Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Tawaran dari Sang Kamerad

Pakar Rusia menawarkan teknologi baru untuk mengatasi lumpur Lapindo. Apakah ini sebuah solusi alternatif?

20 November 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kini giliran pakar dari Rusia bermaksud menaklukkan lumpur Lapindo. Lazimnya, Indonesia sering mendengarkan saran dari pakar AS dan Eropa Barat, tapi kini sudah waktunya—seperti yang dikatakan Irzal Chaniago, Presiden Teknologi Adiguna Rusia-Indonesia (Astari)—Indonesia menjenguk ”the other side of the moon”. Maksudnya adalah ”menjenguk Rusia”.

Untuk mempromosikan ”sisi lain permukaan bulan” itulah, kelompok Astari membawa dua pakar Rusia yang mengaku sanggup menghentikan semburan lumpur di Sidoarjo. Sebulan silam, kelompok Astari mendatangkan Pavel V. Korol. Ahli pengeboran minyak ini mengusulkan gabungan teknologi selubung payung dan tekanan besar. Pavel, yang hadir ke Indonesia bersama Duta Besar Indonesia untuk Rusia, Susanto Pudjomartono, telah bertemu dua menteri, Purnomo Yusgiantoro dan Rachmat Witoelar

Susanto mengakui kedatangan Pavel atas inisiatifnya. Namun, menurut Irzal, kedua kamerad itu masuk tim yang sama. ”Pavel jago membunuh semburan, sementara Pavlov ahli mendeteksi bawah permukaan,” katanya di kantornya, kompleks perumahan Pertamina, Kuningan, Jakarta Selatan. Keduanya memang tidak hadir bersamaan di Indonesia, karena memiliki kesibukan yang berbeda.

Sedangkan pada Senin pekan lalu, Irzal menghadirkan Mikhail Pavlov Viktorovich dalam diskusi di kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Jakarta. Pavlov, yang menjadi pembicara utama, menawarkan teknologi MSM dan stratum well field (SWF). Adapun teknologi micro-seismic monitoring (MSM) dikembangkan Institut Teknologi Informasi Rusia.

Pavlov menjelaskan, untuk menghentikan semburan lumpur, harus diketahui terlebih dulu lapisan di bawah permukaan Porong, misalnya dari lapisan mana lumpur itu keluar, berapa volume dan bagaimana arahnya. ”Jika pangkal penyebabnya diketahui, upaya penghentian semburan dapat dilakukan dengan cepat,” katanya.

Menurut Pavlov, gabungan teknologi SWF dan MSM mampu mengetahui secara lebih jelas kondisi di bawah permukaan bumi. Pada SWF, pengolahan data dilakukan dengan menggabungkan sekitar 350 parameter seismisitas, gravitasi, kemagnetan, dan keruangan. Hasil dari penggabungan data akan muncul dalam citra tiga dimensi. ”Ini yang membedakan dengan teknologi yang ada,” ujar Pavlov.

Adapun MSM merupakan teknik survei di lapangan yang menggunakan alat sensor yang ditanam di kedalaman tertentu. Semakin dalam dan lebar area yang akan dipantau, jumlah alatnya semakin banyak. Alat ini mampu menyampaikan sinyal yang menunjukkan posisi dan aliran material yang ada dalam permukaan bumi.

Jika kedua teknologi itu diterapkan di Sidoarjo, SWF bakal memetakan struktur geologi. Sementara itu, dengan MSM, bakal dideteksi sumber lapisan yang bocor serta arah aliran air dan lumpur dari bawah ke atas permukaan. ”Kombinasi keduanya mampu merekonstruksi model geologi di lapisan gunung lumpur dalam perut bumi,” kata pakar dari Institut Teknologi Informasi Rusia ini. Dia mengklaim, tingkat akurasi teknologi ini untuk mengidentifikasi obyek tergolong tinggi, yakni hingga 95 persen.

Apakah yang ditawarkan Pavlov merupakan teknologi baru? Tidak. Agung Budi Darmoyo, ahli geologi dari Lapindo Brantas Inc., menjelaskan bahwa Halliburton menggunakan MSM ketika memetakan lapisan bawah tanah Porong. Perusahaan dari Amerika Serikat ini disewa Lapindo untuk menghentikan semburan lumpur yang sejak 29 Mei belum juga berhenti. ”Memang ada noise dan tidak bisa memetakan secara jelas,” kata Agung.

Ketua Program Studi Geofisika ITB, Darharta Dahrin, mengaku telah menggunakan teknologi MSM sejak 10 tahun lalu. ”Yang baru dari Pavlov adalah menggabungkan semua metode, mulai dari seismisitas sampai kemagnetan,” kata Darharta, yang memperoleh gelar doktor geofisika dari Universitas Paris VII. Selain itu, ujarnya, peralatan yang dimiliki Pavlov sangat lengkap.

Darharta, yang hadir dalam diskusi di BPPT, menilai Pavlov masih tertutup dalam menjelaskan metode itu. Padahal, katanya, untuk aplikasi satu teknologi, kita harus mengetahui landasan teoretis dan uji coba pemakaiannya, sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya. ”Sayangnya, Pavlov tidak menerangkan itu semua,” ujarnya.

Yusuf Surachman, Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam BPPT, juga berpendapat senada. ”Kami harus mengetahui terlebih dulu sejauh mana yang ditawarkan Pavlov diterima dunia industri,” katanya. Namun dia mengakui kecenderungan ilmuwan Rusia untuk berhati-hati.

Pavlov memang berjanji bakal mengungkap lebih jauh jika ada kesepakatan dengan pihak terkait untuk menerapkannya di Sidoarjo. Pernyataan semacam ini mirip dengan yang disampaikan Pavel V. Korol ketika menjawab keraguan sejumlah pihak tentang teknologi payung yang ditawarkan.

Memang, di kalangan ahli pengeboran, teknologi selubung payung dengan menggunakan polimer sudah jamak dipakai. Mereka menggunakan polimer untuk menahan aliran air sehingga tidak masuk ke lubang sumur ketika diambil minyaknya.

Yang lain dari Pavel adalah menyemprotkan polimer dengan pompa bertekanan raksasa yang mampu melawan tekanan semburan lumpur. Sementara Pavlov tidak bersedia menyebut dana yang dibutuhkan untuk timnya, sebaliknya dengan Pavel, yang telah meninjau Sidoarjo bersama istrinya.

Menurut Pavel, biaya keseluruhan untuk menghentikan aliran lumpur mencapai US$ 50 juta. ”Saya mengajukan proposal ini. No cure no pay (kalau tidak selesai masalahnya, tidak perlu bayar),” katanya. Dari tawaran itu, 90 persen risiko ditanggung Pavel dan harus dibayar jika lumpur berhenti menyembur.

Namun Pavel meminta 10 persen atau US$ 5 juta sebagai uang muka. Dana ini untuk mendatangkan peralatan dan tenaga ahli. Sayangnya, dia tidak memberikan proposal terperinci, sehingga sampai saat ini tim nasional penanggulangan lumpur Sidoarjo dan Lapindo Brantas belum memberikan keputusan. ”Kami khawatir proposalnya diambil namun orangnya tidak dipakai,” kata Arys Djuanda, Wakil Presiden Astari.

Untung Widyanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus