Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Tangani Mamalia Terdampar, Dokter Hewan Bentuk IAM Flying Vet

IAM Flying Vet mewadahi dokter hewan di seluruh Indonesia dengan minat dan dedikasi untuk kelestarian ekosistem laut.

4 Mei 2018 | 10.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan wilayah Kalimantan Timur-Kalimantan Utara melakukan autopsi terhadap bangkai Pesut, mamalia laut jenis lumba-lumba irawady di kawasan Pantai Klandasan, Balikpapan, 2 April 2018. Pesut yang ditemukan mati terdampar di pantai tersebut, diduga keracunan tumpahan minyak yang saat ini telah menutupi sebagian besar Perairan Balikpapan. ANTARA/Sheravim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Denpasar - Asosiasi Dokter Hewan Megafauna Akuatik Indonesia di bawah naungan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) bekerja sama dengan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) sepakat membentuk IAM (Indonesia Aquatic Megafauna) Flying Vet.

Baca: Kementan Minta Calon Dokter Hewan Diajarkan Resitensi Antibiotik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Asosiasi yang juga didukung oleh WWF-Indonesia dan Yayasan Cetacean Sirenian Indonesia (Cetasi) ini diluncurkan, Kamis, 3 April 2018 di Denpasar ini mewadahi dokter hewan di seluruh Indonesia dengan minat dan dedikasi untuk kelestarian ekosistem laut, melalui pengelolaan megafauna aquatik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dokter hewan Indonesia terus meningkatkan kompetensinya dalam melakukan diagnosis, merawat, dan melakukan penyelidikan post-mortem pada megafauna akuatik terutama pada kejadian terdampar," kata Dr. Heru Setijanto, Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI).

"Penting bagi kita untuk mendalami investigasi kematian dan mengungkap penyebab kejadian mamalia terdampar, untuk membuat rekomendasi pengelolaan kejadian mamalia laut terdampar ke depannya,” tambahnya.

Andi Rusandi, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI, mengatakan kejadian mamalia laut terdampar tidak bisa diprediksi waktunya sehingga dibutuhkan kesiapan, kemampuan, dan kerja sama antar stakeholders dan masyarakat dalam melakukan penanganan di lapangan, yaitu melalui IAM Flying Vet.

Megafauna akuatik, yang berasal dari golongan reptilia (penyu), elasmobranch (hiu dan pari) serta mamalia laut (duyung, paus, dan lumba-lumba), merupakan kelompok satwa yang rentan akibat tekanan terhadap populasinya yang kian meningkat.

Berbagai pendekatan konservasi megafauna akuatik Indonesia telah dilakukan oleh para pihak, mulai dari penetapan perlindungan jenis, pengelolaan habitat termasuk pendekatan sains, serta peningkatan kapasitas untuk berbagai keterampilan khusus yang diperlukan dalam pengelolaan.

IAM Flying Vet dibentuk sebagai respons terhadap kondisi meningkatnya kejadian megafauna laut terdampar. Adapun titik-titik utama kejadian terdampar di berbagai wilayah Indonesia yang dicatat dalam satu dekade terakhir, yakni Kalimantan Timur (107 kasus), Bali (57 kasus), Aceh (25 kasus), Nusa Tenggara Timur (22 kasus), dan Papua (19 kasus) (Whale Stranding Indonesia, 2018).

Baca: Dokter Hewan Terganteng di Dunia, Anda Setuju?

“Fenomena ini membutuhkan bantuan dokter hewan untuk bergerak cepat, tanggap, legal dan kompeten, untuk melakukan penanganan medis di lokasi kejadian meskipun berada di area terpencil,” ungkap Dwi Suprapti, Marine Species Conservation Coordinator, WWF-Indonesia.

Erwin Prima

Erwin Prima

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus