MATEMATIKA," ujar Henri Poincare (Prancis) di akhir abad ke-1
"adalah ketrampilan untuk memberi satu nama kepada bermacam
persoalan." Memang sulit untuk memberi definisi tepat, namun
satu aspek yang menonjol adalah bahwa matematika pada hakekatnya
mengklasifikasikan dan mempelajari struktur atau pola yang
dapat diamati manusia dalam berbagai gejala alam. Matematika
merupakan ilmu yang paling tinggi perkembangannya dan berakar
jauh dalam sejarah.
Ini diakui juga oleh Menteri P & K, Dr. Daoed Joesoef, ketika
membuka Konperensi Nasional Matematika ke-III di Surabaya pekan
lalu. Menurut Menteri Daoed, sejarah membuktikan ilmu matematika
mampu mengembangkan kebudayaan dengan pesat, bahkan sanggup
merevolusikan kebudayaan itu ke arah peradaban.
Tak seorang pun, bahkan juga tidak ahli matematika sendiri,
mampu menguasai lebih dari satu fragmen saja dari ilmu raksasa
ini. Banyak orang pernah menjulukinya sebagai bidan semua ilmu.
Amat sedikit orang yang menyadari betapa luas jangkauannya. W.W.
Sawyer, seorang ahli dari Inggris dalam bukunya A Prelude to
Mathematics mengatakan: "Mungkin lebih mudah menguasai semua
bahasa di dunia daripada menguasai seluruh ilmu matematika zaman
kini."
Bayangkan, setiap tahun hampir 1.000 halaman cetak dibutuhkan
untuk memuat sekedar ringkasan dari semua masalah matematika
yang baru dipublikasikan dalam bentuk buku dan artikel. Hampir
semuanya membahas persoalan baru tanpa mengulangi kaidah lama.
Untuk mengikuti seluruh perkembangan matematika, seseorang
paling sedikit harus membaca 15 artikel -- penuh persamaan
matematika -- dalam sehari. Siapa pula yang sanggup ?
Dalam konperensi di Surabaya yang berlangsung selama 3 hari, 84
masalah dibacakan. Dari soal yang seakan-akan tidak ada hubungan
dengan matematika seperti "Pemusatan Pasukan Uni Soviet di
Pulau Sengketa Sakhalin" (drs. Soehardjo, ITS), melalui "Analisa
Uang Pesangon dan Imbangannya dengan Uang Pensiun Pegawai
Negeri" (drs. Warsono Usman, UNHAS), sampai ke "Pecahan dalam
Sistem Bilangan dengan Basis Sembarang" (Pandu Dewanto, UNPAD).
Sebanyak itu? Jawab Ketua Panitia Pengarah, Prof. Slamet Darjono
"Yang penting menggugah kegairahan peminat matematika
sebanyak-banyaknya dulu. Tahap sekarang baru itu yang
dipentingkan."
Menurut Prof Slamet, yang juga menjabat rektor IKIP Surabaya,
sebagian besar masyarakat masih menganggap matematika tak ada
guna langsung dalam kehidupan sehari-hari. Memang keraguan ini
sering diungkapkan banyak orang tua masa kini di kala dihadapkan
aspek ilmu matematika melalui PR anaknya. "Ada irisan himpunan,
ada gabungan himpunan bahkan ada himpunan kosong," keluh seorang
ibu. "Untuk apa itu semua?"
Sekarang misalnya dipelajari menjumlah 285 dengan 148
menggunakan cara seperti berikut:
285 = 200 + 80 + 5
148 = 100 + 40 + 8
------------
300 +120 +13
Ini diselesaikan, sebagai 300 + 120 + 13 = 400 + 30 + 3 = 433.
Sepintas lalu cara ini tampak berkelebihan dan bertele-tele.
Tapi dengan cara ini setiap tahap dapat dikontrol dan dimengerti
dengan jelas strukturnya. Meskipun hasilnya tidak berbeda dengan
apa yang dihasilkan orang tua dulu, pengertian akan proses dan
struktur menjadi jauh lebih mendalam -- dan ini yang pentmg.
Matematika Baru bukan melenyapkan aspek matematika yang lama,
melainkan berusaha untuk melalui metode "baru" mengintrodusir
topik penting tertentu dari perkembangan mutakhir ilmu
matematika. Perkembangan ilmu matematika ternyata dalam 60 tahun
terakhir ini demikian pesat sehingga berimbang dengan apa yang
dihimpun dalam ilmu ini selama 60 abad sebelumnya.
Aljabar Dasar
Pertimbangan lain adalah perkembangan komputer, yang mampu
membebaskan orang dari urusan perhitungan rumit. Komputer itu
menghapuskan keharusan untuk pandai membagi suatu bilangan
berangka sepuluh dengan bilangan lain berangka sama. Siapa pun
yang kini dihadapi persoalan seperti itu akan segera meminjam
kalkulator terdekat. Ini tidak berarti bahwa ketrampilan
berhitung tidak lagi penting, tapi tidak lagi menjadi tujuan
utama dalam mempelajari matematika elementer. Sebagian waktu
yang dulu dipergunakan untuk menghitung, sekarang bisa
dimanfaatkan untuk memperdalam topik matematika baru.
Dalam ilmu matematika lebih diperhatikan struktur umum daripada
perhitungan khusus. Ahli matematika akan selalu berusaha
mengabstrakkan yang khusus demi merumuskan ketentuan umum yang
dapat diterapkan pada sebanyak mungkin problema.
Contoh yang paling mudah adalah aljabar dasar. Sejak zaman abad
pertengahan tanda x dipergunakan dan dapat dimanfaatkan tanpa
dib~eri nilai tertentu. xÿFD - y~ÿFD tetap sama dengan (x + y) (x-y),
terlepas nilai apa yang diberikan pada x dan y.
Hukum dalam ilmu fisika dan kimia dirumuskan sebagai persamaan
matematika. Bahkan dalam ilmu fisika kwantum -- ilmu mengenai
unsur sub-atom, baru bermakna unsur-unsurnya bila dilengkapkan
dengan persamaan matematika. Penggambaran populer tentang atom
sebagai benda kecil atau cahaya scbagai gelombang sungguh
menyesatkan. Ini bermakna seakan-akan terdapat dua unsur yang
berbeda, padahal dalam ilmu fisika kwantum keduanya itu terjalin
erat satu dengan lain. Werner Heisenberg, ahli fisika dan
filsafat Jerman pernah mengingatkan: "Dalam ilmu, bahasa
merupakan alat yang sangat berbahaya." Itu sebabnya fisika
modern begitu sulit untuk dimengerti oleh orang yang bukan ahli
matematika.
Persoalan tidak mengerti ini sering timbul dalam laporan atau
usul yang didukung argumentasinya dengan angka statistik dan
perumusan matematika yang rumit. Selain pembaca awam tidak
memahaminya, ulasan matematika itu oleh penyusunnya sering
dikerjakan dengan kurang teliti dan jorok. Kejorokan ini sering
timbul dalam statistik yang mengungkapkan apakah satu proses
kimiawi atau nuklir seharusnya dilarang karena diduga ada bahaya
bagi linkungan atau manusia.
Pendapat Birokratis
Sebuah instansi pemerintah Inggris pernah mempekerjakan seorang
ahli matematika untuk membantu memonitor usul-usul departemen
lain yang membuat peraturan di bidang ekologi. Usul-usul ini
akan diedarkan di parlemen dengan bahasa yang mudah difahami,
tapi didukung oleh beberapa halaman penuh persamaan matematika.
Kebanyakan anggota parlemen cenderung hanya membaca teks yang
mudah saja dan mengabaikan bagian matematikanya. Tapi si ahli
matematika melakukan sebaliknya. Hasilnya ia sering bisa menilai
dan menolak usul itu sebelum beredar antara anggota parlemen,
karena keteledoran dalam persamaan dan perumusan matematika.
Dalam hal ini masalah matematika terlihat dari segi kegunaan
saja bagi perkembangan ilmu dan teknologi. Tapi menurut sebagian
ahli matematika, ilmu mereka bukanlah semata-mata berguna untuk
memecahkan problema praktis, tapi justru mempunyai tujuan
tersendiri. Bukan kegunaannya yang terpenting, melainkan
perumusan keindahannya. Terutama inilah yang menjadi masalah di
negara berkembang. Di negeri yang serba kekurangan dan sebagian
rakyatya hidup di bawah garis kemiskinan, bagaimana dapat
dibenarkan pengeluaran biaya bagi penelitian matematis yang
semata-mata mengejar keindahan struktur dan pola saja?
Pendapat ini memang bertolak belakang dengan pendapat
"birokratis", yang hanya memperhatikan unsur "kegunaan". Kedua
pendapat tentu sama tidak benar. Teknologi maupun ilmu
matematika tak akan mungkin berkembang dengan penerapan secara
mutlak salah satu pendapat itu. Klasifikasi berbagai pola dan
struktur punya nilai praktis, sedang akal manusia memperoleh
kepuasan mempelajari itu.
Ahli Yunani misalnya selama ribuan tahun telah mempelajari
bentuk elips, sebelum Keppler menggunakan ide mereka itu untuk
menerangkan gerakan planet mengelilingi matahari. Teori
matematika yang melandasi teori relativitas telah ada 50-an
tahun sebelum Einstein menemukan suatu penerapan fisika untuk
itu. Sebaliknya banyak pula teori, yang sangat berarti bagi
perkembangan ilmu matematika, bersumber pada hubungannya dengan
ilmu alam.
Banyak ahli matematika sependapat bahwa masih banyak persoalan
yang meskipun dirasakan sangat berguna kelak -- belum menemukan
penerapan praktisnya. Mungkin kelak akan ketemu dengan
Kepplernya, seperti halnya konsep tentang elips atau menemukan
Einsteinnya seperti perhitungan tensor. Tapi yang penting hasil
matematika itu slap untuk membantu memecahkan problema dari
golongan tertentu yang mungkin akan timbul.
Sudah tentu nilai utama dari matematika di negara berkembang
terletak pada kenyataan bahwa matematika membantu pengembangan
ilmu teknik, sosial dan kesehatan. Seperti dikemukakan Daoed
Joesoef dalam konperensi di Surabaya, "Dewasa ini tidak seorang
pun akan membantah bahwa matematika itu penting dan langsung
ikut menunjang pembangunan nasional."
Prof. Slamet menyatakan bahwa perkembangan matematika di
Indonesia sekarang sedang ditumbuhkan. "Dibanding ilmu lain,
pertumbuhan matematika masih kurang diperhatikan," katanya.
"Kalau pertumbuhan itu tidak diperhatikan dari sekarang," tambah
rektor IKIP itu, "kita akan makin tergantung pada luar negeri."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini