TIBA-tiba, Rabu malam pekan lalu, peserta penataran P4 di lantai
II Gedung BP7 DKI Jakarta bersorak. Ketika itu Presiden Soeharto
di televisi menyebut Prof. Dr. Nugroho Notosusanto sebagai
Menteri P & K yang baru. Kebetulan, orang yang disebutkan sedang
berada di antara mereka, menyantap kambing guling, sebelum
memberikan penataran tentang Pancasila.
Maka para peserta yang berjumlah sekitar seratus orang itu antre
berjabat tangan dengan penatarnya. "Wah, tangan saya sampai
pegal-pegal," tutur Nugroho, 52 tahun, di kantor rektor UI
keesokan harinya.
Sudah tentu bagi Nugroho sendiri pengumuman Presiden di televisi
malam itu bukan kejutan lagi.
Bapak tiga anak itu dipanggil Presiden Minggu 13 Maret yang
lalu. Waktu itu selain diberitahu terpilihnya sebagai Menteri P
& K, Pak Harto telah memberi pesan agar memperhatikan tiga hal.
Pertama, agar lebih memperhatikan sekolah dasar. "Saya belum
tahu persis persepsi beliau tentang SD ini. Tapi beliau minta
supaya SD digarap secara khusus dalam segala aspeknya. Sebab MPR
telah menugasi Presiden untuk melaksanakan wajib belajar tahun
depan," katanya.
Kedua, untuk pembangunan diperlukan tenaga pelaksana menengah.
Jadi sekolah kejuruan harus ditingkatkan. "Saya harus tahu
berapa tenaga ini dibutuhkan," ucap Nugroho, "dan ketiga, yan
saya sudah kenal, ialah agar anak-anak kita mengenal sejarah
nasional."
Bagi doktor dan guru besar Ilmu Sejarah ini, pelajaran sejarah
di sekolah belum mencapai sasarannya. Diceritakannya bagaimana
seorang dosen IKIP Bandung dalam majalah kampusnya menulis
bahwasejarah adalah ilmu yang kognitif, sebagai pengetahuan
saja. Sementara menurut Nugroho, pelajaran sejarah pun harus
dihayati. "Supaya anak-anak mempunyai wawasan tentang hakikat
identitas bangsanya," katanya.
Zaman nanti, di tahun 2000, menurut Nugroho, merupakan aman
ilmu dan teknologi. "Menurut saya hal itu harus diimbani oleh
budaya. Kalau tidak, ilmu dan teknologi akan menenggelamkan jiwa
Indonesia kita," katanya lagi.
Oleh Presiden, Nugroho pun diminta tetap menjadi rektor UI
hingga habis masa jabatannya, akhir 1986 nanti. Maka melihat
beban yang bakal ditanggungnya ia merasa "kejatuhan sekarung
pasir." Tapi ia tak menolak. Justru dengan demikian ia mendapat
kesempatan menjadikan UI sebagai universitas uji-coba (pilot
project) dntuk sejumlah masalah. Dan karena itu pula Menteri P&K
ini berniat menerapkan yang selama ini dijalankannya di UI untuk
diberlakukan di semua perguruan tinggi. Yaitu soal
transpolitisasi, institusionalisasi, dan profesionalisasi.
Yang pertama itu, selalu ditekankan oleh Nugroho, bukanlah
depolitisasi. Jelasnya, seorang sarjana harus tahu politik, tapi
jangan politicking atau melakukan politik praktis - atas nama
perguruan tingginya. Sebab perguruan tinggi bukan lembaga
politik, dan kampus bukan masyarakat politik pula.
Rektor UI ini pun berpendapat bahwa perguruan tinggi seharusnya
menJadi kekuatan institusionalisasi. Sebab, kata Nugroho, ciri
negara berkembang adalah lemahnya institusi-institusi di
dalamnya. Dan untuk menunjang itu dibutuhkan profesionalisasi.
Tujuannya, mempertahankan keteguhan berprofesi secara ilmiah
dan meningkatkan mutu profesi. Ketiga hal itu dijalankannya di
UI sejak ia dilantik menjadi rektor. Kini rektor UI ke-9 itu
menganggap universitasnya telah memperoleh kembali citranya
sebagai lembaga ilmiah.
Lalu bagaimana dengan NKK Daoed Joesoef? Saya melihat sudah
selesai. Tapi masalah bahaya politisasi, yang belum. Saya baru
bisa menetralisasi bahaya itu di UI. Yang penting bagaimana
meyakinkan semua civitas akademika bahwa organisasi
intrauniversiter itu harus manunggal dengan almamaternya," ucap
Nugroho.
Nugroho, yang sewaktu di SMA Yogyakarta menjadi teman sekelas
Daoed Joesoef, menteri yang digantikannya, mengaku memang beum
tahu masalah-masalah di sekolah dasar dan menengah secara
teknis. Masalah di perguruan tinggi yang kini sangat
diprihatinkannya ialah soal dosen. Dicontohkannya Faultas
Teknik UI yang kebutuhan dosennya hanya terpenuhi sekitar 30%.
Lainnya merupakan dosen tidaktetap. Ini terjadi karena insinyur
yang menjadi dosen hanya dibayar Rp 30 ribu, sementara kerja di
uar kampus bisa memperoleh sedikitnya 10 kali lipat per bulan.
- Maka kini menteri baru itu sedang memikirkan bagaimana agar
pendapatan dosen pun cukup. Ia sedang mempeiajari sistem yang
dijalankan Fakultas Ekonomi UI dengan Lembaga Manajemennya.
"Sistem itu 'kan ngobyek kolektif," katanya. Hasilnya,
kepentingan fakultas terpelihara, dan ada tambahan pendapatan
bagi dosen. Meski ia pernah menyatakan pekerjaan dosen bukan
"tugas bayaran"
Bila Daoed Joesoef mempunyai hobi melukis, Nugroho dulunya
adalah sastrawan. Kumpulan cerita pendeknya diterbitkan dengan
judul Hujan Kepagian, 1958. Ia lulus dari Fakultas Sastra UI,
1960. Kemudian melanjutkan belajar filsafat sejarah di
University of London. Pada 1977 mendapat doktor dari UI dengan
disertasi The Peta Army during the Japanese Occupation. Tiga
tahun kemudian ia diangkat menjadi guru besar.
Prestasi kerjanya, 1964 menjadi kepala Pusat Sejarah ABRI.
Kemudian ia diangkat menjadi rektor UI, Januari 1982,
mengantikan Prof. Dr. Mahar Mardjono. Tapi narnanya banyak
disebut-sebut baru ketikaProses Perumusan Pancasila Dasar
Negara, bukunya yang terbit pada 1981, banyakdiperdebatkan.
Sebagian oran menyebut buku itu mirip pamflet politik.
Satu hal yang diperolehnya selama menjadi rektor UI akan
dipergunakan pula melaksanakan tugasnya sebagai Menteri P & K.
Yaitu komunikasi dan organisasi. Ia menjanjikan suatu dialog
sejauh mungkin bila ada masalah yang harus dipecahkan. Meskipun
ia sempat terpaksa memecat seorang mahasiswanya, Apil 1982,
ketika dialog ternyata macet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini