Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LINDU tak hanya menimbulkan kerusakan dan korban jiwa. Setelah menggoyang kawasan Tasikmalaya dan sekitarnya di Jawa Barat pada Rabu pekan lalu, gempa memicu rumor lewat SMS dan Internet yang membuat masyarakat khawatir. Beredar kabar bakal muncul gempa susulan yang berkekuatan lebih besar, tiga puluh kali lipat dibanding gempa 7,3 skala Richter yang menewaskan lebih dari 70 orang itu. Bukan gempa susulan di lokasi yang sama, melainkan di Selat Sunda, yang dampaknya bisa meluluh-lantakkan Banten dan Jakarta. ”Beberapa hari ini saya tidak tenang bekerja,” kata Basuki Efendi, yang berkantor di lantai tujuh Gedung Rektorat Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.
Kekhawatiran akan datangnya gempa besar dipengaruhi oleh kejadian 101 tahun silam. Ketika itu gempa Selat Sunda menggoyang ujung barat Pulau Jawa dengan kekuatan 8,3 skala Richter. Hampir tidak ada catatan sejarah tentang dampak gempa itu, kecuali ”kerusakan di Anyer sampai Jakarta”.
Kemungkinan bakal ada gempa lagi memang bukan sekadar ramalan. Para peneliti bersepakat, cepat atau lambat lindu akan menggoyang Selat Sunda. ”Kita berada di daerah rawan gempa, pasti akan terjadi gempa,” kata Cecep Subarya, Kepala Bidang Geodinamika di Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Tapi hingga saat ini belum ada teknologi yang bisa meramal gempa. Karena itu, informasi atau peringatan yang menyebutkan bakal terjadi gempa pada hari bahkan jam yang telah ditentukan boleh disebut sebagai isapan jempol.
Cecep mengatakan, sehebat-hebatnya ramalan yang bisa dikemukakan para peneliti, itu adalah prediksi untuk lima atau sepuluh tahun, dan akurasinya pun sangat rendah. Untuk meramal gempa, diperlukan data sejarah yang panjang dan pengamatan terus-menerus terhadap pergerakan lempeng bumi, tentu dengan dukungan teknologi canggih. ”Karena itu, kalau saya bisa meramal gempa dalam satu minggu ke depan dan benar terjadi, saya pasti sudah mendapat penghargaan Nobel,” katanya sambil terbahak.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat tak menghiraukan kabar gempa kuat yang beredar tempo hari. ”BMKG mengimbau agar masyarakat tidak menghiraukan informasi tentang gempa yang mengatakan di mana, kapan, dan berapa besarnya,” kata Kepala BMKG Sri Woro Budiati. Ia sekaligus membantah ramalan gempa yang mendompleng nama instansinya.
Gempa besar memang bisa terjadi di Selat Sunda, karena selama lebih dari satu abad tak pernah terjadi getaran di zona subduksi tersebut. Padahal zona subduksi sepanjang pantai barat Sumatera telah mengeluarkan energinya. Sebutlah gempa Aceh, Nias, Mentawai, dan Lampung dalam lima tahun terakhir. Demikian pula serentetan gempa yang mengguncang pantai selatan Jawa.
Lempeng Selat Sunda, yang berada di tengah-tengah, seolah tak terpengaruh gempa di sekitarnya. ”Selat Sunda sedikit sekali terganggu dan menjadi seperti zona terkunci,” kata Cecep. Daerah terkunci inilah yang mungkin akan melepaskan energinya karena selama ini lempeng bumi terus bergerak.
Lempeng Australia yang menumbuk lempeng Eurasia bergerak enam sentimeter per tahun. Tekanan yang tersimpan bisa menjadi energi besar jika dilepaskan dalam sekejap, manakala zona ini sudah tak mampu menampung energi tersebut. ”Bisa mental,” kata Cecep.
Ia mengatakan, jangka waktu satu abad sudah cukup membuat warga di sekitar Selat Sunda harus selalu waspada, bukan panik. Sebab, dalam kurun satu abad itu berarti lempeng Australia sudah menelusup ke bawah lempeng Eurasia sejauh 600 sentimeter, dan saatnya melepaskan energi yang terakumulasi.
Pakar gempa dari Pusat Penelitian Geoteknologi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Danny Hilman Natawidjaja, memberikan istilah seismic gap untuk Selat Sunda. Istilah ini berlaku untuk patahan gempa yang diketahui persis untuk periode yang cukup lama tidak menimbulkan gempa.
Danny tidak mau terburu-buru ikut menyerukan waspada ekstratinggi untuk kawasan itu. Perlu penelitian mendalam dari sekadar membaca gerakan kerak bumi lewat jaringan Global Positioning System. Apalagi alat yang dipasang tersebut bisa dibilang baru seumur jagung. Cecep mengatakan, pemasangan alat baru gencar dilakukan setelah gempa Aceh yang menyebabkan tsunami.
Gempa memang terjadi dua hari setelah lindu Tasikmalaya. Tak seperti yang dikhawatirkan, gempa itu ternyata ”hanya” berkekuatan 5,6 pada skala Richter. Sebagian besar warga Jakarta bahkan hampir tak merasakannya. Cecep berharap inilah cicilan dari energi yang tersimpan itu. Energi cicilan itu jelas lebih baik ketimbang keluar sekaligus. Bisa dibayangkan apa yang terjadi pada gedung-gedung pencakar langit Jakarta bila digoyang gempa 8,3 pada skala Richter. Tapi, apakah itu cicilan atau bukan, Cecep belum bisa memastikan. ”Karena kita tidak tahu di mana dan di kedalaman berapa segmen yang selama ini terkunci itu,” katanya.
Menurut catatan BMKG, pusat gempa di Selat Sunda itu berada 95 kilometer sebelah barat laut Ujung Kulon, Banten. Gempa yang diperkirakan bersumber di kedalaman 15 kilometer itu berada di perpanjangan garis Patahan Semangko, patahan yang mengiris Pulau Sumatera.
”Bisa jadi ini memang akibat aktivitas patahan itu,” kata Fauzi, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami di BMKG. Gempa yang bersumber dari patahan di permukaan lempeng Eurasia memang melepas energi yang jauh lebih kecil daripada kalau gempa bersumber langsung dari zona impit-impitan lempeng Eurasia dan Australia yang membujur lebih jauh ke arah laut dalam.
”Kalau tepat di Selat Sunda memang sudah sering terjadi gempa seperti ini, kecil-kecil,” kata Danny Hilman Natawidjaja dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Menurut Danny, yang terpenting saat ini adalah bagaimana caranya memastikan status segmen zona subduksi di Selat Sunda itu. Caranya dengan memasang jaringan GPS lebih banyak.
Terlepas dari teka-teki lempeng Selat Sunda, Cecep menegaskan bahwa yang perlu menjadi perhatian utama adalah antisipasi terhadap bencana. ”Biarlah soal-soal ilmiah itu menjadi perdebatan para peneliti. Yang penting masyarakat harus sadar bahwa mereka tinggal di bumi yang rawan gempa,” katanya.
Adek Media, Wuragil
Bila Lindu Datang
DI DALAM RUMAH DI LUAR RUMAH DI GEDUNG, MAL, BIOSKOP DI DALAM LIFT DI MOBIL DI SEKOLAH DI KERETA API DI GUNUNG/PANTAI BERI PERTOLONGAN DENGARKAN INFORMASI
Masuklah ke bawah meja. Jika tidak punya meja, lindungi kepala dengan bantal. Matikan segera kompor.
Bahaya bisa muncul dari jatuhnya kaca dan papan reklame. Lindungi kepala.
Jangan menyebabkan kepanikan. Ikuti semua petunjuk dari petugas atau satpam.
Tekanlah semua tombol. Jika terjebak dalam lift, gunakan interfon jika tersedia.
Jauhi persimpangan, pinggirkan mobil di kiri jalan dan berhentilah.
Berlindunglah di kolong meja, lindungi kepala dengan tas atau buku. Jangan panik. Jika gempa mereda, keluarlah berurutan dari jarak yang terjauh ke pintu, jangan berdiri dekat gedung, tiang, dan pohon.
Berpegang erat pada tiang. Bersikap tenanglah. Salah mengerti terhadap informasi petugas kereta atau stasiun akan mengakibatkan kepanikan.
Ada kemungkinan longsor terjadi dari atas gunung. Menjauhlah langsung ke tempat aman. Di pesisir, bahaya datang dari tsunami, cepatlah mengungsi ke dataran yang tinggi.
Bersiaplah memberikan pertolongan pertama kepada orang yang berada di sekitar Anda.
Informasi dapat diperoleh dari pihak yang berwenang. Jangan bertindak karena informasi yang tidak jelas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo