Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Tanah Harapan Ajengan Kikisik

Lahar gunung galunggung ternyata subur, kampung kikisik yang dinyatakan sebagai daerah bahaya I, berhasil ditanami padi. Sebelumnya, menurut para ahli tanah yang dilanda lahar tak dapat dimanfaatkan.(ilt)

26 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DAERAH bahaya I, dalam radius 10 km dari kawah Galunggun, sudah jadi padang pasir, akibat timbunan 20 juta m3 lahar yang dimuntahkan gunung itu. Hampir-hampir tak ada harapan. Tapi genap setahun-Galunggung meletus, 5 April nanti, nampaknya akan diperingati penduduk di Kampung Kikisik dengan ... menuai padi. Hampir tak masuk akal: Di atas hamparan lahar di kampung yang hanya beriarak 7 km dari kepundan gunung itu, sekarang terdapat padi yang sedang menguning, sementara di sana-sini terlihat pohon kelapa meranggas dengan daun merunduk layu. "Hasil panen kami nampaknya akan melimpah ruah," ujar Kiai Haji Syadili, 63 tahun, pemimpin Pondok Pesantren Kikisik dengan gembira. Dari cerita beberapa penduduk yang sudah panen, menurut kiai yang lebih populer dengan panggilan "Ajengan Kikisik" itu, rata-rata tiap hektar menghasilkan 3 ton gabah. Sedangkan ubi jalar, yang ditanam di ladang lahar itu, umbinya bisa seberat 1 kg. Desa yang sebelumnya seakan remuk oleh amukan lahar gunung itu, kini bagaikan hidup kembali. Selain 400 ha padi yan siap dipanen, di sana-sini terlihat penduduk memperbaiki rumahnya yang rusak, malah suda ada yang membu a bengkel sepeda motor. Padahal sebelumnya, 500 keluarga penduduk Kampung Kikisik sempat membuat pemerintah setempat cemas. Mereka menolak anjuran pemerintah agar mengungsi, karena Ajenean Kikisik yang mereka "tuakan", memilih tetap tinggal di daerah bahaya I itu (TEMPO, 21 Agustus 1982). Anjuran pemerintah sebenarnya cukup berdasar. Ketika itu para ahli meramalkan, daerah bencana itu baru dapat dimanfaatkan lagi dalam waktu berbilang tahun. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Dirjen Pertambangan Umum, Dr. Katili, yang menyatakan: "Paling sedikit 3 sampai 5 tahun, baru lahar itu bisa ditanami." Hal itu dikemukakan Dirjen ketika meresmikan gedung Di rektorat Vulkanologi di Bandung pertengahan Maret lalu. Tenggang waktu itu sambut Dr. AdjaS Sudradjat, direktur Vulkanologi, sudah termasuk singkat. Sebab, misalnya, "Gunung Agung di Bali yang meletus 20 tahun yang lampau, sampai sekarang belum bisa ditanami," katanya. Dari pengalaman dan bahan bacaan, Adjat memastikan bahwa lahar tak tak bisa ditanami, kecuali sudah mengalami proses pelapukan. Meskipun untuk Galunggung, proses itu memang diramalkan lebih cepat karena, "laharnya lebih halus dan batubatuannya keropos serta cepat lapuk." Ketika diteliti oleh Direktorat Vulkanologi, lebih 60% lahar Galunggung berukuran halus sampai 1 mm, sedangkan lahar Gunung Merapi sampai 70% lebih besar dari 2 mm. Begitu pula Gunung Agung, separuh dari lahar yang dimuntahkan gunung di Pulau Dewata itu, bergaris tengah sekitar 2 mm. Selain itu kata Adjat, meskipun lahar Galunggung sedikit mengandung belerang (sulfur) sehingga tidak merusak tanah, dalam radius 20 km dari kawah gunung itu, sampai 3-5 tahun mendatang yang akan tumbuh cuma alang-alang - seperti terjadi setelah Gunung Lamington di Papua Nugini yang meletus awal abad ini. Di beberapa tempat, yang ketebalan laharnya di bawah 40 cm, memang masih bisa tumbuh ubi jalar, pisang, dan jagung. Karena benih tumbuhan itu bisa menerobos lahar yang tak begitu tebal - apalagi kalau lahamya dicangkul. Tapi di situ, bagaimanapun, Adjat memastikan: "Padi tak mungkin tumbuh!" Tapi kenyataannya padi bisa tumbuh di Kampung Kikisik? "Wah saya bukan ahli botani," ujar geolog itu sambil mengangkat bahu. Namun panen padi di Kikisik itu bagi para ahli di Balai Penelitian Tanaman Pangan (Balitan) Sukamandi, Subang, tak mengherankan. "Lahar bisa saja ditanami padi sawah maupun gogo rancah," kata Dr. Ahmad Muzakir Fagi, seorang peneliti di sana. Hal itu diketahui setelah meneliti lahar gunung api di Kabupaten Tasikmalaya itu. Di Sukamandi, di rumah kaca 5 x 15 m yang berpapan nama "Crash Program Galunggung", ditanam rumpun padi varitas IR-36 di dalam pot-pot plastik. Di setiap pot diisi 10 kg lahar yang diambil dari Kecamatan Indihiang, daerah bahaya I, di saat Galunggung meletus yang kedua kalinya, 8 April tahun lalu. Ternyata panen padi di dalam pot berisi lahar itu tak mengecewakan, setara dengan 2,5 ton per ha, dibandingkan 3 ton per ha dengan yang ditanam di dalam pot berisi tanah asli. Tingi tumbuhan yan ditanam di lahar dengan di tanah biasa tak berbeda hanya rumpunnya sedikit kerdil. "Karena lahar miskin hara," kata Iis Syamsiah, alumni IPB, staf peneliti di Sukamandi. Karena itulah di dalam pot lahar itu dimasukkan pupuk setara 200 kg Urea, 100 kg TSP, dan 100 kg KCl per ha, sama dengan dosis yang biasa dipakai petani. Ketika dicoba mencampur lahar dengan tanah, dengan perbandingan 8:2, hasil panennya lebih baik. 3 sampai 3,5 ton per ha. Percobaan tersebut penting. Karena, pada prakteknya, ketika petani mencangkul di sawah atau ladang yang tertimbun lahar, muntahan gunung api itu pasti tercamDur dengan tanah. Dan itulah yang terjadi sekarang di Kampung Kikisik - mengapa panen padi begitu bagus. "Mudah-mudahan dengan hasil penelitian ini, masyarakat yang malang di Galunggung tak terus menderita," kata Muzakir, lulusan University of Philippine (1980), yang memimpin penelitian lahar Galunggung itu. Melihat panen di Kampung Kikisik, tak salah lagi, sekarang penduduk seperti tak peduli pada larangan memasuki daerah bahaya I. Ramai-ramai mereka mengorek lahar dan menanam padi. Ada lagi yang istimewa. Di Kampung Kikisik, seperti muncul dari tanah saja, tumbuh jenis padi baru: "Padi Galunggung" begitu penduduk menyebutnya Beranak banyak, dan tingginya nyaris 1 m, "dua rumpun saja hasilnya 6 kg padi basah," kata.Kiai Syadili sambil menunjukkan 82 rumpun padi aneh itu kepada TEMPO. Para peneliti menduga Dadi itu berasal dari benih yan sudah disemai sebelum Galunggung meretus. Lahar panaslah yang membuat benih itu tumbuh lebih subur. "Panas lebih mempercepat benih padi berkecambah," ujar Muzakir Fagi, sambil berjanji akan meneliti sendiri ke kaki Galunggung. Siapa tahu muncul varitas lahar?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus