhan itu tidak diperhatikan dari sekarang," tambah rektor IKIP itu, "kita akan makin tergantung pada luar negeri."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus